kebenaran
”syariaahhh.... I lOvE YOU.. " kata yang di ucapkan mas arsyad kepada ku, manis memang yg kurasa.. kata itu slalu terngiang di telinga ku tatkala aku sendiri dan merenungi nasib yang membawa ku ini hingga di batas keterpurukan ku..
mas Arsyad adalah suami ku yg telah manikahi ku delapan tahun lalu.
Aku hanya wanita biasa yang hidup serba pas pasan, aku mengenal mas Arsyad sesaat lulus SMA, dia sangat perhatian, pengertian dan juga penyayang, itu lah pendapat ku sewaktu itu. hingga ku memutuskan untuk kawin lari di kerenakan ayah ku tidak menyukai nya.
aku bukan lah orang kaya, aku hanya gadis yg berasal dari keluarga menengah ke bawah. orang tua ku hanya buruh d lahan orang yang setiap hari mengais sawah dan kebun orang hanya untuk mencukupi kebutuhan keluarga kami aku bukan lah anak satu satu nya.. kami delapan saudara dimana aku adalah anak ke empat. bukan tanpa alasan ayah tidak menyukainya, dengan sesama lelaki mungkin ayah tau watak sebenarnya mas Arsyad, tapi ayah memilih tidak mengatakan nya karna aku bersikukuh untuk terus melanjutkan hubungan dengan nya.
Debaran jantung saat mendengar lelaki pujaan hati ku pada saat itu mengucapkan qabul didepan ayah sungguh mebahagiakan, yaaa... walaupun tak suka tetapi ayah tetap memenuhi tanggung jawab nya sebagai seorang ayah.. dia menyerahkan ku kepada lelaki pilihan ku.. berharap anaknya akan bahagia..
"Semoga kau bahagia nak" itulah yang ku dengar dari ayah seraya ku menyalami punggung tangan nya yang mulai keriput..
"bu.. aku minta restu mu.." tak ada kata yg disampaikan ibu ku yg sedari tadi cuma diam menyaksikan ijab kabul kami,entah ibu kecewa atau bahagia aku pun tak bisa memastikan yang ku lihat hanyalah buliran air mata yang mengalir d pipi nya.. seraya menyalami ibu, ku sempat kan untuk memeluk nya berharap dia tau aku akan baik baik saja.
** Sebulan pernikahan kami rumah tangga yang kami bangun baik baik saja perhatian dan kasih sayang yang ku dapat memang lah tidak kurang, aku sungguh bahagia bisa hidup bersama orang yang ku cintai.
kami tinggal di rumah mertua ya ibu dari suami ku.. aku sungguh beruntung mendapatkan mertua sebaik dia.
"nak.. makan dulu.. dari semalam kau belum makan kan?" mertua ku memaksa ku untuk makan, entah mengapa dua hari ini aku tak ber selera makan.
"Nanti aja ma.. lagi gak nafsu" balasku yg sedari tadi cuma duduk di kursi merasakan ada yang tidak enak di perutku..
"loh.. ntar masuk angin lho.. klo sakit ntar kamu juga kan yang susah" jawab mertua ku yang seperti memaksa ku untuk makan.
" tapi dari tadi aku mual mual terus ma, liat nasi aja mau muntah rasa nya.."
"kamu hamil nak?" pertanyaan mertua ku sontak membuat ku terkejut hingga mengingat kembali masa datang bulan ku yang memang sudah telat beberapa hari.
" alhamdulillah." ucapnya yang ku pandangi dengan melotot tatkala aku tak percaya dengan kehamilan ku yang pertama...
awal awal kehamilan ku, aku sungguh bahagia.. mas Arsyad yg biasanya sibuk kerja sekarang bisa meluangkan waktu untuk sekedar mengajak ku jalan jalan pagi hari yang kata bidan kandungan ku itu akan sangat berguna untuk masa persalinan ku nanti.
mas Arsyad bukan orang kantoran bahkan pula orang pebisnis dia hanya seorang nelayan yang memang kampung kami berada di tapi pantai sehingga kebanyakan penduduk di sini ialah nelayan. mas Arsyad bukan lah tipe orang yang banyak bicara dia lebih baik diam dari pada bicara kalo menurut nya itu tak penting untuk di bahas. aku sudah mengetahui watak nya yang seperti itu aku pun tak ambil pusing..
singkat cerita delapan bulan berlalu kehamilan ku, kini dimana aku sedang menanti kehadiran buah hati dari pernikahan kami.. delapan bulan dimana waktu yang sangat singkat untuk pasangan lain dan sangat lama untuk ku bagai mana tidak.. semakin ke sini aku semakin tau watak dan perangai suami ku. sering keluyuran, begadang, pulang dini hari, malas malasan. tak ayal aku sering numpang tidur ke rumah tetangga malam hari di karenakan ulah nya. memang sekarang kami tinggal d rumah mertua ku, tpi mertua ku lebih sering keluar kota untuk bedagang, pulang berminggu2 dan di sini aku hanya sendirian, bukan tanpa sebab pula aku numpang tidur, hanya saja ku takut sewaktu waktu aku melahirkan pada malam hari dan tidak ada siapa siapa di rumah ini untuk di mintai pertolongan. rumah yang ku tumpangi pun bukan sembarang orang, dia adik mertua ku yang biasa kami sebut bunda..
" kelewatan ya si Arsyad, istri bunting begini masih saja pulang dini hari, apa gak khawatir sama istri sendiri?" begitu lah kecerewetan bunda menanggapi sifat keponakan nya itu.
"sudah lah bun, aku pun sudah capek memberikan pengertian, toh mas arsyad pun tak menghiraukan" balas ku..
"ya tapi gak gini juga kali syariah.. aku aja liat kamu kayak gini udah was was.. masa dia enteng2 aj.
kalo dia itu anak kandung ku.. isshh.. udah aku pites pites" ucap bunda smbil menggosok gosokkan tangan nya tanda dia geram dengan keponakan nya yg aku balas dengan senyum kecut karna merasakan ada yang tak beres dengan perut ku.
seketika keringat dingin bercucuran menandakan aku merasakan sakit yg amat luar biasa hingga aku tak sanggup lagi bicara, melihat aku yg menahan sakit bunda pun panik..
" syariah kenapa? perut mu sakit? kita kedokter" sahut nya yang seperti ilang ikal.." mas farhaann... " teriak bunda memanggil suami nya yang sedari tadi duduk di ruang tamu.
" kenapa" sahut om farhan yang tak kalah panik nya dengan bunda.
" tolong hubungi atau cari Arsyad ke tempat dia biasa nongkrong, cepat.. jangan pulang kalo gak ketemu, bilang sama dia kalo istri nya mau melahirkan"
seketika om farhan bergegas kluar rumah bak pembantu manuruti kehendak majikan, bukan nya om farhan takut istri tapi mungkin dia pun ikut cemas dan panik melihat keadaan ku yang sekarang tak mampu berdiri dan uring uring an menahan sakit yang luar biasa ini
seketika air mata ku menetes menahan perih, bukan perih karna sakit perut ini tapi perih membayangkan semua ujian yang ku lewati yang belum lama ini, wajah ibu dan ayah ku yang menentang hubungan kami pun terbayang di otak ku, air mata ku tumpah seraya menahan sakit perut ku.
" jangan nangis nak, ini akan baik baik saja, bentar lagi Arsyad datang" hibur bunda kepada ku yang merasa aku menangis karna sakit akan melahirkan, aku tak sanggup mengatakan alasan nya, sakit hati ku jauh lebih pedih dari sakit yang ku rasakan ini..
tak berapa lama mas Arsyad pun datang dengan om farhan mereka membawa ku ke bidan terdekat karena di sini memang jauh sekali dengan rumah sakit..
selang dua jam bayi cantik kami pun hadir d dunia ini di sambut dengan sujud syukur keluarga kulihat ayah dan ibu juga hadir, mungkin di beri tahukan mas Arsyad.
melihat kedua orang tua ku tak terasa air mata ku tumpah, aku menangis sejadi jadi nya sambil meminta maaf kepada mereka.
" bu.. aku minta maaf, selama ini aku banyak salah sama ibu, aku tidak bisa jadi anak yang berbakti, aku sudah membuat ibu kecewa, maafkan aku bu.."
"sudahlah nak.. ibu sudah maafkan, ibu gk marah sama kamu, mulai sekarang kamu harus jadi ibu yang kuat, harus bisa membimbing anak kamu, jadilah contoh untuk anak anak mu nanti ya.." nasehat ibu terdengar begitu tulus, memberi kedamaian di hati hingga aku tak merasakan lagi kegelisahan yang selama ini ku rasakan, dulu aku sempat berpikir kalo ibu marah dan kecewa kepadaku sehingga jarang untuk menemui ku. sekarang aku menemukan kembali ketenangan hati ini.
setelah lama saling berpelukan akhirnya kami kembali ceria dan bercanda gurau dengan kehadiran buah hati, ku melihat seluruh keluarga turut gembira tapi tak terlihat mas Arsyad, ku edarkan pandangan ku mencari keberadaan nya baru ku melihat dia duduk santai di kursi pengunjung entah apa yang dia lakukan dengan handphone di tangan. hati ku terasa di cubit perih melihat nya.. apa tak adakah kebahagiaan yang dia rasakan melihat putri kecil nya lahir. atau memang seperti inilah mas Arsyad suami ku yg telah menikahi ku satu tahun yg lalu.. itu lah pemikiran ku sewaktu itu kala melihat ekspresi datar nya..
"mas.. mas.. sini" ku beranikan diri memanggil nya, karna ku tau ayah dan ibu ku pasti bertanya tanya ada apa dengan nya.
"iya.. ada apa dek" sahut mas Arsyad penuh tanya karna tak biasa nya aku memanggil nya kalo tidak sedang butuh.
" kok diam di situ.. apa gak mau gendong anak nya, kasian kan si dede minta gendong ayah nya." sengaja ku seperti bermanja manja agar mereka tak tau kalo hati ini sedang sakit.
" gak lah dek, gak berani mas gendong bayi baru lahir, takut jatuh." alasan mas Arsyad yang membuat semua orang tertawa..
" ya elah Arsyad maka nya belajar dong gendong bayi.. ntar kalo ibu nya lagi sibuk trus bayi nya rewel siapa yang gendong? satpam sebelah?" kelakar bunda di iringi dengan tawa nya dan diangguki dengan mas Arsyad sambil menggaruk kepala yang tidak gatal.
" iya dong Arsyad kayak om ini, siap 24 jam klo bunda mu butuh bantuan." sahut om farhan smbil berkacak pinggang dan membusungkan d**a membanggakan diri.
" alllaaahh... paling juga karna ada mau nya" sanggah bunda yang di iringi tawa bersama..
Tiga bulan setelah melahirkan kini bayi kecil ku sudah bisa di ajak bercerita walaupun hanya senyum dan sesekali ketawa kecil tapi itu sudah cukup untuk membuat hari ku berwarna..
pada pagi hari ini aku menantikan kepulangan mas Arsyad dari laut
nelayan adalah profesi suami ku kini, penghasilan yang di berikan kepada ku tidak bisa di katakan cukup bukan nya tidak bersyukur tapi ini kenyataan nya setiap hari mas Arsyad hanya memberikan lima puluh ribu bahkan tiga puluh ribu, karna hanya mempunyai satu bayi uang segitu terpaksa di cukup cukupi itu pun tidak menanggung beli beras karna beras selalu di sediakan oleh mama mertua ku, tak jarang aku selalu telat sarapan karna harus beres beres rumah dulu baru makan, aku bukan nya takut dia marah kalo aku makan tapi hanya tak enak udah numpang malah tidak beli beras.
setelah semua kerjaan di rumah selesai aku sempatkan untuk ajak anak bayi ku jalan2 sambil melepas penat.
"eh syariah.. udah besar ya anak ny.." sapa buk sira.
"iya buk.. lagi ngapain ini ngumpul ngumpul" sahutku kepada para tetangga yang lagi bersantai ria.
"gak ada, cuma mau ghibahin orang aj" kelakar seorang tetangga yg membuat semua nya tertawa.
begitulah kampung kami, para tetangga cukup ramah gak ada yang tidak kenal satu sama lain.
" eh.. ngomong ngomong syariah kata nya kamu sekarang udah kaya ya, pinjam duit donk.. hahaha." pertanyaan buk sira membuat aku pun mengernyitkan kening seolah tak paham maksud dari pertanyaan ter sebut walaupun aku sangat mengerti kalau itu hanya gurauan tapi tersirat sebuah kebenaran.
"kaya gimana buk,, kalo aku kaya semua yang ada di sini udah aku traktirin makan bakso.. imbuh ku yang se olah pura pura tenang
sorak tetangga ku mendengar bakso semakin menjadi jadi.
" benar ini"
" satu porsi besar ya syariah.."
"bakso pake mie ayam"
"aku bungkus aja bawa pulang"
" huuuuuuu" sorak semua mendengar celoteh celoteh tetangga yang kian menjadi jadi..
"tapi benar lho syariah, kata suami ku.. suami kamu mancing jackpot terus, tiap malam lagi jackpot nya.. masa gak tau, atau pura pura gak tau.."
Degg
jantung ku serasa di remas, sakit,, itu lah yang kurasakan. sekian lama ku menanggung semua nya kini tak tertahan lagi air mata yang tumpah, ku menangis se jadi jadi nya.. tak pernah ku bayangkan kecurangan suami ku mas Arsyad sampai seperti ini, dengan tega nya menjatah belanja harian kami hanya lima puluh ribu sedangkan dia berfoya foya sendiri, setelah puas ku menangis terlihat mas Arsyad pulang, dengan tatapan sendu ku coba untuk bertanya, karna takut termakan fitnah akhirnya ku beranikan untuk menyampaikan keluh kesah hati ku.
" mas.. boleh nanya"..
"hmmm apa" dia menyahut tanpa menoleh.
" mas punya uang tidak"
" untuk apa"
" untuk tambah jajan dan beli beras, kasian kan kalo mama terus yang beli beras padahal di sini juga ada kita dan kita cuma numpang"
"udah laahh.. mama itu banyak uang, gak usah di pikirin, lagian tiap hari kamu juga udah ku kasih nafkah, mau apa lagi?"
" kan kurang mas, mana cukup uang segitu buat kebutuhan sehari hari, belum lagi untuk kebutu.." belum smpat ku menjelaskan semua mas Arsyad sudah mulai emosi..
"cukup.. aku muak mendengar nya, lagian kamu pikir cari uang gampang apa? masih untung di kasih".. setelah mengatakan nya mas Arsyad langsung pergi,
Deg..
aku yang mendengar semua perkataan suami ku tadi tak membayangkan ucapan itu yang keluar dari mulut nya.. lutut ku terasa tak bertulang..
semua kekuatan ku untuk berdiri lenyap, tak percaya apa yang ku dengar, apakah tidak berarti kah kami dalam hidup nya
tangis ku mulai pecah setelah sadar aku sekarang terperosot ke lantai karna tak bisa menahan perih hati, hanya doa yang terucap semoga saja aku bisa tabah menjalani nya ya allah..