The call

1009 Words
Beberapa hari berlalu ... Cruise termenung. Kedua kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Keadaan ini benar-benar menyiksanya. Ia merasa jadi manusia yang tidak berguna. Setiap hari, hanya Zizi yang selalu menemani dan merawatnya. Ia kini terdampar di Lunenburg sebuah kota pelabuhan di pantai selatan Nova Scotia Canada. Tinggal bersama dengan keluarga nelayan yang merupakan pendatang dari negeri tirai bambu. Tuan Zheng Yu, beliau adalah seorang kapten di kapal nelayan miliknya. Hidup bersama kedua anaknya yaitu Zach Yu dan Zizi  Yu. Istrinya Jesselin Lai sudah meninggal sejak lama. Jadi semua tugas rumah dikerjakan mereka secara bersama. Sesekali Zach Yu yang memasak, sebaliknya Zizi Yu juga bisa melakukan pekerjaan pria seperti membetulkan kran dan juga menangkap ikan. Ia bahkan seringkali ikut ayahnya melaut bersama kakaknya dan juga kru mereka. Tidak ada perbedaan antara pekerjaan pria dan wanita di antara mereka. Semuanya sanggup melakukan pekerjaan apapun. Benar-benar keluarga yang unik dan multifungsi. Suasana keluarga itu sangat nyaman dan hangat. Sesungguhnya, Cruise benar-benar merasa dianggap sebagai anggota keluarga oleh mereka. Tapi, kondisi Cruise yang tidak bisa melakukan apapun membuatnya merasa seperti benalu. Ia merasa menderita harus hidup gratis di rumah orang karena itu bukan sifatnya. Dan itu membuatnya menjadi seorang pendiam. Kedua kaki Cruise yang mengalami kelumpuhan membuat dia tidak bisa kemana-mana. Ia bahkan tidak bisa berjalan sendiri. Dan untuk menggunakan tongkat, ia berkali-kali jatuh sekalipun sudah mencobanya. Kondisi ini benar-benar menyesakkan hatinya. "Hari ini aku akan kembali membalurkan ramuan ini di kakimu," ucap Zizi sambil membawa semangkuk ramuan dan duduk di tepi ranjang Cruise. Cruise hanya bisa diam. Perlakuan keluarga ini sangat baik padanya, terutama Zizi. Ia terlihat sangat perhatian bahkan sepanjang hari, waktunya khusus dihabiskan untuknya. "Zizi, aku rasa sia-sia saja kau habiskan waktumu untuk merawatku. Kakiku ini tidak mungkin bisa sembuh hanya dengan dibaluri ramuan seperti itu. Itu harus dioperasi." Cruise mulai berbicara. "Ini pasti berhasil, hanya saja butuh sedikit waktu. Kau hanya harus bersabar saja, Cruise." Zizi mengangkat sedikit kaki Cruise lalu kembali membalurkan ramuannya. Cruise menggeleng dengan frustrasi. "Zizi! Sebaiknya hentikan! Sekarang dengarkan aku. Aku tidak bisa lama-lama untuk berada di sini. Aku harus segera kembali, seseorang sedang menantiku." Cruise berkata sambil mencegah tangan Zizi membalurkan ramuannya. "Kau mau kembali dengan cara bagaimana? Berjalan saja kau tidak bisa? Kau harus sembuh dulu, baru kau boleh pergi," ucap Zizi sambil menepis tangan Cruise yang menahannya. "Zi, telpon keluargaku. Katakan bahwa aku ada di sini. Mereka akan datang dan menjemputku."  Zizi terdiam sesaat lamanya sebelum ia menjawab. "Baik, aku akan menelpon mereka sesuai keinginanmu. Tapi ijinkan aku membalurkan ramuan ini dulu. Ini sudah dibuat, sayang jika tidak dipakai," ucap Zizi sambil kembali membalurkan ramuannya. Zizi menarik nafas berat. Ia tau Cruise mungkin tidak betah di sini sekalipun keluarganya sudah sangat baik dan menganggapnya sebagai anggota keluarga. Cruise memiliki kehidupannya sendiri bukan kehidupan nelayan yang sederhana sepertinya. "Aku mohon kau jangan turun dari ranjang ya? Ramuan ini hanya akan bekerja secara maksimal jika kau tidak bergerak sama sekali. Panggil saja aku jika kau membutuhkan bantuanku. Oh ya, tongkat ini sebaiknya aku singkirkan terlebih dahulu." Zizi berdiri dan mengambil kedua tongkat yang selama ini dipakai Cruise untuk berjalan. Tapi Cruise seperti tidak mendengar semua nasehat Zizi. Yang dia pikirkan hanya ingin segera keluar dari sini. Sembuh dan menemui Jillian secepatnya. "Kapan kau akan menelpon mereka?" tanya Cruise ketika Zizi sudah akan pergi. "Kau bisa telpon sendiri nanti, aku akan mengambilkan ponselku," ucap Zizi berusaha tersenyum. Jujur saja, hati Zizi seperti tidak rela Cruise akan pergi. Sejak kejadian malam penyelamatan itu, diam-diam Zizi mengagumi Cruise. Yah! Siapa gadis yang tidak kagum dengan pria jelmaan dewa sepertinya? Cruise dengan mudah mengisi hati Zizi. Sayangnya, hati Cruise tidak terisi oleh Zizi. Hatinya sudah dihuni oleh Jillian, kekasihnya yang ada di Montreal, yang pasti sangat mengkhawatirkannya saat ini. Kabar kecelakaan pesawat yang ditumpanginya itu pasti sudah didengar oleh Jillian. Dan kini, kekasihnya itu pasti sangat mencemaskannya. Dan Cruise merasa harus memberi kabar secepatnya. Membayangkan Jillian menangis, ia seketika merasa sedih. Zizi kembali masuk ke kamar Cruise dengan membawa ponselnya. "Telponlah sendiri," ucap Zizi sambil duduk di tepi ranjang Cruise. Wajah Cruise terlihat berseri. Dengan semangat ia langsung memencet nomor Jillian. Ya! Ia harus memberi kabar kepada kekasihnya itu jika dia masih hidup dan masih berada di Kanada. Bunyi beberapa kali deringan sebelum panggilannya terjawab. "Halo?" Suara lembut Jillian seperti menghasilkan titik titik embun di hati Cruise. Cruise terdiam, suara ini, sangat ia rindukan! Ingin rasanya ia memeluk dan mencium Jillian sepuasnya. "Halo? Siapa ini?" Suara Jillian kembali terdengar. "Siapa yang menelponmu?" Suara pria lain mengisi pendengaran Cruise dari seberang sana. Apakah itu Julian? "Aku tidak tau, dia tidak bersuara. Cruise? Apakah itu kamu?" Jillian kembali bertanya. Wajah Cruise seketika berseri. Jillian ternyata benar-benar masih mengharapkannya. "Iya, Sa ..." "Kenapa kamu masih memikirkannya? Sini!" Suara pria tadi kembali terdengar. "Halo? Siapa ini? Jangan iseng ya! Aku tidak segan-segan untuk ..." "Reyes!! Apa yang kamu katakan?" Suara Jillian terdengar panik. "Dengar malaikat cantikku. Stop hidup dalam imajinasimu. Kita bisa memulai hidup baru dan melupakan masa lalumu! Terimalah kenyataan bahwa dia sudah meninggal! Dan tidak perlu mengangkat nomor asing seperti ini!" Tuut! Tuut! Panggilan diputus sepihak. Hati Cruise yang tadinya berbunga seketika langsung gugur. Wajah Cruise seketika memucat. Jillian dengan Reyes? Pria itu ... kenapa bisa bersama dengan Jillian? Apakah hubungan mereka sudah jauh? Cruise kembali menatap kedua kakinya. "Cruise, ada apa? Kenapa?" Zizi yang melihat Cruise termenung jadi khawatir. "Terimakasih karena sudah meminjami aku ponselmu. Ini bawalah!" Cruise menyerahkan kembali ponsel Zizi ke dalam genggamannya. Zizi menatap ponselnya dengan tatapan bingung. Wajah Cruise terlihat sedih dan ia tadi tidak mengatakan apapun! Sebenarnya ada apa, ini? "Cruise ..." "Pergilah, Zi! Aku hanya ingin sendiri ..." Cruise berbaring dan memejamkan matanya. Hatinya begitu pedih. Membayangkan Reyes begitu berambisi untuk mendapatkan hati Jillian, ia sangat khawatir. Tapi ... melihat kondisinya yang seperti ini, ia pun merasa putus asa. Bisakah ia melebihi Reyes dalam membahagiakan Jillian? Mungkin tidak! Tapi ... ia juga tidak rela Jillian menjadi milik Reyes. Ok! Ia harus segera menemui Jillian. Ia ingin melihat sendiri reaksi Jillian ketika bertemu dengannya nanti. Apakah Jillian akan memilih Reyes atau tetap memilihnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD