Mobil Tedi kini berhenti tepat di depan rumah Rei. Pria itu menoleh ke belakang dan mendapati Strawberry yang tengah tertidur.
"Bebe tidur Rei."
"Dari dulu emang Bebe cepat capek Pak. Karena dia juga dari riwayat asma. Dari kecil Emang sering sakit, makanya tadi saya larang untuk kita makan malam di luar. Bukan nggak mau, saya cuman mikirin dia aja Pak." Rei menjelaskan.
Tedi menatap wanita yang ia sukai yang kini tengah memerhatikan putrinya dengan tatapan penuh kasih sayang. Hanya dengan memerhatikan seperti ini saja, membuat kedua sudut bibirnya tertarik ke atas.
"Biar saya gendong bawa masuk ke dalam."
"Ngerepotin bapak nanti, biar saya aja pak."
"No, no enggak repot kok." Tedi segera berjalan ke luar dari mobil. Pria itu kemudian beranjak ke kursi belakang, untuk menggendong Strawberry.
Sementara kini Rei berjalan cepat untuk menuju pintu dan membukakan untuk Tedi. Dari kejauhan ada Yogi yang menatap keduanya. Dari tadi ia mengikuti mobil Tedi, hanya saja keduanya tak menyadari itu. Saat melihat keduanya masuk ke dalam rumah, Yogi kemudian memutuskan untuk meninggalkan tempat itu.
Kini Tedi menggendong strawberry masuk ke dalam rumah. Rei berjalan di depan dan menunjukkan di mana kamar putrinya. Saat masuk ke dalam rumah, ruangan di rumah Rei berantakan. Di ruang tamu aneka boneka dan puzzle berserak.
"Maaf ya Pak, saya memang nggak sempat beresin kalau pagi. Biasanya saya beres-beres rumah kalau pulang kerja." Rei merasa tak enak karena menunjukkan rumahnya yang kotor.
"Nggak masalah, saya ngerti kok kamu sibuk." Mengerti sekali kesulitan yang dialami oleh Rei. Apalagi adalah seorang ibu tunggal yang juga harus bekerja.
Keduanya kemudian masuk ke kamar Strawberry. Kamar itu memang kecil. Tetapi didesain dengan sangat manis dengan nuansa warna merah muda dan juga tentu saja seperti nama si pemilik, banyak sekali pernak-pernik berbentuk Strawberry di sana. Tedi menidurkan Bebe, pria itu juga menyelimuti tubuh gadis kecil itu. Setelahnya ia berjalan keluar mengikuti Rei.
"Bapak bisa tunggu di sini, sambil nonton tv. Biar saya panasin makanan dulu." Rei mempersilahkan Tedi untuk duduk di ruang tengah. Di sana juga sedikit berantakan dengan aneka buku gambar. Bebe suka sekali menggambar dan mewarnai
Tedi menurut, pria itu duduk, lalu Rei berjalan menuju dapur. Tedi memerhatikan sekitar, rumah itu memang tak terlalu besar tetapi ditata dengan cukup apik. Seraya menunggu, ia memilih untuk membantu Rei merapikan buku dan pensil warna yang berserakan di ruangan.
Buku-buku ia letakkan dan susun di atas meja, pensil warna juga diletakkan kembali ke kotak pensilnya. Kemudian pria pemilik senyum kotak itu melangkahkan kaki menuju ruang tamu. Mainan boneka-boneka milik Strawberry berserakan di lantai. Satu persatu dimasukan oleh Tedi ke dalam botol besar yang berada di sana.
Kini Rei di dapur membuatkan minuman teh manis hangat, setelah sebelumnya menghangatkan makanan di microwave. Wanita itu sedikit terkejut ketika tak mendapati sosok Tedi di ruang tengah.
"Pak?"
"Di sini Rei."
Dengar sapaan itu membuatnya segera melangkahkan kakinya ke ruang tamu. Terkejut ketika mendapati Tedi tengah merapikan mainan milik putrinya. Ia segera meletakkan teh ke atas meja, kemudian menghampiri Tedi.
"Enggak usah dirapiin Pak. Biar saya aja nanti."
"Kamu buatin aku makanan, dan aku beresin ini. Anggap aja ini hubungan simbiosis mutualisme. Ya?"
"Makasih ya Pak."
Rei ikut membantu merapikan. Sangat berantakan karena malam kemarin ia dan Bebe bermain bersama, karena tak bisa tidur. Dan pagi-pagi sekali tak sempat merapikan, ia harus segera merapikan Strawberry untuk sekolah, juga dirinya yang harus segera berangkat bekerja. Hal itu membuatnya tak bisa merapikan rumah hari ini.
Setelah selesai merapikan, Rei mengajak Tedi untuk ke ruang makan. Dengan telaten merapikan piring dan sendok, juga lauk pauk yang sudah ia panaskan. Keduanya duduk di kursi, meja makan Rei tak terlalu besar sehingga membuat jarak di antara mereka tak terlalu jauh.
"Saya nggak tahu ini enak atau enggak, takut juga kalau nggak sesuai sama selera bapak. Silakan dimakan Pak."
Tedi menyantap kentang balado buatan Rei, tetapi baru satu suap pria itu batuk Karena rasa masakannya terlalu pedas menurutnya. Dengan sigap Rei mengambilkan minum, dan segera memberikan kepada Tedi.
Rei bisa menatap wajah pria itu yang memerah. "Pedas ya Pak?"
Tedi menganggukan kepalanya. "Kamu emang kalau masak suka pedas begini ya?"
"Sebenarnya sih saya jarang makan pedes Pak. Karena saya kan masih jadi donor ASI. Tapi karena hari ini pengen makan pedes, ini sengaja masak agak pedas. Jangan di makan Pak. Makan tumis brokoli sama ayam gorengnya aja. Kebetulan itu menu buat Strawberry." Rei berkata sambil mengambil kentang balado dari piring Tedi dan menggantinya dengan tumis brokoli juga ayam goreng.
"Maaf ya, bukan saya nggak suka masakan kamu. Cuman saya memang nggak bisa makan pedas."
"Nggak masalah kok pak."
"Kamu donor ASI?"
"Iya pak buat teman saya."
"Hmmm, saya masih penasaran sama hubungan kamu sama Pak Yogi." Tedi bertanya karena itu terus mengusik pikirannya.
Rei sebenarnya bingung untuk menjawab, ia tak mungkin mengumbar aibnya snediri. "Enggak ada hubungan apa apa pak. Cuma sekilas dan memang enggak ada hubungan apa-apa."
"Ah, gitu." Wea perasaan lega dalam hati Tedi dengar apa yang dikatakan oleh Rei.
Keduanya kembali melanjutkan kegiatan makan. Rei makan dengan cukup lahap karena hari ini adalah menu kesukaannya, kentang balado. Tedi menyantap masakan sambil sesekali menatap ke arah Rei.
"Oh iya pak, saya minta maaf karena kejadian ini bapak jadi nggak bisa ketemu sama teman bisnis. Hari ini Bapak niat pesan room kan?"
Tedi menggelengkan kepala, karena selama ini tujuannya memesan room bukan untuk bertemu dengan kolega. Kedatangannya ke sana untuk bertemu dengan Rei.
"Jangan minta maaf. Karena kamu nggak salah. " Tedi terdiam menimbang apa yang harus dikatakan. Sejujurnya rasanya ingin mengakui saat ini juga bahwa Ia datang ke sana, hanya untuk bertemu dengan wanita yang kini duduk di hadapannya.
Tedi meletakan sendok miliknya. Kemudian menatap pada Rei. "Sebenarnya saya ke sana untuk ketemu sama kamu."
Rei terkejut lalu terbatuk, membuat sebagian makanan keluar dari mulutnya. Dengan cepat ia mengambil segelas air putih yang berad di hadapan dan meneguknya. Sudah beberapa teman yang mengatakan kalau Tedi menyukainya. Tapi, Rei sama sekali tak berpikir kalau apa yang dikatakan oleh teman-temannya itu benar.
Tedi mendekat, kemudian menepuk-nepuk perlahan punggung Rei karena sejak tadi tak berhenti batuknya. "Pelan-pelan Rei."
Rei anggukan kepala, masih terus batuk. Karena sesuatu terasa mencekat tenggorokannya.
"Maaf pak. Tadi maksudnya gimana Pak?" tanyanya.
Tedi kembali ke tempat duduknya, kemudian ia menatap ke arah Rei. "Kenapa kamu kaget kayak gitu sih? Awalnya untuk ketemu sama kolega. Kemudian saya kenal kamu, Sejak itu saya merasa nyaman, dan saya ngerasa senang setiap kali ngobrol sama kamu. Menurut kamu perasaan apa itu?"
Rei menatap dengan bingung. sekarang malah disuruh untuk menerka dan menebak sebenarnya perasaan apa itu? Rei tidak mau terlalu berharap tinggi bahwa Tedi menyukainya. Terlalu tinggi dan muluk-muluk, apalagi dengan statusnya saat ini yang seorang janda. Berpikir disukai seorang seperti Tedi, bukanlah hal yang masuk dalam mimpi Dan harapannya.
"Teman?" Rei menjawab.
Tedi tersenyum dan menggelengkan kepalanya. sejujurnya terlalu naif bagi seseorang seperti Rei, yang cukup berpengalaman dalam hal percintaan, tak mengerti apa yang dikatakan olehnya barusan. "Enggak, bukan. Saya suka sama kamu Rei."