Bab 15.1 : Dunia Kejam dan Tak Adil, Harus Gimana?

1298 Words
Ketika semuanya menjadi 'salah' dalam hidup Anda - Bekerja lebih keras. Jatuh Lebih Keras. Bekerja lebih keras lagi. Jatuh lebih keras lagi. Dalam proses ini - Anda akan menyadari bahwa fase 'salah' dalam hidup Anda sebenarnya adalah 'benar'. "Ketika semuanya menjadi 'salah' dalam hidup Anda - Anda hanya memiliki satu opsi - bertumbuh. Untuk menjadi lebih kuat dari orang lain di luar sana. Tidak ada pilihan selain berhasil. Berdoalah agar Anda jatuh sedalam itu."- kevriawan, 2020    = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = = =    Bab 15 : Dunia Kejam dan Tak Adil, Harus Gimana?   Ini adalah hari yang cukup berat. Hari yang menyebalkan sekaligus membosankan. Gue enggak tahu kenapa dosen PUPM, singkatan dari pasar uang pasar modal, mau repot - repot membuang waktunya dengan mengadakan kelas di luar kampus seperti ini. Enggak tanggung - tanggung, tempat yang dia pilih adalah galeri seni yang dibukanya cuma setahun dua kali. a***y, lah, menggambar lingkaran aja gue masih keriting, kagak bisa bulat. Gimana caranya gue memahami esensi seni yang ada di galeri ini nantinya. Ah, bodo amat. Si bapak janji kalau hadir di kelas tamasya ini dia berani jamin nilai B+ berarti tinggal usaha sedikit aja di ujian supaya bisa mencapai A atau A-, jabanin lah!   “Mas, tadi saya beli tiket dua, tapi Mas-nya cuma ngasih satu. Kurang satu.”   “Enggak, saya udah kasih dua ke Mbak-nya.”   “Satu, Mas, ini buktinya saya cari enggak ada.”   “Ya mungkin jatuh.”   “Ya enggak mungkin orang saya baru lima menit lalu beranjak dari sini!”   “Ya, jangan nge-gas dong, Mbak.”   “Ya, Mas-nya tolong yang kooperatif, dong!”   “Lah, kan tiket hilang bukan tanggung jawab saya!”   “Lho, gimana ceritanya, saya bayar dua tapi Mas-nya cuma ngasih satu!”   “Ya, saya enggak mau tahu, pokoknya sudah dibayar dua yang dikasihnya dua!”   “Mas, tiket galeri seni ini harganya mahal, lho!”   “Ya, terus kenapa? Mbak-nya ngerasa mahal ngapain beli?!”   “Enggak gitu dong, memang saya enggak punya hak buat beli?!”   “Mas-nya kalo mau nilep duit tiket enggak gini caranya!”   “Mbak kalau miskin enggak usah datang ke galeri seni! Antrian udah banyak, Mbak-nya minggir sana! Ah, bikin bad mood aja! Udah jelek banyak gaya.”   Kening gue mengernyit saat melihat drama pertengkaran antara seorang cewek di depan sana dengan si mas - mas penjaga loket tiket. Duh, gue enggak terlalu paham apa yang terjadi, tapi sepertinya ada kesalahpahaman, dan si Mas itu enggak mau mengakui kesalahannya. Cewek itu masih berdiri di sana, tapi si Mas-nya mulai memanggil antrian selanjutnya. otomatis gue ikut maju. Masih ada sekitar tujuh sampai delapan orang di depan gue. Dan otomatis gue ikut maju. Cewek itu terlihat kesal, dan mukanya merah banget. Mungkin menahan tangis. Ya, gue paham, dia pasti malu banget. Lagi pula ini mas - mas bangsul juga enggak tahu diri. Gue pun enggak bisa melakukan apa - apa. Bukan enggak kasihan atau enggak mau nolongin, tapi … sepuluh menit lagi waktu kelas dimulai. Telat dikit bisa potong absen. Gagal dapat jaminan B+ deh, gue. Ogah.   Gue pun maju terus, sampai akhirnya tiba giliran cewek di depan gue. Cewek ini mungil, kulitnya putih mulus. Beuh, kinclong banget. Gue yakin sih, kalau semisal ada lalat hinggap pasti kepeleset. Itu lalat mungkin bolak - balik hinggap, soalnya dikira lagi main perosotan. Gue enggak melihat wajahnya, tapi dari jarak setengah meter gue bisa menghirup aroma lembut perpaduan bunga dan buah. Enggak paham apa namanya baunya tapi wangi - wangi enak gitu. Belum lagi rambutnya yang disemir coklat itu terurai panjang, dan ketika beberapa kali bergerak, tanpa sengaja menyenggol tangan gue. Lembut banget, cuy! Tanpa melihat wajahnya pun gue yakin ini cewek cantik pastinya. Dan benar saja, dia menoleh dan wajah ayu cewek itu melihat ke gue sekilas. Jangan ciye - ciye, genk! Doi cuma mau mengambil dompet dari tas gambloknya. Duh, jadi pengen gue bawa pulang, kan, nih cewek. Ups!   “Mas saya mau nanya, kira-kira boleh minta tiket ganti enggak?”   Gue mendengarkan dengan seksama. Cewek ini lalu mengeluarkan selembar tiket di dompetnya yang ujungnya somplak. Duh, cakep - cakep kok teledor, Neng!    “Oh iya, Kak, gimana?” ---- bangsul, lah si mas - mas ini jawabnya sok imoet banget. Najis gue!   “Iya, jadi tadi waktu mau saya kasih ke petugasnya, ketarik gitu dari tas dan sobek sedikit. Petugasnya enggak mau menerima.” --- duh, ini cewek ngomongnya kalem bener, suaranya auto merdu gitu gue dengarnya.   “Oh, gitu. Boleh sini, Kak, saya lihat dulu ya.” Si Mas - Mas syaland ini sumpah geli banget, sok imoet luar dalam. Yalord!   Cewek tjantek di depan gue ini lalu memberikan tiket somplaknya, dan … eng … ing … eng ….   “Sebentar ya, Kak, saya tanya dulu. Kalau kena biaya tambahan enggak papa, kan?”   Cewek depan gue mengangguk.   Enggak lama kemudian gue pun melihat Mas penjaga loket itu masuk ke dalam, enggak tau ngapain tapi kayaknya bicara dengan seseorang. Sampai beberapa menit kemudian si Mas syaland satu ini memberikan tiket baru untuk cewek cantik ini, bahkan yang tadi katanya ada biaya tambahan malah enggak diminta sama sekali. Singkat cerita cewek ini pun berterima kasih dan pamit pada si penjaga loket.   Wow, gue benaran enggak habis pikir. Gile bener. Padahal cewek yang tadi marah - marah dan sempat ribut itu persoalannya malah dia bayar dua tiket dan cuma dapat satu. Ketika komplain malah dimaki - maki dengan tiada akhlak. Sementara cewek ini, cuma beli satu tiket. Lalu tiketnya somplak jelas - jelas karena kesalahannya sendiri. Namun, si Mas bgsd satu ini dengan cepat tanggap menindaklanjuti, bahkan tanpa kena biaya. Sumpah ini orang IQ-nya jongkok atau gimana, gue enggak paham lagi. Satu - satunya perbedaan yang paling jelas memang cewek yang tiketnya sobek ini cantik pake banget. Sedangkan cewek yang menagih salah jumlah tiket itu biasa aja, sederhana.   Dunia ini kejam, mungkin memang benar. Buktinya gue pun tahu permasalahan itu dan enggak bisa membantu si cewek yang rugi tiket dan dimaki - maki tadi. Gue cuma cukup tahu, lalu enggan ikut campur. Fokus gue hanya tertuju pada beli tiket, lalu masuk ke galeri buat mengikuti kelas ala - ala tamasya ini. Demi jaminan nilai B+ pokoknya. Gila, gue emang ampas, sumpah. Mungkin kalian ayng baca ini akan teriak gue kagak gentle, gue banci, gue apatis, gue enggak punya hati, enggak punya empati, gue psikopat, gue ganteng, gue mirip Lee Min Ho, gue ---- halu. Wkwkwk. Tapi dibalik itu semua gue yakin kalian juga pasti akan melakukan yang enggak beda jauh. Benar atau benar?    Manusia jaman sekarang terbiasa apatis. Takut terlibat masalah yang bukan ranahnya. Kasar kata nih, ya, hidup sudah susah jadi kagak usah lo bersikap sok baik dan semakin menyusahkan diri lo sendiri. Lo bahkan enggak punya waktu untuk menyelamatkan diri lo sendiri dari masalah dan persoalan yang saat ini sedang menjerat lo. Lagi pula orang lain juga belum tentu akan mau menolong lo kalau seandainya lo ada di posisi cewek yang sangat biasa itu, kan? Betul apa betul? Ngaku, deh, enggak usah munafuck, tydack lyke, saya! Haha!   Gue pernah menemukan tulisan dan gue setuju “Jika Perempuan lahir dengan paras yang cantik, Maka setengah dari masalah hidupnya terselesaikan.” --- sumpah ini persis banget sama yang barusan gue lihat, hiks!   * * * * *   to be continued * * * * *   By the way, kalau kalian merasakan sama seperti apa yang Jono rasakan, boleh banget langsung di tap LOVE nya gaes. Atau bisa juga kalau kalian mau add cerita ini ke library atau perpustakaan. Supaya kalau next time saya update, kalian enggak ketinggalan beritanya, hihiw~ Oke deh, kalau gitu see you in the next chapter ya!   Bye ....     
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD