Liora mencoba untuk tetap tenang, perlahan ia mencoba sedikit rileks dan melepaskan pikirannya tersebut. Ia mulai mengatur napasnya secara perlahan, dan kini sakit dikepalanya pun mulai mereda.
"Gimana sayang, udah mendingan?" tanya Tantenya.
Liora pun menjawabnya dengan mengangguk.
Tantenya pun tersenyum manis. "Yaudah, kalau begitu, kamu Makan dulu ya, minum obat, lalu istirahat ya. Kamu jangan terlalu banyak pikiran dulu sayang,”
Fika pun mengambilkan semangkuk bubur yang ia bawa tadi yang sudah ditaruh di meja kamar Liora. Ia pun mengambil sesendok bubur tersebut dan ingin menyuapi Liora.
Liora memegangi tangan tantenya “Tante gak usah, Liora bisa makan sendiri kok,”
Fika tersenyum dan memberikan semangkuk bubur itu kepada Liora. Liora pun mengambilnya lalu menyantap bubur tersebut dengan sedikit demi sedikit. Tantenya terus memerhatikan serta memandangi Liora, sontak matanya mulai berkaca-kaca.
Liora yang melihat tantenya seperti itu, ia pun menaruh bubur itu dimeja dekat dengan dirinya dan menyentuh tangan tantenya.
“Tante kenapa? Tante nangis?” tanya Liora
Fika mengusap kedua matanya lalu tersenyum kearah Liora. “Nggak papa sayang, udah kamu lanjutin lagi makannya ya,” ucapnya seraya mengambil semangkuk bubur itu dan diberikannya kepada Liora.
Liora pun melanjutkan memakan bubur tersebut.
Setelah Liora selesai makan dan meminum obat, tantenya pun menyuruh Liora untuk beristirahat. Fika beranjak dari kasurnya dan hendak meninggalkan kamarnya dengan membawa mangkuk dan obat Liora.
“Tante nggak apa-apa kan?” tanya Liora,
Tante Liora pun menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Liora lalu tersenyum. “Nggak apa-apa sayang, kamu istirahat saja ya,” Lalu berjalan keluar dari kamar Liora.
Saat menutup pintu kamar Liora, tantenya melihat kearah keponakannya itu. “Tante menangis karena sedih melihat keadaan kamu sayang.” batin sang tante, lalu tantenya pun pergi dan menuruni tangga.
Liora Pov:
Sebuah mobil berwarna putih tiba-tiba, mundur tanpa kendali. Aku yang meyaksikan kejadian itu pun langsung panik dan ketakuan.
Bibirku bergetar, dan keringat mengucur deras diseluruh tubuhku. Perlahan, aku melihat orang yang berada di dalam mobil tersebut. Betapa terkejutnya diriku, ketika aku tahu bahwa kedua orangtuaku yang berada didalam mobil tersebut.
Aku menyentuh tubuh mereka yang sudah tidak bergerak. Aku memanggil-manggil mereka. Namun, mereka tidak merespon apapun. Perasaan panik kian menyelimutiku. Airmata ku terus mengalir deras dipipi ku. Aku pun semakin menjerit memanggil mereka.
"Mamah, Papah ...."
Aku terbangun dengan napas yang terengah-engah dan keringat yang bercucuran seperti sehabis lomba lari.
“Mimpi apa gue?” gumamku.
Aku mencoba mengingat sejenak, mimpi yang baru saja aku alami. Aku pejamkan kedua mataku dan mencoba untuk mengingat semuanya.
“Liora, karena kamu sudah dewasa. Papah tidak mungkin berada didekat kamu terus, Papah yakin, kamu pasti menemukan sosok yang sama sayangnya seperti Papah menyayangi kamu.”
“Liora sayang, sekarang kamu sudah besar, dan harus tetap melanjutkan hidupmu.”
Prang!
Foto keluarga terjatuh, dan aku belum sempat membereskannya.
“Keluar sayang, cepat!”
“Nggak Mah, Liora nggak mungkin ninggalin Papah dan Mamah, Liora takut Mah.”
Mobil terguling dan masuk ke jurang. Aku pun menjerit histeris.
Aku membuka kedua mataku.
Kejadian itu terlintas jelas didalam pikiranku.
Mimpi yang baru saja aku alami, mengingatku pada tragedi itu. Aku ingat semuanya sekarang, hingga tak dapat menahannya lagi, butiran bening itu, terjun bebas di pipiku.
Aku mencoba untuk bangkit dari tempat tidurku dan menoleh kearah meja dikamarku. Dengan airmata yang masih terus mengalir, aku mencari foto keluargaku, yang ternyata sudah tidak ada lagi di dalam kamarku.
Aku yakin, pasti sudah dipindahkan oleh para asisten rumah tanggaku.
Dengan tubuh yang lemas, dan airmata yang bercucuran, aku mulai melangkahkan kakiku menuju ke pintu.
Secara tiba-tiba, aku merasakan sakit dikepalaku yang teramat dalam. Aku memegangi kepalaku, yang kurasa saat itu mau pecah.
Bola mataku berputar, dan aku merasa semua benda yang berada dikamarku pun ikut berputar diatas kepalaku. Semua yang kulihat menjadi gelap. Sakit di kepalaku membuatku tak dapat membuka mataku lagi.
Bugh!
Aku dapat merasakan tubuhku terjatuh, namun aku tak mampu untuk membuka kedua mataku, hingga aku pun tak dapat merasakan apa-apa lagi.
Sang surya telah bangun dan mengeluarkan sinarnya yang terang, Mamah Rio pun berjalan menuju ke kamar Liora.
Tok ... Tok ... Tok ...
Suara ketukan pintu itu, tidak membangunkan Liora yang sudah pingsan didepan pintu kamarnya. Tak mendengar suara sahutan dari dalam kamar Liora membuat tantenya mencoba untuk mengetuknya sekali lagi.
Tok ... Tok ...Tok ...
“Liora sayang, bangun ... Liora ....” panggilnya.
“Kenapa gak ada jawaban dari Liora ya,” batinnya dengan perasaan mulai panik.
Tok! Tok! Tok!
Tantenya terus memanggil Liora namun tetap saja tidak ada jawaban, perasaan panik pun mulai merasuki kedalam pikiran tantenya, akhirnya tantenya pun memanggil Rio dan suaminya untuk mendobrak pintu kamar Liora.
Mereka pun dengan segera mendobrak pintu kamar Liora.
Bruak!
Ketika sudah didobrak, benar bahwa Liora sudah tergeletak didepan pintu kamarnya. Dengan segera, Rio dan Papahnya pun langsung mengangkat Liora dan di bawa ketempat tidurnya. Tantenya pun mencari sesuatu agar dapat membangunkan Liora, semuanya pun panik akan keadaan Liora.
Beberapa menit kemudian, gadis bertubuh mungil itu mulai membuka kedua matanya secara perlahan, ia melihat ada tantenya yang tengah duduk disampingnya.
“Sayang syukurlah, kamu sudah bangun,” tutur tantenya seraya tersenyum kearah suami serta anaknya, mereka pun yang melihat Liora telah sadar bernapas lega.
Liora mencoba untuk duduk seraya memegangi kepalanya yang masih terasa sakit.
“Mamah sama Papah, mana tante?” tanya Liora dengan tatapan penuh dengan tanya tanya kearah tantenya.
Tantenya tidak dapat berkata apa-apa, ia hanya melihat kearah suami serta anaknya. Suami serta anaknya pun saling melihat satu sama lain mendengar pertanyaan dari Liora tersebut. Mereka pun hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan dari Liora. Semuanya hening, mereka hanya memerhatikan Liora.
“Jawab dong tante, om ... Rio. Mamah sama Papah kemana?” tanya Liora dengan wajah panik.
“Em, sayang. A-ada ... Mamah sama Papah kamu ada kok sayang,” jawab tantenya dengan nada terbata-bata
“Iya ... dimana tante. Liora mau ketemu Mamah sama Papah,” desak Liora seraya menggenggam tangan tantenya.
Tantenya pun terus mengelak pertanyaan dari Liora, ia tidak tega jika ingin menceritakan semuanya kepada keponakannya tersebut. Liora menghela napasnya, mata bulatnya mulai berkaca-kaca.
“Tante, Om. Liora udah inget semuanya, Liora inget, kalau beberapa waktu yang lalu, Liora pergi menuju kepuncak dengan Papah dan Mamah,” lanjut Liora yang mulai meneteskan airmatanya
Sontak, perkataannya tersebut, membuat semua yang berada di kamar Liora pun terkejut. Hingga tantenya pun mulai meneteskan airmatanya seraya terus memerhatikan keponakannya tersebut.
“Hiks, Liora juga inget. Kalau mobil yang Liora naiki bersama Mamah Papah itu masuk ke dalam jurang. Tante, Om. Sekarang, hiks. Mamah sama Papah mana?” Airmata Liora terus mengalir deras dipipi mulusnya.
Fika pun langsung menangis mendengar ucapan yang dilontarkan oleh keponakannya itu. Beliau langsung memeluk Liora dengan lembut, namun Liora segera menolak pelukan tersebut.
"Tante jawab Tante. Dimana Mamah dan Papah?" tanya Liora yang terus mendesak tantenya, ia bertanya dengan bercucuran airmata.
Semua yang berada disitu masih terdiam, mereka mencoba untuk menenangkannya namun, Liora tetap saja menanyakan keberadaan kedua orangtuanya sambil menangis.
“Ra, lo te-tenang dulu Ra,” ucap Rio yang juga sama sedihnya
Liora menoleh kearah sepupunya.
“Tenang lo bilang! Gue nggak bisa tenang, sebelum gue liat kedua orangtua gue, Rio. Tante jawab dong Tante, Om. Kemana Papah sama Mamah? Mereka baik-baik aja kan, mereka selamat kan, mereka pasti masih ada di rumah sakit kan. Mereka pasti nggak kenapa-napa kan?” desak Liora yang terus menanyakan pasal keadaan kedua orangtuanya.
Tidak tega melihat keponakannya seperti itu terus. Akhirnya Papah Rio pun akan menceritakan yang sebenarnya terjadi. Beliau menarik napasnya.
“Liora, Om akan mengatakan yang sebenarnya terjadi,” ucapnya.
Sontak hal tersebut membuat Mamah Rio menoleh kearah suaminya dan menggelengkan kepalanya. Papah Rio berjalan mendekat dan duduk diamping istrinya, “Apa pun yang terjadi, Liora harus segera mengetahuinya, Mah” bisiknya pada istrinya.
Liora tertegun “Apa Om? Mamah sama Papah kenapa?” tanyanya lirih
Viki menggengam tangan Liora dengan erat. “Liora, Om harap kamu bisa bersabar, dan kamu harus kuat ya sayang,”
Liora masih belum mengerti atas apa yang akan di sampaikan oleh omnya tersebut, namun baru mendengar perkataan itu saja, sudah membuat hati Liora terasa sakit.
“Liora, Ikhlaskan mereka. Ini mungkin memang takdir yang sangat menyakitkan buat kamu, begitu pun juga om. Tapi ... Om yakin, pasti kamu kuat menjalani ini semua. Karena ....”
“Om, apa yang terjadi dengan Mamah dan Papah?” potong Liora yang menghentikan ucapan omnya tersebut.
Sedangkan Rio dan juga Mamahnya, hanya terdiam karena tak kuat menahan kesedihan ini.
Papah Rio membuang napasnya secara perlahan. “Orangtua kamu telah di kebumikan, Liora” lanjutnya
Deg.
Perkataan serta penjelasan dari omnya tersebut membuat Liora merasa terpukul dan merasa bahwa itu semua hanyalah sebuah mimpi. Liora merasa bahwa saat ini hatinya tengah tersambar petir disiang bolong. Ia tidak bisa menerima kenyataan yang sebenarnya terjadi kepada dirinya.
"Nggak! Itu nggak mungkin," rintih Liora yang terus menggelengkan kepalanya
Tubuh gadis manis itu melemah, ia terus meneteskan airmatanya.
"Nggak! Itu gak mungkin! Aaaaa ...." Liora berteriak dan menangis histeris mendengar apa yang diucapkan oleh omnya tersebut.
Melihat Liora terpukul dengan itu semua, tantenya pun memeluk Liora sambil menangis dan meyakinkan Liora bahwa itu semua benar terjadi adanya. Sontak, Liora merasa bahwa kehidupannya kini suram dan sudah tidak ada lagi yang harus ia lakukan. Liora menangis sejadi-jadinya.
Hal tersebut membuat Rio, om, dan tantenya merasa sedih dan tidak tega melihat kondisi Liora yang seperti ini. Perlahan Liora melepaskan pelukan sang Tante.
"Kalau memang benar. Liora mau lihat, pemakaman Mamah dan Papah," pintanya dengan suara ter-isak.
Walaupun hati ini rasanya tidak tega, namun pada akhirnya Om dan tantenya pun mengiyakan permintaan Liora.
Mereka segera pergi menuju ke pemakaman tersebut. Saat berada di dalam mobil, Liora terus meneteskan airmata dengan tatapan mata yang kosong.
Orangtua Rio dan Rio pun saling melihat satu sama lain, mereka saling memberi isyarat tentang kondisi Liora itu. Tak butuh waktu lama, sampailah mereka ke tempat pemakaman yang dituju. Liora di tuntun oleh tantenya. Ia berjalan dengan tatapan kosong, dengan airmata yang masih terus mengalir di pipinya.
Setelah sampai di pemakaman kedua orangtuanya, Liora ditunjukan oleh om dan tantenya bahwa disitulah kedua orang tuanya dimakamkan, terlihat oleh Liora ada nama Mamah dan Papahnya yang berdampingan di batu nisan tersebut.
Hembusan angin dan beberapa daun yang berguguran mewakili perasaan Liora yang terpukul kala itu, ia merasa tidak percaya dan merasa ini hanyalah sebuah mimpi dan bukan kenyataan.
Gadis yang memilki bulu mata lentik itu terus menggelek-gelengkan kepalanya, seraya terus meneteskan airmatanya.
Hatinya hancur sehancur-hancurnya, menerima kenyataan yang sebenarnya. Ia tidak pernah tahu bahwa hari itu adalah hari terakhir dirinya bertemu dengan kedua orangtuanya, kalau saja ia tahu, pasti ia tidak akan pergi ke puncak pada hari itu.
“Nggak, itu gak mungkin. Itu bukan Mamah dan Papah, itu semua bohongkan om, tante,” tangis Liora seraya memegang tangan om dan tantenya, namun om dan tante Liora hanya terdiam dan menangis mendengar perkataannya.
“Kenapa semuanya diam! Rio jawab Rio, lo gak mungkin bohongkan lo sepupu gue, itu semua gak bener kan Rio?” tanya Liora dan semakin deras airmata yang mengalir di pipinya.
Rio hanya terdiam dan mencoba menahan airmatanya.
Melihat semuanya hanya terdiam, ia pun berlari dan meninggalkan om, tante serta Rio di pemakaman tersebut. Ia terus mengingat perkataan kedua orangtuanya.
Liora tidak pernah tau, bahwa kata-kata Mamah dan Papahnya untuk menjaga diri sendiri itu bukan hanya nasehat biasa, itu adalah pesan terakhir dari kedua orangtuanya dan juga hari terakhir ia bertemu dengan kedua orang tuanya.
Kata-kata itu terus menghantui pikirannya. Liora pun menyalahkan dirinya sendiri, kalau saja saat itu ia tidak turun dari mobil, maka kejadiannya mungkin tidak seperti ini.
Rio dan Papahnya mencoba untuk mencari Liora, sedangkan Mamahnya menunggu dimobil, kalau saja Liora kembali ke mobil. Rio dan Papahnya berpencar. Rio selalu mengkahwatirkan Liora, terlebih Liora adalah sepupu satu-satunya yang ia sayangi, ia berpikir tidak mungkin Liora bisa berlari jauh karena kondisinya yang belum cukup pulih.
Rio dan Papahnya terus mencari Liora dan menanyakan kepada orang – orang disekitar tempat itu.
Drap ... Drap ... Drap ...
Liora yang terus berlari, akhirnya mulai lelah. Ia tidak tahu seberapa lama dan seberapa panjang dirinya terus berlari, tiba saatnya kakinya mulai melemah dan ia sudah tidak kuat lagi untuk berlari.
Akhirnya, secara tidak sengaja ia menabrak seorang laki-laki yang tengah memotret pemandangan di tempat itu.
Bruak ...