Bab 2

1199 Words
Bab 2 Akhirnya aku berada di titik ini. Titik dimana aku benar-benar pergi meninggalkan orang-orang yang ku cintai. *** Langit sepertinya tidak bersahabat denganku saat aku tiba di bandara. Awan gelap seakan memberiku sebuah pertanda jika langkah yang ku ambil saat ini adalah sebuah kesalahan. Suara petir menggelegar membuat aku menghentikan langkahku. Caca yang sedari tadi sibuk menelpon tidak peduli dengan suara petir tersebut. Bahkan teguran demi teguran ia dapatkan. Namun di hiraukan oleh sahabatku. Cukup sudah! Karena tidak ingin hal buruk terjadi pada sahabat ku, aku langsung merebut ponselnya dan langsung mematikan panggilan tersebut. "Raisa?!" Serunya marah. Dapat aku lihat wajah Caca yang memerah sekaligus khawatir. "Sudahlah. Siapapun yang kamu hubungi, dia pasti paham dengan situasi saat ini. Jika dia tidak paham berarti dia bukan manusia. Sudahlah lupakan! Lebih baik kita menunggu di kafe sana." Tunjukku pada sebuah kafe kecil yang tidak jauh dari tempat kami berdiri. Rintik-rintik air hujan mulai membasahi bumi. Aku dan Caca mulai berlari ke arah kafe tersebut sambil menarik koper milik kami. Bau khas kopi dan manisnya kue menyambut ku dengan penuh percaya diri. Ku letakkan koper dan ponsel Caca di meja. Lalu, ku berlari ke arah kasir untuk memesan makanan yang ingin aku makan saat ini. "Hot chocolate and Strawberry Cake, Please," Kataku kepada sang kasir yang di sambut dengan senyuman manisnya. "Please wait." Jawabnya kemudian dan aku langsung kembali ke tempat dimana aku berada seharusnya. Rintik-rintik air hujan mulai terlihat sangat deras. Orang-orang berlarian mencari tempat untuk berlindung diri. Bahkan banyak di antara mereka memilih untuk duduk di kafe ini sambil menikmati cairan yang dapat menghangatkan tubuh mereka. Aku memandang ke arah Caca yang kini kembali sibuk dengan ponselnya. Entah siapa yang menghubunginya pasti seseorang yang sangat tidak mengerti bahasa manusia. Karena kesal. Aku langsung merebut kembali ponsel tersebut. "Jika kamu manusia! Kamu pasti tahu jika situasi saat ini tidak memungkinkan untuk bertelepon!" Ucapku dengan lantang. Aku tidak peduli amarah sang penelpon. Karena baru saja ia ingin membalas ponsel Caca mati dan aku sangat bersyukur untuk itu. "Sial! Raisa kamu bisa membunuhku nanti. Aishhh.."Dengus Caca tidak aku hiraukan. "Tenang saja aku baru membantu kamu dari kecelakaan yang tidak kamu inginkan. By the way, kamu mau pesan apa?" Tanyaku. "Aku mesan sendiri aja. Titip barang-barang ku!" Seru Caca yang ku balas dengan anggukan. Menunggu Caca kembali dari tempatnya, aku menyibukkan diri dengan membaca sebuah novel yang selalu ku bawa kemana saja. Aku mulai tenggelam dalam bait demi bait kata, sampai pelayan datang membawakan pesanan ku. "Thanks," ucapku. "You're Welcome." Jawabnya. Coklat panas dan sepiring cake adalah pilihan yang sangat tepat untuk saat ini. Mengingat Mama selalu membuatkan aku hal serupa, aku jadi ingin menikmati kebiasaan Mama saat aku berada di sini. Setidaknya, walaupun aku meninggalkan mereka. Aku tidak meninggalkan kebiasaan bersama mereka. Salah satunya ini. Caca kembali dengan wajah cemberutnya. Aku tidak peduli dan tidak mau meminta maaf karena bagiku di situasi seperti sekarang ini sangat berbahaya untuk mengangkat sebuah telpon. Buktinya banyak yang tidak bermain ponsel genggam mereka. Bahkan mereka lebih tergiur dengan hangatnya minuman yang mereka pesan. "Sorry Ra, sepupu ku itu sangat keras kepala. Jadi you knowlah." "I know. So, kapan jemputan tiba? Jika masih lama, lebih baik kita menggunakan taksi saja." Jawabku membuat Caca melihat pergelangan tangannya. "Sebentar lagi mungkin. Aku juga tidak tahu. Karena ponselku mati," ucap Caca. Aku mengambil sebuah power bank di dalam tas kecil ku dan ku berikan padanya. Dan selama hujan deras di sana, kami berdua sibuk dengan tugas masing-masing. Aku sibuk dengan makanan di hadapanku sedangkan Caca sibuk dengan mengetikkan jari-jari kecilnya diatas ponsel. Aku yakin dia tengah menghubungi seseorang. Mungkin supir yang akan menjemput kami? Atau sepupunya?Entahlah. "Nona Caca?" Ucapan tegas nan dingin membuat ku menatap sosok pria berpakaian hitam dengan masker di wajahnya. "Heemm.. lain kali jangan pernah terlambat." Jawab Caca. Aku menarik koperku setelah menyelesaikan pembayaran makananku barusan. Sedangkan sosok serba hitam itu berjalan di samping ku dengan sesekali melirik diriku. Aku tidak peduli. Selama dia tidak macam-macam aku fine-fine saja. Akhirnya kami tiba di mobil. Dia membantuku memasukkan koper ke dalam bagasi. Setelahnya aku duduk di bangku penumpang sambil memainkan ponsel yang selama ini aku matikan. Toh hujan sudah reda saat ini. Aku membalas pesan demi pesan yang masuk ke dalam ponsel ku. Bahkan sesekali aku tersenyum membayangkan wajah-wajah mereka yang kini mengkhawatirkan diriku karena mengabaikan pesan mereka. Ya, siapa lagi jika bukan keluarga tercintaku. "Kamu kenapa?" Tanya Caca "Nope." Jawabku. Selesai membalas puluhan pesan, aku memasukkan kembali ponselku ke dalam tas. Sepertinya menikmati kota New York di kala hujan memiliki sensasi yang berbeda. "Apakah kamu menyukai negara ini Ra?" Tanya Caca tiba-tiba. "Entah. Aku belum menemukan hal yang aku sukai di sini. Lagi pula tujuan awalku adalah kuliah dan modelling. Jadi aku belum menemukan hal lain yang lebih menarik dari keduanya." Jawabku lugas. Aku tak berbohong. Mencari sesuatu yang aku cintai tak semudah itu. Itulah kenapa aku rela datang ke sini demi modelling, karena aku menyukainya hampir beberapa bulan ini. Dimulai dari ajakan tidak sengaja berubah menjadi hal yang luar biasa menarikku. Seperti ada sensasi lain saat aku berdiri di hadapan kamera. Bangunan demi bangunan terlihat begitu apik dan menarik. Sampai aku berpikir apakah negara sebesar ini menyembunyikan sejuta rahasia tempat indah di dalamnya? Tak sengaja mataku memandang kaca spion yang menampilkan mobil sport berwarna merah. Mobil yang mengikuti kemana gerakan mobil ini melaju, sampai supir keluarga Caca membuka suaranya. "Ada yang ingin kalian beli mumpung kita berhenti di depan Supermarket?" Aku pikir dia akan bahas masalah mobil merah di belakang sana. Nyatanya, hanya supermarket. "Sepertinya aku ingin membeli sesuatu." Jawabku mencoba mengikuti kecurigaan yang ada dalam diri. Karena aku yakin mobil merah itu sengaja mengikuti kami. Sedangkan Caca? Dia lebih memilih berada di dalam mobil sambil memainkan ponselnya. Mungkin masih dengan orang yang sama, sepupunya. Saat aku melangkahkan kaki memasuki Supermarket tersebut, mobil merah yang aju curigai tadi melewati mobil kami. Membuat aku sedikit lega, ternyata yang ada di pikiranku salah. Jika saja aku mengatakannya pada supir Caca, pasti akan menarik perhatian mereka. Aku tidak mau membuat mereka khawatir. Aku kembali melanjutkan apa yang tertunda tadi. Tidak lupa mengambil sebuah trolly. Karena sepertinya aku akan sekalian belanja bulanan untuk aku dan Caca nantinya. Barang demi barang sudah memenuhi trolly ku. Bahkan saat aku berbelok seseorang menyenggolnya, beruntung tak kencang sehingga membuat semuanya berantakan. "Sor--" "Long time no see, Raisa Stevano." Aku menatap bingung sosok di depanku. Sosok tinggi, putih dan berambut pirang ini menatapku dengan sangat tidak sopan. Kenapa tidak sopan? Karena dia memandang ku seakan-akan aku adalah santapan yang lezat dan itu membuat ku sedikit bergidik ngeri. Di tambah lagi dia mengenalku. Apa dia tahu siapa aku di masa lalu? Atau hanya fans yang melihat aku di majalah? "Ekhem... Nona silakan anda membayar belanjaan anda, dan orang ini biar saya yang urus," pria berbaju hitam kini berdiri di samping ku. Tatapan keduanya terlihat sangat dingin sekaan-akan mereka akan saling membunuh satu sama lain. Namun, karena tak mau ikut campur aku memilih meninggalkan keduanya di sana tanpa mau mengingat siapa pria tadi. Karena aku berharap semoga tidak bertemu lagi dengannya. Ya.. semoga saja takdir tidak mempertemukan kami kembali. Biarkan kejadian ini berlalu seperti biasa. Tapi wajah itu tidak asing? Siapa dia? Dan kenapa begitu memandang ku?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD