Bagian 1 : Mimpi

2637 Words
Di balkon kamarnya, Ruby terlihat hanyut dengan matahari yang mulai terbenam menyisakan cahaya kuning kemerahan yang sangat indah di pandang mata. Ruby yang melihatnya pun hanya bisa mengulas senyum bahagianya karena setelah sekian lama akhirnya ia bisa melihat matahari terbenam kembali secara langsung. Ia mengamati sekelilingnya. Di tempat itu, entah mengapa Ruby merasa sedikit aneh. Ia hanya berpikir kenapa waktu disini berlalu begitu cepat? Padahal rasanya baru kemarin ia dapat merasakan salju dan badai setelah sekian lama. Ia pun tersenyum tetap mencoba untuk beradaptasi dengan baik disana karena tidak akan ada yang tahu entah apalagi yang akan ia temui selama ia tinggal di sana selain werewolf. Langit kian semakin gelap hingga sunset dihadapannya kini telah menghilang dan hanya menyisakan bekas cahayanya saja di ufuk Barat. Ruby pun memejamkan mata sejenak sebelum masuk kembali ke dalam kamarnya. "Terima kasih Tuhan untuk pertama kalinya aku merasa bahagia dan suara angin yang bahkan tak sempat aku dengar kini kembali terdengar sampai ke telingaku. Dan juga maafkan aku.. Aku telah berprasangka buruk karena aku pikir aku akan mati kala itu." "Queen". Ruby pun menoleh, melihat kedatangan Aiden yang tersenyum lebar padanya lalu memeluk Ruby seraya menghirup tengkuk gadis itu barang sejenak. Merasa canggung dengan perilaku Aiden membuat Ruby terdiam karena belum terbiasa dengan tingkah Aiden yang terkadang bersikap possesif padanya. Dia masih bingung harus bersikap seperti apa pada pria itu sebab Aiden merupakan pria pertama yang berani memeluknya setelah ayahnya, Alexander. "Jadi kamu akan tetap disini kan, Queen?" Gadis itu pun tersenyum lalu mengangguk kecil. ===Flashback=== Di tengah keheningan malam yang kian menggelap, Ruby kembali mengendap diantara remang-remang kegelapan Pack tersebut. Hal itu jelas membuat pelariannya terasa jauh lebih mudah dari bayangannya. Tap.. Tap.. Tap. Tetapi tiba-tiba derap langkah kaki seseorang kini terdengar begitu menggema di sekitar lorong, membuat Ruby yang tengah bersembunyi di balik patung besi seorang ksatria menjadi sedikit ketakutan. "Ya Tuhan, bantu aku. Semoga tidak ada yang melihatku karena aku tidak mau tinggal dengan orang-orang seperti mereka." Tap.. Tap.. Tap.. "Aku mohon. Aku mohon. Aku hanya ingin keluar dari sini." Tap.. Tap.. Tap "Kenapa suaranya semakin mendekat?" "Siapa disana? Aku merasa mencium bau-" "Kau?! Apa yang kau lakukan disini?" "Alpha, maafkan hamba tadi ada sesuatu yang men-" "Kembalilah ke tempat mu." Pelayan itu pun mengangguk patuh lalu meninggal sang Alpha. Di sisi lain, Keringat dingin di tubuh Ruby kian membasahi dirinya. Ia mengenal suara orang yang menyuruh pelayan itu pergi dari sini tetapi ia masih bingung siapa itu Alpha? Apakah Alpha dan werewolf yang Ruby maksud adalah orang yang sama? Entahlah. Bukannya merasa lega karena pelayan yang hendak memergokinya teleh meninggalkan tempat itu, tetapi entah mengapa Ruby malah merasa semakin ketakutan disana. "Apa aku harus melarikan diri sekarang? Bagaimana jika nanti aku ketahuan oleh Alpha?" Dan anehnya untuk sejenak ia merasa tak nyaman, seperti ada seseorang yang sedang memperhatikannya. "Tunggu". Ruby pun menengadah ke atas kemudian ia berteriak karena terkejut hingga tubuhnya terjatuh ke lantai. "Sayap? ... K-KAU TERBANG?" Dengan sigap Aiden pun segera turun dan menghampiri gadis yang kini tengah menatapnya horor seperti itu. Kali ini ia tidak tersenyum melainkan merasa kecewa. "Kamu sedang apa Queen?" Setelah membantu Ruby berdiri ia memegang kedua pundak Ruby dengan lembut dan menatapnya intens. "Apa aku membuatmu tidak nyaman?" Ruby yang sedari tadi masih terkejut kini hanya mengangguk kecil lalu menunduk lemah. Mengingat traumanya tinggal dengan seseorang yang memang bukan seorang manusia membuatnya sedikit takut."Aku-" "Apa yang harus aku lakukan agar kamu tinggal bersamaku disini, Queen? Kamu tidak bisa meninggalkan aku disini karena aku membutuhkanmu, Pack- ku membutuhkan seorang Luna. Dan aku mencintaimu karena itu aku tidak bisa melepaskanmu." Ucap Aiden lemah. Suaranya terdengar parau seolah merasa sesak akan sesuatu. Dia pun merapikan anak rambut Ruby yang menutupi wajah gadis itu lalu menghirup tengkuk gadis itu sangat lama hingga membuat Ruby akhirnya berani melerai pelukan pria itu. "Aku takut. Kau tidak bisa memaksaku untuk tinggal disini, Aiden." Dan untuk kali pertama, gadis itu memanggil Aiden dengan namanya bukan dengan Kau lagi. Pria itu memejamkan matanya ada sesuatu yang membuncah di dalam hatinya, ia tahu itu apa. Ia pun tersenyum. "Queen. Kamu tidak percaya padaku? Aku hanya ingin bahagia denganmu dan menghabiskan sisa umur kita bersama. Aku juga tidak akan pernah menyakitimu dan akan selalu melindungimu. Dari apapun yang kamu takutkan. Apapun itu, Kamu harus percaya." Seakan terhipnotis mata emerald itu, akhirnya gadis itu mengangguk dan memeluk Aiden seraya menangis setelah menatap pria itu sangat lama. "Baiklah, kita ke kamar sekarang." ===Flashback end.==== Ruby menatap Aiden sejenak kemudian ia tersenyum. " Baiklah, aku tidak akan meninggalkan mu, Aiden." Pria itu pun langsung memeluk Ruby sangat erat hingga membuat mereka tersenyum bersama pada akhirnya. "Baiklah segera turun, untuk makan malam, Queen." Lagi-lagi Ruby menggangguk."Aku akan mandi sebentar." Kini giliran Aiden yang mengangguk kemudian pergi meninggalkan kamar setelah ia mengusap rambut gadis itu lembut. Setelah beberapa menit berada di kamar mandi, Ruby pun keluar dan langsung disuguhkan oleh gaun indah berwarna merah cantik didekat ranjang King sizenya. Ruby terlihat tak percaya. "Ya Tuhan, Apa ini adalah milikku? Ini sangat indah. Darimana mereka mendapatkan gaun seperti ini?" Aiden POV Beberapa menit kemudian.. Tap.. Tap.. Tap Suara sepatu itu begitu menggema membuatku menoleh dengan sengaja. Aku mengerjap beberapa kali bahkan jantungku kini berdetak lebih cepat dari biasanya. Sungguh bagai pahatan Dewi Yunani, tidak! Dia bahkan lebih cantik dari dewi-dewi itu. Dia benar-benar terlihat sangat sempurna. Kulihat Ruby dengan anggunnya menuruni tangga, berhasil membuatku menahan napas untuk sejenak, hanya satu kata yang kini terlintas dalam pikiranku. Dia terlihat seperti malaikat. Tanpa ku sadari, kini Ruby telah mendekatiku yang masih terkejut dengan penampilannya yang begitu memukau di mataku."Queen." "Maafkan aku, telah membuatmu menunggu, Aiden". "Tidak apa-apa,Queen. Duduklah," Ia pun duduk tepat berada di hadapanku. "Queen, apa kamu mau menemaniku jalan-jalan?" Gadis-ku tampak berpikir sejenak, membuatku menahan napas kalau-kalau dia menolak permintaanku. "Ya, baiklah." Aku pun tersenyum lega, syukurlah dia tak sampai hati menolakku. Setelah selesai menghabiskan makanan masing-masing, kami pun beranjak keluar pack. "Queen." "Iya?" "Kau ingin terbang atau aku gendong di punggungku dalam wujud wolf?" "Waah, tumben sekali kamu menawarkan sesuatu yang adil seperti itu, Aiden?" ejek wolf-ku, Dave. Sontak, Ruby menatapku diam dengan pandangan.. takut? Err, memangnya aku terlihat mengerikan? Kenapa dia jadi terlihat begitu takut padaku? "Aiden. Apa mungkin dia masih belum siap melihatku?" "Aku tidak tahu." balasku memindlink Dave. Hening. "Apa yang sebenarnya ada di pikiran gadis itu?" "A-apa yang harus aku katakan padanya? Aku sendiri belum siap untuk melihat makhluk mitos itu. Lalu apa katanya tadi? Terbang? apa ada ya werewolf sepertinya bisa terbang? Atau dia memang sedang bercanda?" Ruby membatin. "Terbang?" putusnya seraya menundukkan kepalanya. "Queen.. Tatap mataku. Apa kau takut pada wolf-ku, Dave?" dengan pelan, Ruby pun mengiyakan. "Maafkan, aku. Beri aku sedikit waktu lagi, Aiden." Dengan berat, aku pun menghela napas lelahku. "Benar. Dia masih belum menerima-ku, Aiden!" Aku merasa iba pada wolf ku tapi aku sendiri tidak bisa berbuat apa-apa dengan keputusannya. "Baiklah." Satu detik kemudian, aku melebarkan kedua sayap-ku lalu menggendong Ruby ala bridal style. Sejenak ia terdiam kaku, seolah masih terkejut dengan kedua sayapku. "Aiden, kau mau mengajakku kemana?" Aku pun tersenyum kecil. "Ke tempat.. Yang belum pernah di jamah oleh siapa pun kecuali aku." Author POV Tempat itu terlihat sangat menakjubkan. Siapapun pasti akan betah berlama-lama disini, banyak makhluk kecil yang terbang kesana kemari seperti peri dan lainnya. Juga makhluk air yang melompat sesekali ke udara, seperti.. Hmm entahlah hanya Aiden yang tahu makhluk apa itu. Kedua mata Ruby tampak berbinar. Seperkian detik kemudian, ia pun meloncat bahagia."Luar biasa! Tempat ini sangat sangat indah, Aiden. Aku sangat menyukainya apalagi air itu warnanya violet, warna kesukaanku!" Melihat hal itu, senyum Aiden terlihat semakin lebar. Tangannya pun sudah berapa kali mengacak-ngacak rambut Ruby gemas. "Queen, kau menggemaskan sekali". Ruby yang masih tersenyum bahagia pun mengalihkan pandangannya pada Aiden namun dahinya terlihat di kerutkan. "Aiden, kenapa warna matamu jadi kuning?" Aiden pun menghela napas panjang lalu memeluk Ruby sangat erat. "Queen, aku Dave. Sisi serigalanya Aiden." "Ba-bagaimana bisa-" Mata Ruby masih melebar dengan sempurna, mulutnya pun belum terbuka. Apa mungkin ia masih belum siapa bertemu Dave? Tidak, Ruby hanya terkejut karena bagaimana bisa ada hal-hal seperti itu di dunia ini. Dave mengangguk pelan. "Aku mengambil alih tubuh Aiden, Luna. A-apa kau masih takut pada-ku?" Ruby pun terdiam. "Kenapa kau masih belum menerimaku? Kau tahu.. Aku sangat mencintaimu, Luna. Aku mohon, jangan takut pada-ku. Mengetahui fakta kalau kau takut pada-ku, itu membuatku sakit." Lagi-lagi Dave menghela napas panjang dan matanya terlihat berkaca-kaca. Melihat Dave seperti itu, naluri Ruby pun tergerak. Tangannya terulur memeluk leher Dave erat. "Maafkan aku, Dave". Laki-laki itu pun memejamkan matanya, merasakan kenyamanan yang tengah ia rasakan. "Maafkan aku." Dave pun tersenyum lalu melerai pelukan itu. "Aku sudah memaafkan mu, Luna. Tapi mulai sekarang, aku mohon.. Belajarlah untuk bisa mene-." "Ya, mulai sekarang aku akan belajar untuk mencintai mu juga, Dave." "Juga? Memangnya dia sudah mulai mencintaiku?" teriak Aiden tak percaya di kepala Dave. __ "Aiden, apa hanya tempat ini saja yang bagus?" Laki-laki itu pun menggeleng. "Tidak, sebenarnya masih banyak lagi pemandangan yang lebih indah dari ini, Queen. Ayo! Akan aku tunjukkan tempatnya." Mereka pun berjalan-jalan di sekitar tempat itu. Yang mana, semakin dalam mereka memasuki tempat itu semakin indah pula pemandangan yang di lihatnya. Lagi-lagi gadis cantik itu terlampau senang akan apa yang dilihatnya."Aiden, apakah itu peri? " tanya Ruby dengan mata berbinar-binar menunjuk makhluk kecil bersayap. "Ya, itu peri. Bukankah mereka tampak menggemaskan? " "Tapi tidak lebih menggemaskan dari Luna-ku." Suara Dave terdengar menggema di pikiran Aiden, membuat laki-laki itu merasa gemas sendiri karena wolf itu selalu saja mengganggu momennya bersama Ruby. "Ya, Kau benar," timpal Aiden datar. Sejenak, Ruby mengerutkan keningnya bingung. 'Kenapa dia?' Menyadari raut muja Ruby yang aneh, Aiden pun langsung tersenyum berusaha menutupi kekesalannya pada wolf pengganggu itu. "Apa kamu menyukainya, Queen?" Kemudian Ruby mengganguk setuju dan ikut tersenyum. Setelah membiarkan Ruby menikmati keindahan tersebut, Aiden mengajaknya kembali ke lain tempat. "Ayo, kita ke lain tempat". Ruby pun hanya mengikuti Aiden dengan ekspresi bahagia yang malahan terlihat seperti anak kecil dimata Aiden. 'Queen, kamu benar-benar sangat menggemaskan' pikirnya. "Ya, sampai rasanya ingin sekali aku mencium-mu, Luna-ku!" Mendengar hal itu, Aiden terlihat cemburu hingga untuk kesekian kalinya ia pun memutuskan mindlink nya sepihak. Ruby sepertinya mengira, jika Aiden akan membawanya ke suatu tempat yang lebih bagus lagi daripada tempat sebelumnya. Karena itu, ia terlihat antisias dengan ajakan Aiden. Setelah mereka sampai ditempat kedua, Ruby terlihat sedikit kecewa dan malah berharap bisa kembali lagi ke tempat semula karena tentu saja dihadapannya hanya terdapat sesuatu yang menyerupai jurang yang tak berdasar. "Aku yakin, Luna-ku pasti sedih jika kamu mengajaknya kesini, Aiden bodoh!" "Kau tidak tahu apa rencanaku, Dave!" gumam Aiden pelan seraya menyeringai puas. "Memang nya ap-" Secara sepihak Aiden pun kembali memutuskan mindlink nya. Tanpa sadar Ruby nampak cemberut, mengetahui tempat ini ternyata tak sebagus tempat sebelumnya. Lalu menatap Aiden dengan tatapan "apa maksudnya? kenapa kita kesini? Apa kau mau membunuhku dengan cara menghibur mangsa-mu dulu? " Alih-alih menjawab, yang ditatap malah menunjukkan ekspresi menahan tawa. Mungkin ada yang lucu? Tentu saja, kini raut wajah Ruby terlihat sangat menggemaskan hingga Aiden sendiri akhirnya meloloskan tawanya. Tawanya pun berhasil membuat Ruby kesal hingga ia berkacak pinggang lalu berbalik pergi meninggalkan Aiden tanpa sadar. "Hihi.. Queen, kamu mau kemana?" tanya Aiden yang masih dengan tawanya. Hening. "Memangnya kau tidak takut? " "Aiden bodoh! Luna-ku kecewa padamu!" Sontak, Ruby melihat ke sekelilingnya. Langit memang semakin menggelap hingga bulu kuduk yang tadinya normal-normal saja pun perlahan naik. Satu langkah, dua langkah, ti- 'Auuuuuuu' Entah kenapa tiba-tiba saja ada suara serigala di kejauhan. Hal itu tampak berhasil membuat Ruby berlari secepat yang ia bisa ke arah Aiden dan memeluknya erat seraya memejamkan mata. Sedangkan Aiden, kini tengah tersenyum menatap puncak kepala Ruby dengan sayang. "Aiden, harusnya kau berterima kasih padaku. Kau tahu? Aku lah yang membuatnya bisa memeluk mu erat seperti ini." "Apa maksudmu?" "Sebenarnya, tadi aku memindlink wolf lain untuk sekedar mendukung suasana yang mencekam ini. Auuuuu." Mendengar cerita wolf-nya itu Aiden pun rolling eyes. Namun, bukan Aiden namanya kalau ia berterima kasih pada Dave. Karena egonya sendiri lebih besar di banding yang lainnya. Suatu keberuntungan bagi Aiden, mendapat pelukan erat dari Ruby dibawah bulan yang mulai terlihat semakin jelas ditemani bintang-bintang. "Te-tentu saja, aku takut". "Baiklah, kau siap? ". "Apa? " "Terbang", Aiden memutarkan matanya gemas. Belum sempat Ruby merespon jawaban Aiden, Aiden dengan segera melesat ke langit menembus awan-awan yang menghalangi jalurnya dengan cepat hingga berhasil membuat Ruby mual. "Queen, kenapa kau seperti ini? Nikmatilah. Kau pasti menyukainya, ini sangat indah". "Kau melesat terlalu cepat, Aiden. Itu membuatku mual", seraya rolling eyes. "Baiklah, maafkan aku" Jawab pria itu seraya tertawa kecil. Ruby POV DEG. Senyum itu. Lagi-lagi dia terlihat sangat sempurna. Bagaimana bisa aku mendeskripsikan dirinya jika aku sendiri tidak tahu apa ada kata yang pantas untuk mewakili keindahan bak dewa tersebut? Lihatlah kulit pucatnya, begitu terlihat kontras dengan wajah dan rahangnya tegas, hidung mancungnya, mata tajamnya, dan rambutnya yang bahkan terterpa angin berhasil membuatku merinding seketika. Ah iya, sayapnya.. bagaimana bisa aku baru menyadari kalau kedua sayapnya- juga sangat indah, Ya Tuhan! Aaaargh! Ini benar-benar di luar kendaliku, mengapa juga jantungku kini terasa habis maraton berkilo-kilo meter hah? Semua ini harus di hentikaaan!! Aku pun menggelengkan kepalaku kencang, berharap pikiran yang rusak itu akan ikut berlalu bersama angin yang menerpaku. Tapi memang tak bisa aku pungkiri bahwa Aiden tampak lebih baik parasnya daripada dewa-dewa yunani yang tampan -sekali lagi mungkin-. Dan ya, betapa beruntungnya aku karena memilikimu, Aiden. Tunggu, sejak kapan aku mengakui dia jadi miliku? Ruby POV End "Queen.." Di sisi lain, Aiden tampak sangat aneh dengan tubuh Ruby yang melemas dalam pelukannya. Sedang dirinya? tadi malah sibuk mengomentari keindahan hamparan dibawahnya yang sangat indah pada Ruby yang tak mendengarkannya. "Queen, kamu tak apa?" bukannya menjawab, Ruby malah diam lalu tersenyum-senyum sendiri, siapa sangka bagi Ruby kini wajah Aiden lah yang lebih indah dibandingkan hamparan-hamparan dibawahnya yang sedari tadi memanggil Ruby untuk melihat betapa indahnya mereka dari atas sana. "Queen.. " "Queen, kau mendengarku? " "Ah, tidak! " sontak, hal itu membuat kening Aiden bertaut dan jangan lupakan satu alisnya yang terangkat seakan mengatakan 'ke.na.pa?' Dengan senyum canggungnya, Ruby pun memalingkan wajahnya. " Tidak-Hmm.. Tidak salah.. Ya, tidak salah aku ikut denganmu, Aiden" lanjutnya mengalihkan pembicaraan. "Karena semua yang kau tunjukkan pada ku sangat indah." Namun Aiden malah menghela napas lelah. "Queen, apa yang kau pikirkan? aku tahu kau sedang memikirkan yang lain tadi. Jangan suka mengalihkan pembicaraan, Queen." "Eh?" bukannya menjawab kini Ruby tampak diam memilah kata apa yang memang pantas diucapkan pada situasi seperti ini? "Aku ..". Ruby memilin baju bagian belakang Aiden yang tentu saja laki-laki itu menyadarinya. Dengan ekspresinya yang mengatakan - 'mana mungkin aku harus jujur? Aaargh! Itu sangat memalukan. Ayo, Ruby berpikirlah'- lalu gadis itu menarik napas panjang. "Aku hanya.. Hmm .. bahagia bisa menikmati waktu bersama mu seperti ini", gumamannya berhasil membuat Aiden mengelus rambutnya pelan dan kembali terkekeh . "Aku tahu kau memikirkan parasku tadi." Huuft, satu detik.. Dua detik.. Ruby mendongakkan kepalanya menatap lurus pada mata Aiden. Sayang sekali, ucapnya dewi fortuna sedang tak berpihak padanya, bukannya mencari jawaban yang tepat malah mempermalukan dirinya sendiri dengan berkata 'merasa bahagia bisa jalan bersama ditengah malam seperti ini.. Aishh, nya yang benar saja' Sejak saat itu Ruby pun menundukkan kepalanya dalam karena menahan malu. Setelah sampai di pack, Aiden langsung membawa Ruby dengan menggendongnya ala bridal style ke kamar karena takut jika Ruby masih merasakan mual karena penerbangan tadi. Penerbangan? Ruby sangat menyukai pemandangan yang ada didepannya namun ia merasa sangat sedih mengingat keadaannya dulu sebelum ia berencana melarikan diri dari rumahnya yang ada di Berlin, Jerman. Sehingga ia tidak terlalu menikmati keindahan hutan tersebut karena kini pikirannya sedang berkelana jauh dari tempatnya. Jauh sebelum ia melarikan diri, Ruby merupakan anak dari keluarga kaya yang terkenal karena kebijaksanaan ayah dan ibunya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD