Chapter 006

1128 Words
Chang Kyun berdiri dengan tatapan yang tertuju ke arah tembok. Bukan karena dia tertarik pada tembok di paviliun belajar Putra Mahkota, melainkan karena Putra Mahkota sendiri yang tengah berada di sana dan mencoba untuk memanjat tembok. Dia sudah gila! Berbeda dengan raut wajah Chang Kyun yang tenang, para dayang dan kasim yang berdiri di belakang Chang Kyun terlihat sangat pucat dan mereka menunjukkan wajah penuh kekhawatiran ketika Tae Hyung terlihat bersusah payah untuk memanjat tembok setinggi dua meter tersebut. Chang Kyun menolehkan kepalanya ketika merasa seseorang menarik lengan bajunya, dan dia mendapati Kasim Seo lah yang menarik bajunya dengan tatapan memohon. "Tuan Muda ..." gumam Kasim Seo dengan suara memohon. Chang Kyun kemudian mengarahkan kembali pandangannya pada Tae Hyung, kemudian berjalan menghampiri Tae Hyung dan berdiri tepat di samping sang Putra Mahkota. "Putra Mahkota, apa perlu hamba bawakan tangga?" "Jangan membuatku tertawa, jika aku memakai tangga apa bedanya dengan tidak melakukannya?" jawab Tae Hyung sembari tersenyum ringan. Chang Kyun tiba-tiba menjatuhkan lututnya tepat di hadapan Tae Hyung dan membungkuk, membuat Tae Hyung terkejut. "A-apa yang sedang kau lakukan?" "Jika Putra Mahkota tidak mau menggunakan tangga, gunakanlah punggung hamba." Tae Hyung menaikkan sebelah alisnya dan menatap heran ke arah Chang Kyun. "Apa boleh seperti itu?" "Boleh, Putra Mahkota." "Apa kau tidak apa-apa?" "Hamba baik-baik saja." "Benar?" "Putra Mahkota bisa mempercayai hamba." Perlahan Tae Hyung menaikkan satu kakinya ke atas punggung Chang Kyun dengan ragu-ragu. Apa Changkyun tidak apa-apa? Setelah berhasil menaikkan satu kakinya, Tae Hyung menaikkan satu kaki lainnya dan tampak Chang Kyun seperti tengah menahan napas. "Kau tidak apa-apa, Chang Kyun?" "Tidak" jawab Chang Kyun singkat. "Baik," lanjutnya dalam hati. Tae Hyung kemudian mencoba kembali memanjat tembok dan setelah beberapa waktu, karena bantuan dari Chang Kyun, dia akhirnya bisa naik ke atas. Para dayang dan kasim bertepuk tangan melihat senyum sumringah Tae Hyung. Tapi mereka tidak peduli dengan Chang Kyun yang mengangkat kepalanya sembari memegangi pinggangnya. Tae Hyung berbalik dan melihat para dayang serta kasim. Tapi karena kurang hati-hati, dia kehilangan keseimbangannya dan langsung terjatuh di luar tembok paviliun belajarnya, membuat semua orang terkena serangan jantung. "Putra Mahkota ..." pekik Kasim Seo. Chang Kyun yang belum tahu apa yang terjadi mendongak dan membulatkan matanya ketika tidak melihat Tae Hyung. Tanpa pikir panjang, dia langsung melompati tembok tersebut. Begitupun para kasim dan dayang yang langsung berlari ke arah pintu keluar dengan panik. "Putra Mahkota tidak bisa menghadiri pertemuan hari ini karena kesehatannya sedikit menurun." "Sebenarnya punggungku sakit, Changkyun." °°°° Hwa Seung dan Hwa Jung berpamitan pada bibi untuk melanjutkan perjalanan. "Terima kasih sudah mengizinkanku untuk menginap di sini," ujar Hwa Jung sembari menundukkan kepalanya. "Ahh ... Agassi tidak perlu bersikap begitu ... justru aku yang berterimakasih padamu karena sudah mau membawa Yeo Wol." Hwa Jung hanya tersenyum menanggapinya. Setelah insiden pagi tadi, Hwa Seung tidak ingin menunda-nunda kepulangan mereka ke Hanyang. Dan Hwa Jung sendiri sudah memutuskan bahwa akan membawa Yeo Wol dan membiarkan gadis itu bekerja di kediaman ayahnya, mengingat keadaan di desa itu sangat berbahaya bagi seorang gadis muda seperti Yeo Wol. "Baiklah, kalau begitu kami pergi sekarang," ujar Hwa Seung berpamitan. "Bibi ..." Yeo Wol memeluk bibi sebelum pergi, seakan berat untuk meninggalkan bibinya sendiri. "Sudah, sudah. Sana, pergi sana! Bukankah kau sangat ingin pergi ke Hanyang? Nanti akan kukatakan pada kakakku bahwa anaknya sudah bahagia sekarang, jadi dia tidak perlu khawatir lagi," ujar bibi sembari menepuk punggung Yeo Wol sebelum melepas pelukannya. "Bibi jaga diri baik-baik dan jangan sampai sakit." "Aku tahu, aku tahu ... pergi sana, sudah jangan menangis." Si bibi mengalihkan pandangannya pada Hwa Jung. "Agassi, tolong jaga anak ini baik-baik. Dia sebenarnya anak yang baik." "Bibi tidak perlu khawatir, dia akan baik-baik saja jika tinggal di rumah Bangsawan Shin," ujar Hwa Seung seakan ingin menenangkan bibi. "Kami pergi dulu, jaga dirimu baik baik." Hwa Seung dan Hwa Jung menundukkan kepala sekilas sebelum pergi. Yeo Wol sesekali menoleh ke belakang sembari melambaikan tangannya pada bibi dan berjalan di belakang Hwa Seung serta Hwa Jung menyusuri jalan setapak yang membimbing mereka menyusuri kaki gunung Jiri. Perjalanan ke Hanya dimulai. °°°° Rombongan Kelompok Pedagang yang diketuai oleh Ketua Park tengah dalam perjalanan menuju Hanyang. Kebanyakan dari mereka membawa keranjang ataupun sesuatu seperti gulungan besar yang dibungkus dengan kain dan ditaruh di punggung masing-masing. Dan dari keseluruhan anggota semuanya adalah laki laki kecuali Hwa Goon. Putri satu-satunya ketua Park yang juga ikut menjelajahi negeri bersama Kelompok Pedagang lainnya, sehingga penampilannya pun sedikit berbeda dengan para gadis seusianya karena setiap hari dia selalu membawa pedang dan rambut yang di ikat layaknya seorang prajurit wanita. Mereka tidak menggunakan kuda ataupun tandu untuk Hwa Goon, tidak ada layanan istimewa karena mereka sama-sama mengembara. Dan kali ini, mereka kembali ke Hanyang untuk menemui keluarga mereka yang sudah lama ditinggalkan. Hwa Goon yang berjalan di belakang ayahnya sejenak melihat ke arah belakang, sepertinya para rombongan sudah mulai kelelahan. Lagi pula medan yang mereka lewati terbilang cukup susah. Hwa Goon kemudian mempercepat langkahnya menyusul ketua Park. "Ayah ..." Ketua Park berhenti dan melihat ke arah anak perempuannya tersebut. "Ada apa?" "Sepertinya kita harus beristirahat di sini," ujar Hwa Goon sembari melihat ke arah rombongan yang tampak kelelahan. "Di sini?" Hwa Goon mengangguk. Ketua Park kemudian mengarahkan pandangannya ke sekitar dan melihat pohon-pohon yang berjajar rapi seakan berbaris menuju gunung. Tidak salah lagi bahwa mereka sudah berada di kaki gunung Jiri. "Baiklah kalau begitu." Ketua Park memandang ke arah rombongan dan berujar dengan lantang. "Semuanya, kita beristirahat sebentar di sini." Semua menjawab serempak dan mulai menurunkan barang bawaan mereka masing-masing. Hwa Hoon kemudian duduk di bawah pohon bersebelahan dengan ayahnya. "Apa Hanyang masih jauh dari sini?" tanya Hwa Goon. "Mungkin masih harus melalui beberapa desa dan hutan baru bisa sampai di Hanyang. Daerah ini sangat berbahaya saat malam. Lebih baik kita segera pergi dari sini setelah istirahat sebentar." Hwa Goon mengangguk, dan seulas senyum itu terlihat di paras cantiknya ketika pandangannya menemukan para anggota Kelompok Pedagang yang tengah beristirahat sembari saling melontarkan candaan. Meski kehidupan mereka sangat keras, mereka masih bisa tersenyum dan memperlihatkan kebahagiaan di wajah mereka. Hwa Goon merasa beruntung terlahir di antara orang-orang seperti itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD