Bab 3

1116 Words
Bab 3 Satu kesalahan menghapus ribuan kebaikan seseorang. Tapi apakah pantas? Karena sejatinya kita itu bukanlah kain putih. *** Akhirnya aku dan Caca tiba di sebuah Apartemen mewah. Apartemen yang akan aku tinggali beberapa tahun ke depan. "Ra, aku langsung naik ke atas ya. Capek." Keluhan Caca ku angguki. Toh perjalanan memang sangat jauh. Aku pun merasa demikian. Tapi, tatapanku tertarik pada sebuah kaca besar di sebrang ku. Kaca itu bisa melihat betapa indahnya malam hari di kota ini. Ternyata benar kata orang, New York adalah kota sibuk. Karena malam hari saja kendaraan masih berlalu lalang memadati jalan raya di bawah sana. Ku balikkan tubuhku, namun bukan melangkah mengambil koper. Aku malah terpaku pada sosok tampan di depanku. Sosok yang kini mulai berjalan ke arahku dengan tatapan elangnya yang membuat siapapun merasa terintimidasi. Tapi, aku merasa ada bagian tubuhku yang salah. Kenapa jantungku berdebar kencang. Seakan-akan sosok di depanku adalah sosok yang tidak asing untuk jantungku. Apa aku salah? "Pergi dari hadapan saya." Hanya empat kata yang di ucapkannya tanpa sapaan langsung membuat jantungku seperti tertusuk ribuan jarum. Siapa dia? Kenapa dia bisa membuat ku seperti ini? Apa aku mengenalnya?  Apa hubungan aku dengannya dimasa lalu tidak baik? Itulah kata yang selalu berulang di kepalaku. Bahkan saat aku memasuki kamar yang tidak jauh dari dapur. Kata-kata itu terus berputar. Bahkan tanpa aku sadari air mata mulai menyeruak keluar seakan merasakan betapa sakitnya ucapan pria tadi. Membuatku semakin tersiksa karenanya. Ting! My lovely Brother Sudah sampai sweetheart? Apa kamu baik-baik saja? Tempat Caca aman? Jika tidak, kamu bisa gunakan Apartemen kakak. Karena perasaan kakak tidak enak. Apa perlu kakak susul kamu? Bolehkah aku kembali menangis? Kenapa rasanya saat ini aku ingin sekali pulang dan langsung memeluk tubuhnya. Kenapa rasanya sangat menyesakkan saat melihat pria tadi menatapku dengan aura kebencian. Apa salahku? Apa aku melakukan kesalahan dimasa lalu? Me Aku sudah sampai dengan baik tanpa ada yang hilang sedikitpun. Jika ditanya tempat ini aman atau tidak aku tidak tahu kak. Karena kita tidak pernah tahu kapan hal buruk terjadi bukan? Tarik nafas dan pejamkan mata kakak. Aku yakin semua akan kembali tenang. Susul aku? Gak perlu lah. Lagian aku baru tiba. Kecuali kalau kakak mau kasih undangan ke aku. Hehehe.. Aku sayang kakak.. Ku hapus jejak air mata yang masih tersisa di wajahku. Sedikit tersenyum itulah yang ku lakukan saat ini. Ku langkahkan kakiku menuju ke arah beberapa koper untuk merapikan pakaian ku di sebuah lemari yang tidak jauh dari tempat tidurku berada. Aku lupa memberi tahu, sebelumnya Caca sudah memberi tahu aku dimana aku akan tidur. Makanya saat Pria itu berkata kasar padaku, aku langsung melarikan diri kesini. Entah kenapa semakin menatapnya semakin membuat aku sakit. Ting My lovely brother Hubungi kakak jika ada apa-apa. I love you sweetheart. Me Siap Bos!! Love you too lovely brother. Ku letakkan ponselku di atas nakas dan malam ini ku habiskan dengan merapikan pakaian dan setelahnya aku tertidur dengan sedikit perasaan resah. *** Bau asap, amis dan suara rintihan seseorang membuat gadis belia yang terbaring di jalan raya membuka matanya. Tidak jauh dari tempatnya berada sepasang suami-istri terjebak di dalam sebuah mobil hitam. Sedangkan di sisi kirinya dua orang yang sangat di cintai oleh gadis cantik itu sudah memejamkan matanya. Dengan tubuh yang begitu sakit, ia mencoba untuk bangun menyusul dua orang yang dicintainya. Namun, semua gagal. Ledakan yang memekakkan telinganya membuat ia langsung jatuh terduduk. Bahkan ia tidak sempat meminta maaf dan berterima kasih kepada keduanya. Ia meraung meminta pertolongan tapi tidak ada satupun yang datang menolongnya. Sampai sebuah kegelapan menariknya. Hoshhhh....hoshhh.... "Kenapa.." perkataan lirih yang keluar dari bibirku membuat air mata kembali turun di wajahku. Kenapa aku selalu mendapatkan mimpi menyakitkan seperti itu? Apa salahku sampai aku merasakan semua ini. "Mama.. Papa... Aku butuh kalian. Aku butuh pelukan kalian. Aku mohon hikss..." Nada dering ponselku berbunyi nyaring. Tanpa melihat siapa yang menelpon aku langsung mengangkatnya. "Mama... Sakit...."Itulah kata yang ku ucapkan saat aku memulai pembicaraan telepon. Aku terus mengulang perkataan yang sama sampai suara tawa di seberang ku membuat aku menghentikan rengekan ku. "Terus lah menderita Raisa karena ini belum seberapa. Aku akan terus-menerus meneror kamu sampai Tuhan mempertemukan kita dan kamu mati ditangan ku. Jadi, inilah balasan yang tempat untuk keluarga b******k kalian!" Tut. Panggilan di matikan sepihak. Aku tidak tahu siapa orang ini, tapi suaranya tidak asing di telingaku. Suaranya membuat aku merasa marah, kecewa dan sedih dalam waktu bersamaan. Siapa dia? Ting! Unknown Number Apa yang pernah jadi milikmu akan menjadi milikku. Termasuk Dia. Aku memasuki kamar mandi. Tidak ku pedulikan air dingin yang membasahi tubuhku saat ini. Yang ku inginkan hanya satu. Beristirahat dengan tenang tanpa mimpi dan orang itu yang terus menganggu ku. Aku harus kuat! Tidak akan aku biarkan mereka melihat kelemahan ku. **** Caca Fernandez sudah siap menyambut hari baru di negara orang. Senyuman manisnya terus menghiasi wajahnya. Sosok tampan berdiri di depannya dengan wajah datarnya. Tanpa menganggu kebahagiaan Caca. Gadis cantik itu langsung memeluk tubuh sosok di depannya dengan sangat erat. Caca rindu. Ia , dia sangat merindukan sosok yang tengah di peluknya. Sosok yang menghilang sejak kejadian naas yang menimpa keluarganya. Entah ada angin apa sepupunya ini muncul di hadapannya. "Kenapa kakak di sini?" Caca melepaskan pelukannya. Ia langsung mengikuti sepupu tampannya yang kini duduk di meja makan. "Kerja." Balasnya sambil menikmati kopi yang ada di hadapannya. "Kerja? Bukannya pusat kantor kakak di Jerman? Kenapa ke sini?" "Bukan urusan kamu " "Kak Raisa makin cantik loh." Perkataan Caca membuat sosok tersebut menghentikan gelas yang sedang ia angkat. "Gak urus." "Aku tahu kak kejadian itu sangat membekas di kakak. Tapi bisakah kakak lupakan? Bukan hanya kakak yang tersakiti di sini, melainkan Raisa juga." "...." "Aku gak kenal kakak." "...." Tidak ada respon dari sosok di depannya membuat Caca geram. Sepupunya terlalu kekanak-kanakan! Ia tidak suka jika sepupunya seperti saat ini. "Kenapa si kak?! Kakak berubah! Apa tidak ada lagi rasa cinta di hati kakak untuk Raisa?" "Tidak." "Bohong! Aku tahu siapa Kakak! Kakak tidak bisa hidup tanpa Raisa. Bahkan saat dia koma saja Kakak menemaninya. Jujurlah kak!" Perkataan Caca membuat sosok didepannya menegang. "Kenapa? Kaget? Bahkan orang buta saja sangat tahu kalau Kakak sangat mencintainya. Aku tahu Kakak kecewa, tapi kita tidak pernah tahu kejelasannya seperti apa bukan? Apa adil jika kakak membenci Raisa saat ini?" "Adil. Sangat cocok untuk pembunuh sepertinya." "Terserah Kakak. Aku cuma ingatkan satu hal sama kakak. Jangan pernah menyalahkan Raisa atas apa yang terjadi. Jika kakak tetap melakukan hal seperti ini, jangan salahkan jika suatu saat Raisa akan meninggalkan Kakak selamanya. Ingat Kak! Karma tidak pernah tidur dan Tuhan maha tahu segalanya!" Tanpa kedua orang itu sadari, ada sosok lain yang mendengarkan dengan penuh luka dan sesak. Bahkan air matanya turun tanpa bisa di cegah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD