11. Calon Istri?

2132 Words
Aisyah kini tengah berada di pasar swalayan, gadis itu ditugaskan oleh Umi-nya membeli berbagai macam bahan membuat kue yang persediaannya semakin menipis. Tak hanya bahan untuk membuat kue saja yang dia beli, melainkan juga sayuran-sayuran hijau serta bumbu dapur untuk dimasak saat makan siang nanti. Biasanya mereka memang makan siang dari apa yang telah mereka masak sendiri, selain lebih irit memasak sendiri tentu saja sangat menyehatkan karena kita tau apa-apa saja yang terkandung didalamnya. Bukan bermaksud menyinggung para penjual makanan diluar sana, melainkan hanya berjaga-jaga saja takutnya ada oknum yang tidak bertanggung jawab. Memasak sendiri juga bisa tergantung selera, sehingga mudah dalam menakar jumlah bumbu yang dimasukkan kedalam masakan. Perhatian Aisyah teralih pada sebuah penjual jajanan tradisional yang usianya sudah renta, langkah kakinya membawanya mendekati penjual itu. Dia merasa sangat kasihan sekali, apalagi ketika melihat orang-orang lebih memilih membeli sosis bakar yang memang dijual di samping penjual jajanan tradisional itu. Rasa iba menyelinap dalam relung hatinya, membuat Aisyah tak tahan untuk tidak membelanjakan uangnya. Tanpa banyak kata lagi, Aisyah menghampiri penjual renta itu yang jaraknya hanya beberapa meter darinya. Melihat Nenek tua yang berjualan itu membuat Aisyah mengingat almarhumah Nenek-nya yang sudah lama meninggal, dulu Nenek-nya itu juga seorang penjual jajanan tradisional namun dia berkeliling bukan seperti Nenek ini yang memilih diam di tempat. "Nek, boleh minta bungkuskan dadar gulungnya sepuluh? Terus kue bugisnya lima, sama serabinya 5 ya?" ucap Aisyah pada Nenek tua itu, dapat gadis itu lihat kalau wajah tuanya kini bersinar. "Ah iya Nak, tunggu sebentar ya?" Dengan sigap tangan keriput itu mengambil dan membungkus apa yang Aisyah pinta tadi. "Semuanya tiga puluh empat ribu Nak," ucap Nenek itu sambil menyerahkan bungkusan plastik berwarna hitam. "Ini Nek, kembaliannya untuk Nenek saja ya?" Aisyah menyerahkan selembar uang lima puluh ribuan pada Nenek itu. "Alhamdulillah, terima kasih banyak ya Nak? Semoga rezeki selalu melimpahimu." Aisyah mengaminkan perkataan Nenek itu sebelum berpamitan untuk pulang, semua belanjaannya yang dia perlukan sudah dibeli semua. Langkah kakinya menuntunnya menuju pinggir jalan, seperti biasanya dia akan menunggu angkutan umum yang lewat. Selain murah, jarak toko kue Umi-nya dari pasar pun tak terlalu jauh. Dia seketika mundur ketika tiba-tiba sebuah mobil berwarna merah berhenti tepat dihadapannya, begitu kaca jendela itu dibuka dia mendengus kesal. Apa yang dia lihat membuat dia sangat kesal, apalagi kalau bukan wajah Pandu? Tapi sepertinya dia tidak sendiri terlihat dari anak kecil yang duduk didepan serta dia juga samar-samar mendengar suara seorang wanita paruh baya. "Eh Pandu, kok berhenti disini?" "Sebentar Mi, ini Pandu ketemu calon istri Pandu dulu." Aisyah mendengus, calon istri? Siapa maksudnya? Gadis itu akan beranjak pergi, namun dengan sigap Pandu turun dari mobil dan menghalangi langkah Aisyah dengan tubuhnya yang besar. Pria itu berdiri tepat dihadapannya membuat Aisyah merasa semakin kesal dan sepertinya kesabarannya sudah berada diambang batas, gadis itu berjalan ke kiri maka Pandu ikut berjalan di arah yang sama begitupun seterusnya. Aisyah merasa sangat lelah sekali, tak bisakah Pandu membiarkan dia tenang sebentar saja? "Mau Bapak apa sih? Tolong jangan halangi jalan saya!" Suara Aisyah meninggi, sepertinya tak ada rasa sopan santunnya pada orang menyebalkan seperti Pandu. "Kamu mau pulang? Sekalian aku antar ya?" Pandu membalas ucapan tinggi Aisyah dengan suara lembutnya. "Tidak perlu, saya bisa sendiri!" ucapnya ketus. "Yakin? Belanjaan kamu segitu banyaknya ingin pulang sendiri?" Pandu melirik kedua tangan Aisyah yang penuh dengan barang belanjaan. "Yakin, seyakin-yakinnya. Sudah Pak, silahkan Bapak pergi dari sini." Dengan tidak penuh perasaan Aisyah mengusir Pandu. "Sayang sekali aku tidak mau pergi sebelum mengantarkan-mu, mana mungkin aku membiarkan calon istriku pulang sendirian dengan barang belanjaan sebanyak ini? Sini biar aku bawakan." Pandu merebut belanjaan Aisyah dan berjalan menuju mobilnya, Aisyah yang merasa dipaksa pun menyusul langkah Pandu. Dia ingin mengambil belanjaannya itu kembali dari tangan pria gila pemaksa itu. "Pak, kembalikan belanjaan saya!" Tapi sayang sekali, Pandu sudah menutup bagasi mobilnya sehingga Aisyah tak dapat melihat barang belanjaannya. "Kalau kamu mau barang-mu kembali, maka biarkan aku mengantarmu." Aisyah akan menyela tapi Pandu dengan sigap kembali membuka suaranya, "kamu tenang saja, kita tidak hanya berdua melainkan ada keponakan dan Ibuku." Aisyah hanya diam saja. "Ayo masuk," ucap Pandu sambil membukakan pintu mobil belakang. "Eh siapa itu Pandu?" Mami Erly bersuara ketika samar-samar dia melihat keberadaan seorang gadis berhijab. "Ini yang Pandu maksud calon istri Pandu Mi, tapi dia masih malu-malu Pandu mau anterin pulang." Sontak saja Aisyah melotot mendengar perkataan Pandu, calon istri? Calon istri dari Hongkong maksudnya! "Oh ini, ayo Nak silahkan masuk ... Mami ingin mengenal calon mantu Mami lebih dekat lagi," ucap Mami Erly tak dapat menyembunyikan keantusiasan-nya. "Maaf Tante, saya bukan-...." "Ayo sana masuk saja, Mami tidak menggigit kok." Pandu segera saja menyela perkataan Aisyah yang ingin jujur. Akhirnya mau tak mau Aisyah memasuki mobil merah itu karena Pandu dan Mami Erly terus saja memaksanya, sepanjang perjalanan Mami Erly tak henti-hentinya menceritakan kejelekan Pandu membuat Pandu yang sedang menyetir pun berkali-kali protes. Di depan calon istri itu seharusnya Mami-nya mengatakan kelebihan-kelebihannya, tapi ini dia malah menceritakan kejelekannya. "Kamu kenal Pandu dari mana? Kok kamu mau-maunya sih sama anak Mami itu? Dia itu ya orangnya slengean dan sangat playboy sekali, mantannya itu banyak sekali bahkan Mami tidak bisa menghitungnya karena banyaknya. Tapi semuanya tidak ada satupun yang dia ajak serius, sepertinya hanya kamu saja yang berbeda dari mantan-mantannya anak Mami itu." Aisyah hanya diam saja sebenarnya dia ingin sekali keluar dari mobil ini. Dia merasa tidak nyaman berada diantara orang-orang kaya seperti mereka, apalagi di sini ada Pandu yang menyebalkan. "Mami kok ngomongnya gitu? Seharusnya Mami kasih tau kelebihan Pandu, kok malah yang jeleknya semua? Semua yang Mami ceritain itu kan masa lalu. Semenjak mengenal calon istri Pandu, Pandu enggak playboy lagi kok." Dalam diam Aisyah mencibir mendengar perkataan Pandu. "Biarin lah Mami mengatakan hal sebenarnya, itu semua biar calon mantu Mami ini enggak kaget saat kalian menikah nanti. Eh iya Mami lupa nanya, nama kamu siapa Sayang?" Mami Erly sampai lupa menanyakan nama calon mantu-nya ini karena keasyikan bercerita. "Aisyah, Tante." Hanya itu yang Aisyah katakan. "Waah namanya bagus sekali ya? Sangat cantik seperti orangnya, Mami sangat senang sekali loh mengenal kamu. Kamu itu orang pertama yang Pandu kenalkan secara langsung pada Mami, mana dia bilang kamu itu calon istrinya lagi. Tapi Mami senang, akhirnya anak Mami yang ganteng tapi jomblo ini akhirnya dapat calon istri secantik dan sebaik kamu." Aisyah hanya tersenyum tipis. "Maaf Tante, sebenarnya saya itu bukan-...." Lagi, perkataannya dipotong oleh Pandu membuat Aisyah ingin sekali melemparkan sendalnya kearah wajah pria yang sok kegantengan itu. "Aisyah kayaknya lagi malu-malu itu Mi, makanya dia minta maaf mulu." Dalam hati Aisyah ingin sekali memarahi Pandu habis-habisan, kalau saja dia tidak ingat di sini ada orangtua yang harus dia hormati mungkin saja amarahnya sudah tidak dapat terbendung lagi. Siapa yang tidak akan marah saat dengan tiba-tibanya kamu dipaksa memasuki mobil orang yang tidak kamu sukai sama sekali? Ditambah dia yang selalu mengaku-ngaku kalau dirinya adalah calon suaminya? Benar-benar luwes mulut Pandu itu, saking luwesnya Aisyah ingin sekali meremas mulut itu dengan bubuk cabai ditangannya. Aisyah tidak dapat berkata banyak karena dia harus menjaga etika di depan wanita paruh baya yang ternyata adalah Ibu dari pria gila pemaksa itu, meskipun dia sangat kesal pada Pandu tapi tidak dengan Ibunya yang harus dia hormati. "Mami masih heran, kalian itu kenal darimana? Tiba-tiba saja Pandu bilang kalau kamu itu calon istrinya. Anak itu ya ternyata pintar sekali menyembunyikan kamu yang cantik ini, ah iya kamu belum kenal sama gadis cilik yang duduk di samping Pandu itu kan? Dia namanya Vita cucu Mami dari anak tertua Mami. Pandu nanti lain kali kamu ajak ya calon mantu Mami ini ke rumah, jangan kamu sembunyikan untuk dirimu sendiri lagi." Dalam hati Pandu memekik senang, tidak ada salahnya kan mengambil kesempatan dalam kesempitan? Walaupun dia sangat tau kalau mungkin nanti dia akan kena semprot habis-habisan karena mengajak Aisyah ke dalam situasi yang sulit ini. Tapi memang inilah niatnya, siapa tau hal itu bisa menjadi kenyataan kan? Justru itu yang dia harapkan. "Iya Mi, siap ... tapi tergantung Aisyah-nya Mi, dia mau atau tidak Pandu ajak ke rumah." Lagi, dia kembali melibatkan Aisyah yang hanya diam tak berkutik. "Kamu mau kan nanti main ke rumah? Pokoknya harus loh, Mami enggak mau tau. Kamu harus kenalan sama Papi, Kakak dan Kakak iparnya Pandu." Aisyah hanya menatap wanita paruh baya yang duduk di sampingnya tanpa membuka suaranya. "Iya Tante, insyaallah .... " "Loh? Kok panggilnya Tante sih? Panggil Mami dong, sama kayak Pandu. Kamu kan sebentar lagi jadi bagian dari keluarga kami juga," ucap Mami Erly melayangkan protesannya ketika Aisyah memanggilnya Tante. "Tapi Tante, saya .... " "Jangan kaku begitu, Mami enggak gigit kok." Candaan Mami Erly tak membuat Aisyah tertawa, dia malah merasa tak enak berada di dalam situasi yang rumit ini. Vita sedari tadi tertidur sehingga dia tidak dapat ikut menimbrung dengan obrolan Tante barunya itu dan Neneknya, kalau saja dia membuka mata maka akan bisa dipastikan seheboh apa suasana mobil ini. Vita itu anak yang hiperaktif, sehingga dia mudah sekali akrab bila bertemu dengan orang baru. Aisyah berusaha se-sopan mungkin menjawab ataupun membalas perkataan Mami Erly, dia sudah berusaha keras untuk menjelaskan hal yang sebenarnya terjadi. Tapi sepertinya Mami Erly tak memberikannya kesempatan berbicara seperti itu membuat Aisyah hanya bisa tersenyum tipis dan diam-diam menghela nafasnya. "Nah sudah sampai," ucap Pandu ketika mobilnya berhenti tepat di depan toko kue milik Umi Maryam. "Ini toko kue milikmu?" tanya Mami Erly takjub. "Bukan Tante, ini toko kue milik Umi saya. Kalau begitu saya turun dulu ya? Terima kasih sudah mengantar saya sampai sini," ucap Aisyah sebelum turun dari mobil. "Perlu aku bawakan ke dalam?" tanya Pandu ketika dia mengeluarkan barang belanjaan Aisyah dari dalam bagasi mobilnya. "Tidak perlu, saya bisa sendiri. Makasih," ucapnya ketus sebelum berlalu meninggalkan Pandu yang hanya menggeleng sambil tersenyum geli. "Benar-benar gadis unik, ah kan jadi makin cinta akunya." Setelah melihat Aisyah benar-benar memasuki toko kue itu, Pandu kembali memasuki mobilnya dan menjalankannya. "Itu benar-benar calon istri kamu atau kamu cuma mengada-ngada saja Pandu?" tanya Mami Erly ketika mobil mereka sudah jauh dari toko kue milik Umi-nya Aisyah. "Sebenarnya dia belum menerima Pandu sih Mi, tapi Pandu akan berusaha." Mendengar hal itu Mami mencibir. "Pantas saja Mami tadi melihat dia diam-diam menahan kesal, ternyata kamu ini ya suka sekali memaksakan kehendak pada orang lain. Eh tapi Mami suka loh sama dia, dia cantik dan kelihatannya gadis yang baik. Ya walaupun Mami agak tidak enak kalau dia jadi sama kamu, kasihan dianya." Pandu mendengus, seburuk itukah dirinya? Sampai-sampai Mami-nya malah mengasihani Aisyah daripada dirinya yang masih berjuang menggapai cintanya itu. "Ini Pandu lagi berusaha menjadikan gadis baik itu jadi bagian dari keluarga kita loh Mi, Mami bukannya mendukung kok malah mojokin Pandu gini? Apalagi tadi Mami malah menceritakan kejelekan Pandu pada Aisyah. Nanti kalau Aisyah tambah ilfeel pada Pandu bagaimana?" tanya Pandu tak dapat menahan kekesalannya. "Kan Mami itu berbicara sesuai fakta yang ada, Mami enggak mau berbohong. Mami ingin berkata apa adanya, kamu kan tau sendiri sifat kamu itu seperti apa. Sangat jarang ya orang secantik dan sebaik itu bisa menerima kamu yang slengean ini apa adanya, sudah bisa dipastikan dia akan langsung kabur." Tuh kan, kenapa sih tidak ada yang mendukung dirinya? "Mami kok ngomongnya gitu sih? Pandu akan buktikan ya kalau Aisyah pasti jadi calon mantu Mami yang sebenarnya, ah tidak. Maksudnya dia akan jadi mantu Mami beneran, lihat saja nanti." Pandu berucap dengan sungguh-sungguh dia sangat yakin sekali dapat memenangkan hati Aisyah. "Kita lihat saja nanti," ucap Mami Erly. Diam-diam Mami Erly mengulum senyumnya, dia tak dapat menahan rasa bahagianya begitu melihat wajah sungguh-sungguh dari Pandu. Baru kali ini Mami Erly melihat putranya dengan sungguh-sungguh ingin mendapatkan hati dari seorang gadis, meskipun strata mereka tak sama tapi Mami Erly tak mempermasalahkan hal itu. Dia menyetujui saja Pandu mencintai gadis dari kalangan apapun, asalkan gadis itu sopan dan baik maka restu akan menghampiri. Melihat wajah Aisyah, dia langsung setuju saja. Apalagi kelihatan dari rona wajahnya, gadis itu sangat ahli dalam urusan rumah tangga. Dia yakin sekali kalau Pandu menikah dengan Aisyah, maka gadis itu dapat mengurus putranya yang slengean ini dengan baik. Yang harus dia lakukan sekarang adalah mendoakan serta mendukung Pandu sepenuhnya, semoga saja apa yang dia harapkan bisa tercapai. Meskipun dia terkesan masa bodo dan penuh dengan candaan setiap kali Pandu yang membawa pacar-pacarnya yang menurutnya sangat tidak cocok dengan putranya itu. Tapi jauh di dalam lubuk hatinya dia menginginkan gadis seperti Aisyah-lah yang menjadi pendamping hidup Pandu, agar putranya itu bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi. *** Hallo siapa yang menunggu cerita ini up? angkat tangannya. jgn lupa komen ya biar author tambah semangat ❤️
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD