2. Pesta

1577 Words
Lovely Pov Senyumnya menawan meski dari jarak jauh. Dia melangkah menghampiriku yang sejak 30 menit lalu duduk manis di beranda rumah, menanti kedatangannya. Lihatlah, dia terlihat berlipat lipat sangat tampan malam ini. Kemeja hitam yang dipadukan dengan balutan jas berwarna silver telah sukses membuat penampilannya mencapai kata 'sempurna'. "Good evening, Beauty. I'm sory i'm late ... Are you ready?" sapanya sedikit berbasa basi sesampainya di hadapanku. Tanpa menjawab, aku bangkit menatapnya. Tentu saja aku siap, kalau tidak sudah jelas aku tidak akan repot menunggu dirinya datang menjemput dalam balutan gaun glamour ini bukan? "You're so beautiful, Babe...." bisiknya memuji, mengedipkan sebelah mata. Aku mengerling, "Tanpa kamu bilang pun, aku udah merasa sangat cantik," ucapku percaya diri. Dan Rio, hanya terkekeh lantas mencuri ciuman kecil di bibir. "Rio!" sentakku melotot. "Why?" tanyanya sok polos. Aku mendecak, "Jangan cium-cium sembarangan! Gimana kalo Kena lihat?" "No probs, darling. Dia udah besar, malah patut untuk diajarkan...." selorohnya konyol. "Dasar i***t!" umpatku mendengus. Rio kembali terkekeh, lantas menjulurkan tangan isyarat meminta tanganku. "Come on, sudah waktunya kita berangkat...." ajaknya mengedip tampan. Aku mengangguk, menerima uluran tangannya dan bergegas melangkah beriringan setelah berseru pamit pada adikku sebelumnya.                                                                                         ➡ Pesta yang teramat mewah. Aku terpana, baru kali ini aku menghadiri sebuah pesta yang sangat dahsyat. Bukan pesta pernikahan apalagi ulang tahun. Tapi sebuah pesta perayaan keberhasilan memenangkan tender besar, katanya. Baik dekorasi maupun suasana yang terasa serba WAH ini membuatku tak henti berdecak kagum kala mengamatinya. Ribuan kursi dilapisi kain hitam terpasang melingkar di setiap meja yang tersedia. Sungguh sangat elegan sekali yang mendekor sedemikian rupanya. Aku yakin, si pembuat acara mengeluarkan sejumlah uang yang tidak kecil untuk semua hal ini. "Rio, ini beneran pesta relasi kamu?" tanyaku sembari tak lepas mengedarkan pandangan di sekitar ballroom megah ini. "Iya dong, kebetulan relasiku pengusaha besar dari Italia. Orang kaya seperti dia, wajar wajar aja bikin acara pesta semewah ini," tukas lelaki di sampingku ini menggedikkan bahu. Aku setuju. Mungkin bagi kalangan jutawan, bukan hal aneh lagi mengadakan pesta besar nan fantastis sejenis ini. Tapi untuk sebuah pesta perayaan saja, apa tidak sayang mereka membuang uang demi berpoya-poya begini? Ini sama saja dengan pemborosan bukan? "Sayang, kemarilah ... Aku akan mengenalkanmu pada Mr. Anderson," bisiknya kilat, dan tak lama kemudian Rio menggiringku ke hadapan seorang pria tinggi tegap berwajah bule. "Good evening, Mr. Anderson. How are you?" sapa Rio hangat. "Halo, Mr. Andromeda. I'm fine, how about you?" Dan mereka pun terlibat perbincangan kecil yang sesekali diselingi dengan tawa renyah dari kedua belah pihak. Di tengah Rio yang masih asyik berbincang dengan relasinya dan secara tidak langsung melupakan kehadiranku, tanpa sengaja perhatianku tertarik pada seseorang yang tampaknya tidak asing di penglihatanku. Seorang lelaki tinggi berkulit kuning langsat dengan setelan formal serba hitam sedang berdiri di dekat jendela raksasa sana. Kulihat, dia seakan tengah melamun. Meski tangannya menggenggam gelas berbentuk huruf U dengan pegangan yang ramping dan diisi oleh cairan keemasan yang kuyakini itu adalah minuman beralkohol, tapi pandangannya terlihat kosong. Aku bukan seorang psikolog, tapi aku bisa membedakan mana yang sedang melamun dan tidak. Dan lelaki itu, sepertinya memang sedang melamun. "Lihat apa, hem?" Aku terhenyak, melirik ke sisi kananku. Mendapati ekspresi bingung yang tercetak jelas di wajah tampan lelakiku. Buru-buru, aku menggeleng. Memamerkan senyuman manisku yang berhasil membuat raut bingungnya menghilang dalam sekejap. "Sayang, kenalkan ... ini Mr. Anderson. Salah satu relasi bisnisku yang juga diundang datang oleh si pemilik acara malam ini," ujar Rio memberitahuku, "Mr. Anderson, this is Lovely Maharani Darmawidjaya. Old children from Mr. Gria Darmawidjaya," ucapnya memperkenalkanku pada pria di hadapannya. Kuterka, Mr. Anderson ini berusia sekitar 35 tahun ke atas. "Hai, beautiful? Nice to meet you," sapanya riang, dengan lancang meraih tangan kananku dan mengecupnya. Aku terbelalak, menatap pria itu tak suka dan segera menarik tanganku dari genggamannya. "Ehem," Rio berdeham, "Sorry, Mr. Anderson. She is mine," ujarnya tegas memperingatkan. Mendengar kalimat penegasan yang terlontar dari mulut Rio, Mr. Anderson menaikkan kedua alisnya tak menyangka. Dia lantas menatapku dan Rio bergantian. "I'm sorry. I don't know, she is yours ... But i think--" "No probs, i understand," potong Rio memaklumi. Tapi tidak denganku, "Rio, aku gak nyaman ada di depan relasimu ini. Bawa aku pergi ke tempat lain," tuturku berbisik. Rio melirikku sejenak, mengangguk dan selanjutnya dia berpamitan pada Mr. Anderson. Merangkul pinggangku posesif, Rio membawaku pergi dari hadapan relasi menyebalkannya itu.                                                                                       ➡ Aku mematikan keran yang semula mengalirkan air dingin guna membasuh tangan. Sesaat, kutatap bayangan di dalam cermin. Kuakui, adikku berbakat juga dalam rias merias.  Tak kusangka, dia pandai sekali memoleskan make up tipis yang membuat wajahku lebih cantik dari biasanya. Aku terkikik geli sendiri, merasa aneh ketika sadar sudah memuji diri sendiri. Tidak apa bukan? Toh, kata Rio aku memang terlihat sangat cantik malam ini. Beberapa relasi yang Rio kenalkan padaku pun mengatakan hal yang sama. Bahkan, Mr. Arturo si pemilik pesta pun menyanjungku dengan berbagai pujian. Meski bahasa indonesianya tidak sefasih bahasa negaranya sendiri, tapi sedikit sedikit aku mengerti dari cara pelontaran katanya.  Dia mengucapkan satu kata dari bahasa itali yang kalau tidak salah ingat, dia mengatakan 'piuttosto' dengan bahasa tubuh memuji. Entah kata itu artinya apa, yang jelas Mr. Arturo jauh lebih sopan dan tidak merisikan seperti sikap lancang si Mr. Anderson yang tak kusukai.  Aku menghela napas, sedikit merapikan riasan rambut yang digelung tinggi layaknya tatanan rambut putri raja di film animasi barbie yang biasa aku dan Kena tonton saat sedang bersantai.  Tak lupa, aku pun memeriksa gaun glamour--berwarna senada dengan jas yang Rio pakai--pilihan lelakiku yang membujuk agar aku mengenakannya di pesta malam ini. Gaun panjang mencapai tumit, dengan belahan di samping kaki kiri mencapai lutut. Model atas yang hanya bertali satu. Memperlihatkan sebelah bahu yang tercetak polos, tapi dipadukan dengan aksesoris kalung dan anting-anting yang seirama. Ting. Ponselku berdenting, nampaknya ada pesan masuk. Segera kukeluarkan benda pipih itu dari dalam tas tangan yang kusimpan tak jauh dari wastafel. Saat kunyalakan ponsel, rupanya pesan dari Rio. Senyuman geli terukir di bibirku, sembari membuka pesan yang Rio kirimkan melalui w******p. MyLove Kamu ke toilet apa ke supermarket huh? Lama banget, cepat kembali. Aku rindu- "Hahaha--ups," aku segera menutup mulut sebelum pengguna toilet lainnya mendengar suara tawaku yang membahana.  Rio sangat lucu kalo sudah kumat lebaynya. Bagaimana dia bisa bersikap semenggelikan itu? Padahal, aku baru meninggalkannya hanya dalam jangka waktu sekian menit. Dan itu pun ke toilet bukan ke seberang pulau. Tapi lelaki ini, selalu bisa membuatku ingin cepat kembali ke sisinya. Dasar raja lebay! Pintar sekali menumbuhkan rasa cinta yang baru di setiap harinya. Maka, sebelum dia kembali mengomel dan mengirimiku dengan pesan-pesan berlebihannya. Aku pun bergegas untuk meninggalkan toilet.                                                                                           ➡ Alunan musik merdu menciptakan suasana romansa di dalam ballroom megah ini. Satu persatu mereka yang berpasangan mulai bergerak memasuki lantai dansa. Mengikuti irama yang ada, pasangan demi pasangan mulai terhanyut ke dalam permainan musik yang dimainkan. Aku bersedekap, menunggu Rio yang sedang menerima telepon dari asistennya. Entah apa yang mereka bicarakan, yang jelas aku sudah tidak sabar untuk mengajak Rio ikut bergerak ke lantai dansa seperti pasangan lainnya ketika dia kembali nanti. "Permisi." Tiba-tiba, sebuah suara menghampiri gendang telingaku. Menoleh sedikit ke belakang, aku mendapati sosok wajah yang tadi sempat kuamati saat Rio sedang berbincang dengan Mr. Anderson. Aku memang tidak salah, kami pernah bertemu meski aku lupa di mana lelaki bermata sipit ini kujumpai.  "Kamu Lovely, kan? Penghuni baru sebuah komplek elite di kota Bandung?"  Itu dia! Aku ingat sekarang, aku bertemu dengannya di Bandung. Saat pertama kali mengunjungi rumah baru yang dibeli Ayah dan Bunda untuk ditinggali mereka di sana.  "Masih ingat denganku? Aku, Gamma. Sugara Gamma Hardiawan," sambungnya menyebutkan nama lengkap, mengulurkan tangan kanannya ke hadapanku.  Aku mengerjap. Menatap tangan dan wajah tersenyumnya bergantian. Dia mengajakku bersalaman?  "Apa kabar? Anggap saja kita kembali berkenalan," tukasnya kembali bersua tersenyum lebih lebar dari sebelumnya. Mengingat kalau dia pernah menyelamatkanku dari bahaya saat pertemuan pertama dulu, tidak salah bukan kalau aku menerima ajakan perkenalannya? "Kabar baik, lo sendiri?" sahutku mencoba bersikap ramah, membalas uluran tangannya. Sebelum menjawab, dia menunduk. Senyum lebarnya memudar, tergantikan dengan senyuman sendu yang terlihat jelas oleh penglihatanku. "I'm okay," jawabnya menegakkan kepala, "I hope...." bisiknya nyaris tak terdengar, tapi Demi Tuhan, telingaku masih bisa menangkap dua kata terakhirnya itu.  "Oh ya, dengan siapa kamu ke sini? Apa kamu salah satu tamu spesial yang diundang oleh pemilik acara?" tanyanya kemudian sembari mengakhiri jabatan tanganku dengannya. "Ah? Gue? Emm ... Gue ke sini sama,"  "Who are you? She is mine, okay?" Tanpa kuduga Rio datang menyela perbincanganku dengan Gamma.  Rio berdiri di depan, seolah menghalangiku agar tidak berdiri terlalu dekat dengan Gamma. "Oh hai, saya Gamma. Saya--" "I dont care about your name, tapi gue mohon ... Jangan pernah dekati cewek gue seandainya masih pengen hidup aman di kota ini," sela Rio tak bersahabat, lalu tanpa permisi dia mengajakku pergi menjauhi Gamma.                                                                                    ➡Faithful⬅
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD