Prolog
Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat. Namun, dalam semalam ... hubungan yang lama terjalin itu kandas tanpa toleransi.
"Na--"
"Berhenti di sana, sekali kamu melangkah ..." maka berakhir sudah. "Mati," ancamnya.
Dia menekan kuat-kuat geraham seiring dengan tekanan yang sama kuatnya pada gunting di batang lehernya. Ina, dia melakukannya. Menancapkan pucuk gunting kepada diri sendiri yang demi Tuhan ...
"Na ... please."
Lelaki itu memohon. Sedang suara lain mengudara penuh isakan. Sepatah kata pun tak ada yang sukses membuat Ina gentar, bahkan tatapan matanya justru ... Ina jijik, teramat jijik.
"Turunkan, Na," pintanya, lembut sekali tutur kata pria itu.
Mata Ina berkaca-kaca, berjanji bahwa ini adalah waktu terakhir tangisnya membanjir. Janji.
Dulu.
Saat gelar Magister berhasil dia genggam, di waktu undangan pernikahan siap disebarluaskan. Namun, dulu ... dalam semalam sukses lelaki itu hancurkan.
Ingat sekali, tatapan Ina tajam pada mereka. Kepada seonggok daging perempuan tanpa pakaian, menangis, meminta ampunan. Juga pada seorang lelaki hina yang sama-sama tak berbusana.
Oh, bagaimana bisa?
"Harus dengan dia?"
Kecil, lirih sekali. Ina bicara. Yang sudah Ina turunkan gunting dari potongan lehernya, dari sana setidaknya Ina melihat lelaki berengsek itu melonggarkan napasnya. Apa berhak?
"Mbak--"
"INA!"
Gunting itu terlempar berang, tanpa menoleh, Ina yakin guntingnya meluncur nyaris mengenai perempuan yang baru saja memanggilnya 'Mbak'. Sungguh, mengerikan.
Melihat lelaki yang namanya tercetak di kertas undangan bersama dirinya, melindungi perempuan yang seharusnya menjadi adik ipar. Sialan!
Serial televisi macam apa yang mencoreng hidupnya?!
Hingga tanpa kata, biarkan, Ina melangkah dari sana ... pergi. Sejauh mungkin dia akan pergi meninggalkan kehidupan yang mencemarkan nama kenangan dalam hidupnya ini.
Oh.
Sudah berakhir.
Di empat tahun lalu sebelum hari ini tiba. Dia ...
Inarena Dwita Renjana.
Bagus sekali bukan, nama itu?
'Ya, namaku.'
Yang hari ini disebut secara lengkap berikut binti Manureksa Renjana beserta jajaran maskawinnya oleh seorang yang disebut ...
"Agradena Dirgantara."
"Saya, Bu."
"Sudah pernah saya katakan, bukan? Letakkan titik dan koma pada tempatnya, perhatikan typo pada setiap paragrafnya, tulislah sesuai KBBI, hal-hal kecil seperti itu saya perhatikan. Kamu ... kalau masih mau dibimbing oleh saya, silakan, pelajari bahasa Indonesia dengan baik dan benar agar skripsi kamu sekiranya layak untuk saya kawal sampai sidang!"
Ah, iya ...
Siapa yang sangka, jika di masa depan, mahasiswa bimbingan itu adalah suaminya? Lantas, menurut kalian ... apa kabar kehidupan Inarena di setelah nama dan bintinya Agra sebutkan?
***
#Selamat datang, akan diupdate rutin setelah Acc. Silakan tap love dulu aja.
