Menyadarkan Natta

2015 Words
“Kenapa?” tanya Tata pandangi Natta yang mendadak masuk ke dalam ruangannya tanpa ketuk pintu. Tata menatap Natta sejenak meski ia tak heran dengan wajah cantik gadis itu di tekut dan nampak badmood. Natta menghempaskan panttatnya di single sofa setelah menghela napas. “Pusing!” keluh Natta seraya memijit keningnya. Di hembuskan nafas perlahan dengan jemarinya masih menekan keningnya. Tata berjalan menghampiri Natta seraya membawa segelas air putih lalu di berikan pada sahabatnya itu. “Minum dulu deh, biar agak mendingan.” Tata menyodorkan gelas tersebut, Natta pun langsung menerimanya dan meminumnya hingga air di dalam gelas tersisa setengah. “Lo kenapa badmood gitu? Ada masalah?” tanyanya. “Nggak mungkin lo mau nyamperin gue di ruangan kalau lo nggak ada masalah bukan? Jujur, kalau cemberut kaya ginih lo kelihatan jelek tau!” sindir Tata keras. Tapi kali ini Natta lagi nggak mau bercanda, ia lagi serius dan kepala pun sejak tadi berdenyut nyeri. Natta melirik tajam lalu kembali menghela napas pelan. Tata sendiri sebenarnya nggak usah tanya hal kenapa pada sahabatnya itu. Ia seolah punya jawaban tersendiri bila di lihat dari wajah Natta yang seperti itu. Natta ada masalah, sahabatnya itu tidak akan datang sampai ke ruanganya bila gadis cantik itu ada masalah. Kalau nggak si Irwin pastinya juga hantu ganteng itu, siapa lagi kalau bukan Adam. Lagi lagi Natta menghela napas pelan. “Gue nggak tau harus gimana ngomong sama Irwin. Hpnya nggak aktif!” keluh Natta. “Gue tadi pagi ke apartement dia, tapi nggak ada. Terus gue ke ruangan dia, nggak ada pula. Sampai seharian ini gue ke rumah sakit itu cuma buat cari si Irwin sampai pasien gue terlantar!” sambung Natta memberitahukan keluahannya pada sahabatnya itu. Tapi hal itu memang benar. Kedatangan Natta pagi hari ke rumah sakit bukan untuk bekerja dan bukannya langsung memeriksa pasien seperti biasanya. Tapi ia malah langsung mencari Irwin di ruanganya dan sampai semua area ruangan rumah sakit yang biasa Irwin datangin bila pria itu tindakan. Nyatanya nihil, Irwin tidak ada di mana pun. “Terus pasien lo gimana?” “Gue titip si Jose! Nggak bisa konsen gue kalau belum ketemu sama Irwin!” jawab Natta masih memijit kepalanya yang pening. “Masalah lagi sama Irwin?” Natta mengangguk. Tata mendengus pelan. “Kok hobby banget sih sekarang berantem sama si Irwin?” Natta memejamkan kedua matanya dengan kepala yang terasa sakit. Entah kenapa beberapa bulan ini ia dan Irwin banyak bertengkar dari pada romantisnya dan itu semua gara-gara seseorang yang amat menyebalkan. “Gara-gara si hantu tampan itu?” tanya Tata kembali. Natta kembali memberikan anggukan, lalu ikut menghela napas berat. “Ya, gara-gara tuh Devil satu!” keluh Natta. “Si Irwin marah gara-gara gagal bercinta lagi sama lo?” Lagi lagi Natta mengangguk, membenarkan kalau Irwin marah pasti karena hal itu. Beberapa kali hendak bercinta Adam selalu datang di waktu yang tidak tepat. Benar-benar seperti hantu. “Nggak usah di cari deh kalau gituh!” Natta langsung membuka kedua matanya pandangi sahabatnya itu. Dari ekspresi wajah Natta seolah bertanya ‘Why’ pada Tata dan lagi lagi wanita bertubuh gempal itu kembali menghela napasnya. “Nggak usah lo ngejar dia. Butuh dia juga nyamperin lo.” “Kok, lo bilang gitu sih Ta…” Tata lagi lagi menghembuskan napas pelan. “Kalau si Irwin nggak datangin gue gimana?” “Ya nggak gimana-gimana lah.” Bibir Natta mencebikk menatap kesal tambah kesal lagi. “Berarti dia itu nggak cinta sama lo dan nggak peduli sama lo! Masalah kaya ginih harusnya itu mau ketemu kamu duluan buat minta penjelasaan tapi buktinya dia selalu ngumpet. "Nggak sekali dua kali lo kalian kaya ginih, petak umpet!” Ya, kejadian seperti ini sudah beberapa kali, Tata tau karena gadis yang mengecut bibirnya itu selalu cerita padanya. Tata bukannya sok tau dengan hubungan mereka berdua, tapi ya lagi lagi Tata mengetahui semuanya. Ia bicara seperti ini itu pun karena terlalu sering mendengarkan cerita dan juga keluhan sahabatnya itu. Selama dua tahun mereka berpacaran keduanya jarang sekali ketemu dan jalan bareng. Bisa di hitung pake jari berapa kali Irwin mendatangi sahabatnya itu. Dan lagi lagi kalau Irwin nggak butut-butuh banget sama kekasihnya itu. Dia tidak akan pernah mendatangi Natta duluan sekalipun mereka bekerja di satu rumah sakit yang sama. Tata bisa menilai kalau senior tampan di rumah sakit itu memang begitu sifatnya. “Hubungan lo sama Irwin itu sudah nggak sehat Natt, enam bulan ini dia mendadak sok peduli dan romantis sama lo! Terus dia minta kaya gituan! “Seex before merried itu nggak baik Natt. Lo jangan mudah kemakan gombalan pria yang meminta tubuh lo itu dan jangan sembarangan menyerahkan tubuh lo sekalipun itu sama si Irwin cowok lo!” tekan Tata memberikan saran. Natta menatap tajam pada sahabatnya itu, dadanya mendidih sahabatnya kembali memberikan cermah. Kedatanganya ke sini bukan mendengarkan ceramah sahabatnya, tapi ingin menenangkan diri. Tapi kayanya Natta memang salah tempat bila menangkan diri di ruangan Tata, tapi dia juga nggak mau menangkan diri di ruangannya, di mana Natta satu ruangan dengan Sarah sahabat baiknya pula. Tapi Jermoe kekasih Sarah sering datang ke ruangannya dan mereka berdua sering melakukannya di ruangan tersebut bila mendesak. “Kalau si Irwin dah cicip tubuh lo, apa nanti dia bakal nikahin lo? Kalau lo hamil memangnya dia mau tanggangung jawab?” Perkataan Tata, membuat Natta kembali dari lamunannya lalu memandangi sahabatnya. Tata bersemoga kalau perkataanya ini di serap dengan di pikirkan lagi dengan jernih. Sumpahnya Tata nggak ada maksud apa-apa selain menyadarkan sahabatnya sendiri. Tata sebenarnya tak ingin ikut campur masalah hubungan Natta dengan Irwin. Tapi Tata nggak bisa diam kalau Irwin sering sekali mengajak Natta Making love. Bagaimana nanti kalau Natta hamil? Terus Irwin nggak mau tanggung jawab? Sebagai sahabat yang baik, Tata hanya mengingatkan sahabat kesayanganya itu kalau Natta tidak boleh asal melepaskan kesuciannya pada pria, selain suaminya sendiri nanti. Hidup di negara bebas seperti ini jelas saja hal itu sudah bukan hal yang tabu. Tapi mereka sama-sama berasal dari asia dan tentunya punya keyakinan tersendiri dengan hal itu. “Sekalipun lo dah kenal sama keluarga mereka, tapi jangan sampai mencoreng nama baik keluarganya dan juga keluarga Stone, Natt. Lo nggak boleh kaya Alverno yang hobby ganti-ganti cewek. Kalau lo sampai tau lo dah jebol duluan—” Tata menjeda sejenak pandangi wajah Natta yang masih menatap dengan kening mengeryit. “Gue yakin Ka Alverno pasti akan membunuh si Irwin. Lo adik kesayangannya, kalau lo ada apa-apa kaka lo yang satu itu pasti bakal maju duluan buat bunuh siapa saja yang sudah merusak adiknya.” Natta memejamkan kedua mata mengingat kata-kata Alverno. ‘Kamu adik kaka wanita satu-satunya. Kaka nggak akan melarang kamu buat pacaran sama pria manapun asal kamu bisa jaga diri dan tidak mudah melepaskan tubuhmu buat pria yang nggak jelas. 'Bila otakmu ini bodoh, jangan pernah meminta pemohonan maaf, karena kaka akan membunuh siapapun yang berani menodai adik kaka satu-satunya. Kamu tahu bukan kalau sifat kaka bagaimana?’ Kata-kata yang terdengar seperti ancam membuat Natta kembali membuka mata dan tersadar dengan ancaman Alverno. “Menurut gue. Udah deh, putusin saja si Irwin! Nggak bener juga sih bawaanya sama lo. Ngajak kok ena ena melulu! Apa lo dah siap si Irwin di bunuh sama kaka lo yang kejam itu hmm? Lo mau keluarga si Irwin jadi gelandangan sama kaka lo itu?” Lagi lagi perkataan Tata benar. Ka Alverno jelas bisa melakukan hal itu, membunuh orang tanpa harus terlibat hukum alias cuci tangan setelah melenyapkan nyawa orang dan parahnya lagi kekusaan Keluarga Stone mampu membuat orang jadi gelandangan di luar. Dan Natta pun sadar kalau saat ini Irwin semakin menuntut dan meminta untuk ia menyerahkan tubuhnya. Irwin ingin sekali bercinta dengannya. Tapi bila putus mendadak kaya ginih, Natta pun tidak bisa. Cintanya pada Irwin terlalu besar. “Gila lo! Nggak segampang itu gue mutusin Irwin. Gue cinta banget sama dia!” tolak Natta Mendengar kata ‘Putus’ membuat Natta kesal. Lama-lama sahabatnya itu menyerupai Adam. Pria itu pun mengatakan hal yang sama. Tata menarik napas sejenak. “Apa lo kurang sadar juga Natt? Kenapa hantu tampan itu selalu ada di setiap lo hendak bercinta sama si Irwin? Si tampan dingin itu selalu gagalin lo ena-enak kan sama si Irwin?” tanya Tata kembali dan bersemoga sahabatnya itu benar-benar sadar. Bukan hal yang aneh apa lagi heran bila pria tampan dengan wajah datar selalu datang bak seperti malaikat pelindung Natta dari Irwin. Bila tidak ada tujuannya tidak mungkin Adam selalu datang mengacaukan kedua pasangan di mabuk cinta itu dengan keributan. Natta diam, menatap sahabatnya. “Itu karena kakakku. Aku yakin ka Revano meminta Adam buat selalu ngikutin kemana aku pergi!” “Seyakin itu?” Natta diam, berpikir. Tapi Tata ragu kalau kakanya Natta bernama Revano itu meminta Adam untuk mengikutinya. “Lo bisa tanya langsung sama Ka Revano. Apa dia yang meminta Adam buat jagin lo atau enggak?” Tata menatap lebih dalam lagi. “Tap feeling gue enggak!” Alis Natta terangkat sebelah, menatap bingung pada sahabatnya itu. “Kenapa lo bisa seyakin itu, lo kenal sama Adam?” tuduh Natta pada sahabatnya itu. Tata menggeleng lalu menghela napas pelan. “Kata lo Ka Revano ada masalah bukan?” Natta diam. Lagi lagi Tata menang, gadis bertumbuh gempal itu selalu menyimpan ceritanya dengan baik. “Nggak mungkin bukan kalau Adam ada di sini sedangkan kaka lo di sana juga ada masalah? Dia nggak akan ninggalin kaka lo seperti yang pernah lo cerita. Adam selalu setia mengikuti kemana Ka Revano pergi!” Itu benar. “Nggak mungkin Adam di sini terus ngikutin lo kalau lo nggak ada alasan yang kuat dan selalu menggagalkan aksi lo sama si Irwin!” “Maksud lo?” Mata Natta bertemu dengan manik mata Tata. “Adam jatuh cinta sama gue maka nya dia ngikutin gue kaya gituh?” Tata kendikan bahunya, tidak tau akan hal itu. Tata bukan cenayang yang bisa membaca pikiran orang apa lagi orang itu Adam. “Mana gue tau. Kenapa lo malah berasumsi ke sana?” “Lalu apa alasannya selain itu?” “Mendingan lo telephone si hantu tampan itu deh, terus ajak ketemu. Lalu lo minta penjelasaan sama dia.” “Astaga. Nggak semudah yang lo katakan Ta. Adam itu irit banget bicara. Ketemu sama dia minta dia buat jelasin sama saja membuat gue emosi jiwa. Gue bakalan teriak-teriak kaya orang gila karena Adam itu susah banget di ajak ngomong!” Natta menghela sejenak. “Gue rasa itu cowok punya gangguan mental.” Natta mengingat pertama kali mereka bertemu. “Sejak pertama aku bertemu, dia nggak banyak ngomong cuman diem. Kalau nggak penting-penting amat dia nggak akan mau bicara!” “Lo kayanya kalau tanya sama dia itu pake emosi jadi dia nggak mau jawab. Coba kalau lo ajak bicara santai, pakai kelembutan dan mau bersabar menunggu dia mau bicara. Pasti dia mau menjawab kok. "Gue yakin hantu ganteng itu bukan pria yang gangguan jiwa, dia orangnya baik kalau aku lihat. Telephone gih, biar lo tau alasan dia kenapa.” Natta menghembuskan napas berat. “Mau telephone dia kemana? Gue nggak punya number telephone dia.” “Kalau begitu lo ke rumahnya.” Lagi lagi Natta menghembuskan napas beratnya. “Gue sama sekali nggak tau dia tinggal di mana.” “Tanya ka Revano kalau gitu.” Natta pandangi sahabatnya itu. “Nanti gue tanya deh sama Ka Revano. Tapi nggak sekarang, masalah si devil itu nggak terlalu penting buat gue. "Yang lebih penting si Irwin yang lagi ngambek. Sumpahnya, gue nggak tenang kalau dia ngambek kaya ginih. Nggak bisa tidur nyenyak nih gue nanti malem kalau si Irwin masih kaya ginih,” kata Natta dengan helaan napas pajang. Ya, hanya hanya ada di pikiran Natta saat ini adalah Irwin. Dia nggak mau cowoknya itu ngambek sampai lama. “Terserah lo deh!” Sepertinya apa yang tadi ia katakan pada sahabatnya itu nggak masuk. Natta malah nggak mau cari Adam buat minta penjelasaan tapi malah masih mau mikirin kekasihnya itu. Tata pandangi Natta, sebenarnya ia kasihan pada sahabatnya itu. Tapi ia harus bagaimana kalau nggak Natta sendiri kalau Irwin itu gimana. ‘Semoga lo tuh cepet sadar siapa Irwin sebenarnya, Nat.'
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD