bc

Tespek Pembantuku

book_age18+
149
FOLLOW
1.0K
READ
playboy
scandal
drama
tragedy
suger daddy
small town
affair
polygamy
like
intro-logo
Blurb

"Tespack siapa ini?" gumam Intan saat menemukan alat tes positif-negatif kehamilan itu.

***

Intan tidak pernah menduga bahwa anak dari tetangganya di kampung bisa dengan teganya merebut suaminya diam-diam.

Niat baik tulusnya yang ingin membantu anak tetangganya itu kini malah berujung petaka dan menjadikan rumah tangganya dengan Ricko porak poranda.

Ani yang awalnya Intan tempatkan menjadi karyawan di Tokonya malah memilih menjadi pembantu saja saat Intan dan Ricko baru kehilangan salah satu pembantu di rumahnya.

Ternyata modus Ani memilih untuk menjadi pembantu di rumah Intan adalah agar bisa menggoda suami majikannya tersebut.

***

Kisah selengkapnya bisa kalian baca di buku ini ....

chap-preview
Free preview
1. Menemukan Tes Pack
Sore itu Intan yang sudah pulang dari kantor segera bergegas masuk ke dalam rumah dengan sangat tergesa-gesa sebab sebentar lagi mobil truk pengangkut sampah sampai di depan rumahnya. Terang saja wanita itu segera masuk ke dalam rumah karena di dekat tong sampah luar pintu pagarnya tidak ada kantung sampah yang tergeletak. "Sore, Ma," sapa Ilham anak bungsu Intan yang saat ini sedang menonton televisi di ruang tengah. "Sore, Sayang." Brukk! Tas kerja Intan dia letakkan di salah satu sofa ruang tengah dan ibu dari dua anak itu langsung melangkah lagi ke ruang dapur rumah ini. Ilham pun turut serta mengekor di belakangnya karena anak kecil itu ingin selalu berdekatan dengan ibunya sebab waktu kebersamaan mereka hanyalah sedikit saja. "Kakak di mana, Dek?" tanya Intan yang tahu bahwa anak bungsunya sedang mengikutinya. "Kakak belum pulang, Ma. Hari ini kan jadwal les bahasa Inggris-nya kakak." "Oh, iya." angguk wanita dewasa itu yang baru teringat akan fakta itu. "Haish," desah Intan saat melihat kantung-kantung sampah berisi sampah belum dikeluarkan oleh Bi Ijah ataupun Ani. "Kayaknya Bi Ijah dan Ani lupa ngeluarin sampeh deh. Duh lha~" gerutu Intan sembari memasukkan sampah-sampah yang ada di semua tong sampah yang belum dikantungi ke dalam sebuah kresek hitam besar. Setelah selesai mewadahi semua sampah itu, Intan segera mengangkat kantung sampah lainnya untuk dibawa ke luar. Namun naas karena terlalu terburu-buru membuat salah satu kantung kresek terlepas dari genggaman ibu dua anak itu dan sampah-sampah yang ada di dalam kantung kresek berserakan keluar karena ikatan talinya tidak terlalu kencang. Intan bergegas memunguti sampah yang berceceran, tapi gerakan tangannya tiba-tiba terhenti saat kedua matanya melihat ada sebuah tes pack yang tergeletak diantara sampah-sampah itu. "Tes pack?" gumam Intan dengan kening yang berkerut. Benda pipih kecil yang memanjang itu pun Intan ambil dan ada dua garis warna merah tercetak di sana. "Tes pack siapa ini?" Intan bertanya-tanya dalam hati. "Kalau punya Bi Ijah tidak mungkin," sangkal Intan. "Bi Ijah kan sudah tidak bisa hamil lagi. Selain itu Bi Ijah juga tidak mungkin membuang tes pack di dalam tong sampah rumah ini. Dia kan pulang pergi." Intan mulai berpikir kembali, "Ataukah ini punya Ani?" ucap wanita dewasa itu pada akhirnya yang kini menaruh rasa curiga kepada pembantu muda di rumahnya ini -yang merangkap menjadi pengurus ayah mertuanya yang sudah lanjut usia. "Kenapa, Ma?" tanya Ilham bingung karena ibunya hanya bengong terdiam sembari memegang benda yang tidak dia kenali itu. "Ah nggak apa-apa, Sayang," jawab Intan yang tidak mungkin jujur kepada anak bungsunya tentang hal yang sebenarnya. "Beneran nggak apa-apa? Kok wajah Mama kayak pucat pasi gitu," ungkap Ilham. Tit! Tit! Tit! Untung saja suara klakson mobil pengangkut sampah menyelamatkan Intan dari pertanyaan anaknya yang sungguh sulit untuk dijawab oleh ibu dua anak itu. "Truk sampahnya udah dateng. Mama ke depan dulu ya, Dek," pamit Intan yang kini mulai segera memasukkan tes pack yang dia pegang ke dalam saku jas-nya. Semua sampah yang masih berserakan segera dipunguti oleh Intan tanpa merasa jijik sedikit pun karena dia sedang diburu waktu. Intan segera berlarian keluar rumah sembari membawa beberapa kantong plastik besar berisi sampah dengan sedikit kepayahan karena bobotnya lumayan berat. "Ini, Pak." Intan menyerahkan kantong plastik sampah itu ke petugas yang bertugas mengangkut sampah hari ini. "Lho kok malah Ibu yang keluarin sampahnya?" tanya Sapri petugas pengangkut sampah yang usianya sekitar dua puluh limaan. "Lagi nggak ada orang dewasa di rumah," jawab Intan. "Bi Ijah udah pulang kan. Dan sepertinya dia lupa mengeluarkan sampah ke luar rumah tadi siang." "Lha kalau Ani ke mana?" tanya Sapri yang kini mulai melongok sedikit ke area dalam pintu gerbang untuk mencari gadis pujaannya itu. "Mbak Ani lagi ke super market," jawab Ilham yang memotong ucapan ibunya. Tadi agak sorean Ilham memang dipamiti oleh Ani karena pembantu itu harus berbelanja. Untung saja Ilham terbiasa ditinggal sendirian di rumah sederhana ini sehingga tidak takut jika hanya sendirian saja di rumah. "Oh," angguk Sapri mengerti. "Kalau gitu saya permisi ya, Bu. Saya mau lanjut lagi," pamitnya. "Iya, silakan Mas." angguk Intan mengijinkan. "Tarik, Bro!" teriak Sapri ke arah sang supir truk sampah. Brum! Brum! Brum! Mobil truk pengangkut sampah itu pun mulai melaju kembali. "Makasih ya sudah ditungguin!" ucap Intan berteriak karena tadi dia lupa mengucapkan terimakasih kepada para petugas pengangkut sampah itu. Besok adalah hari libur panjang, jika hari ini sampah di rumah Intan tidak segera dikeluarkan, maka akan sangat menumpuk setelah tiga hari ke depan, sebab para petugas pengangkut sampah itu ikut libur juga saat tanggal merah. "Yuk, Dek! Kita masuk ke dalam," ajak Intan pada anak bungsunya. Sepanjang perjalanan masuk ke dalam rumah, Intan bertanya kepada anaknya kok bisa ditinggalkan sendirian saja di rumah ini. "Kerabatnya Bi Ijah ada yang meninggal, Ma. Kebetulan kerabat dekat juga. Adek nggak tega kalau nahan Bi Ijah terlalu lama di rumah ini. Jadi Adek minta Bibi buat pulang duluan saja. Toh sebentar lagi Mama pulang kan." Intan menghembuskan napas pendek karena bingung harus marah atau memakluminya. Meski Ilham adalah anak yang pintar, tapi tetap saja meninggalkan anak kecil sendirian di rumah cukup mengkhawatirkan juga. "Lain kali kalau ada kejadian seperti ini, Adek langsung telepon Papa ya! Biar Papa cepat-cepat pulang," saran Intan pada anaknya. "Tadi aku udah telepon Papa kok, Ma. Tapi nomor teleponnya nggak diangkat," adu Ilham. "Huft," lagi-lagi Intan hanya bisa menghela napas saja. *** Ibu dan anak itu saat ini sudah masuk kembali ke dalam rumah, Ilham memilih untuk kembali nonton televisi di ruang tengah, sedangkan Intan saat ini sedang mencuci kedua tangannya di ruang dapur. Pikiran Intan melayang memikirkan tes pack yang baru saja dia temukan itu. Rasa waswas mulai merasuk dalam relung hatinya karena setahu Intan, Ani itu wanita lugu dan baik-baik. Tidak pernah pergi ke luar juga -jika tidak ada keperluan yang penting, tapi kini gadis yang dia anggap polos itu malah diduga sedang hamil. "Sebenarnya kamu sedang hamil atau tidak sih, An?" lirih Intan. "Kalau kamu sedang hamil ... lalu siapa ayah dari janin yang sedang kamu kandung itu?" "Bukan Mas Ricko kan?" gumam Intan yang langsung berpikiran buruk dan menjadikan suaminya menjadi tersangka utama. Rasa curiga ibu anak dua itu bukan tanpa alasan. Waktu kebersamaan antara suami dengan pembantu mudanya di rumah itu jauh lebih banyak ketimbang dirinya sendiri yang kerap kali pergi keluar kota. "Arghh," erang Intan. "Kamu jangan mikir yang nggak-nggak dulu, Tan. Bisa jadi itu tes pack punya pembantu tetangga sebelah yang kadang suka main ke rumah ini. Atau mungkin meski punya Ani tapi bukan Ricko suamimu yang menghamilinya," putus ibu dua anak itu yang kini memilih untuk positif thinking saja. "Tapi untuk masalah tes pack ini, aku harus bertanya kepada Ani atau Bi Ijah agar lebih jelas dan aku tidak waswas seperti ini lagi." *** Beberapa saat kemudian Intan sudah rapi berpakaian daster rumahan. Dia juga sudah mandi dan saat ini ibu dua anak itu sedang menyapu halaman rumah bagian depan karena sangat berdebu. Angin sore di hari ini memang cukup kencang sehingga membuat lantai yang sudah bersih menjadi kotor kembali oleh sampah dedaunan yang baru saja gugur. Intan yang memang tidak tahan melihat ada sesuatu yang kotor segera turun tangan menyapu semua kotoran itu. Ilham anak bungsu wanita itu pun kini sudah duduk di bangku meja teras depan sedang belajar mewarnai huruf-huruf alfabet. Krieut! Pintu pagar rumah Intan terbuka dan Dinda anak sulung dari pasangan Intan dan Ricko baru saja pulang dari les bahasa Inggris-nya. "Assalamu'alaikum, Ma," salam Dinda pada ibunya. "Wa'alaikumsalam," sahut Intan. "Kamu pulang sama siapa? Kok nggak kedengeran suara mobil Papa kamu?" "Tadi aku naik Gu-Jek, Ma. Papa katanya masih sibuk di Toko jadi nggak bisa jemput aku." "Oh," angguk Intan mengerti. "Ya sudah sana, kamu langsung masuk ke dalam. Mandi, lalu makan!" "Baik, Ma. Kakak masuk dulu ya," pamit Dinda yang memang sepertinya sudah sangat kecapekan sekali. "Kakak," sapa Ilham yang kini sedang menanti tangan Dinda untuk dia cium tangannya. Dinda pun mengangsurkan tangan pada adiknya. "Kakak nggak lupa kan pesanan Adek?" "Nggak dong, sebentar!" Dinda mengambil sesuatu dari dalam tas dan memberikannya kepada Ilham. "Makasih Kakak cantik," ucap Ilham senang. "Em, sama-sama." angguk Dinda yang kini langsung ngeloyor masuk ke dalam rumah. "Adek!" seru Intan. "Jangan kebanyakan makan permennya!" "Iya, Ma," jawab anak kecil itu patuh yang saat ini mulai menyimpan baik-baik permen pemberian Dinda kakaknya. Drrrrtt! Terdengar pintu gerbang utama dibuka oleh Ricko yang ternyata baru saja tiba. "Eh, Papa sudah pulang, Ma," ucap Ilham girang. Intan tersenyum ke arah suaminya yang langsung membalas hangat senyum istrinya itu. Deg! Jantung Intan terasa hampir copot saat melihat sosok Ani baru saja masuk ke area dalam halaman rumahnya melalui pintu gerbang samping khusus pejalan kaki dan sepeda motor. Senyum manis pun Ani layangkan kepada Intan yang kini wajahnya langsung kaku seketika. Mobil yang dikendarai oleh Ricko pun lelaki itu masukan ke dalam garasi. Baru setelah itu lelaki tampan yang sudah mempunyai anak dua itu berjalan menghampiri istri tercintanya yang masih terdiam kaku. "Kamu kenapa, Sayang?" tanya Ricko khawatir saat melihat istrinya terbengong seperti itu. "Eh," kaget Intan tersadar. "Aku nggak apa-apa, Mas." Tiba-tiba indra penciuman Intan menangkap aroma yang aneh dari tubuh suaminya. Intan pun langsung mengendus-endus tubuh Ricko. "Kamu lagi ngapain sih, Sayang?" tanya Ricko risih. "Malu ih ada Ilham di sana. Kalau dia lihat gimana?" protesnya. "Mas kamu abis mandi ya?" "Hah?" Ricko kaget dan langsung gugup mendapatkan pertanyaan seperti itu. Bersambung ....

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook