5. Makan Malam Tak Terduga

2032 Words
Makanan pesanan Violetta telah dibelikan oleh Lashira. Kini sudah waktunya perempuan cantik itu kembali ke rumah dengan diantar oleh Aga. Sepanjang perjalanan menuju pulang, pria itu sempat melirik ke arah sang kekasih yang terlihat gelisah. “Shira, kamu kenapa, Sayang? Dua hari ini lebih pucat dan kamu seperti orang bingung saja. Ada apa? Ceritakan padaku,” pinta Aga sambil mengelus-elus tangan wanita yang ada di sampingnya itu. Lashira menarik napas lalu menghembuskannya. “Aku? Agak nggak enak badan seperti yang kubilang padamu. Mungkin terlalu lelah dan kurang tidur saja,” jawabnya yang masih tak mau mengakui tentang ulah keji Damar padanya. Masih takut dan trauma dengan lelaki itu. “Jika kau memang sakit, kenapa menolakku untuk mendatangkan dokter panggilan ke rumahmu? Rekan dokter Papa dan Mama itu banyak. Bisa memeriksamu. Aku panggil dokter saja untukmu ya, Shira?” tawar Aga yang tetap ditolak oleh sang kekasih. “Enggak Ga, aku nggak mau diperiksa. Sudahlah antarkan saja aku pulang ke rumahku. Lebih cepat ya, kumohon,” pinta Lashira yang merasa kurang nyaman berduaan dengan Aga seperti ini. “Iya-iya, aku antarkan kau pulang. Sebentar lagi kita sampai,” sahut pria atletis itu. Lashira mendesah. “Oh ya, Ga, kenapa kau bisa sampai jauh-jauh ke sini? Ada apa?” Aga menjawab pertanyaan Lashira sambil melirik ke arahnya lagi dengan tangan berada di kemudi mobil. “Oh, kebetulan lagi ketemu teman di daerah Rungkut. Sama sekalian ambilkan pesanan Mama, Spiku Resep Kuno di daerah sini. Seharusnya mau ketemu kamu juga, tapi katamu nggak mau diganggu. Ternyata kita malah dipertemukan di tempat ini, cerocos Aga. Lashira mengangguk pelan. “Begitu ya, titip salam buat Tante Hesti. Maafkan aku masih belum bisa memenuhi undangan beliau untuk breakfast tea bersama-sama.” “Iya, Shira. Nanti aku sampaikan. Oh ya, aku sudah nggak sabar kita segera lulus ujian lalu kita menikah,” ujar Aga. Lashira langsung menyela. “Aga, please, berhenti berkata tentang pernikahan kita terlebih dahulu. Aku---“ Aga menempelkan jemari tangannya di bibir wanita itu sambil berucap. “Iya Shira Sayang, aku kabulkan permintaanmu. Aku takkan membahas hal ini lebih lanjut. Aku akan tetap menunggumu sampai kau siap untuk kulamar. Sebagai calon suamimu, aku sudah nggak sabar merencanakan bulan madu indah kita berdua. Menghabiskan malam pertama kita berdua di tempat yang romantis, contohnya di negara-negara Eropa. Pasti menyenangkan.” Mendengar keinginan Aga setelah menikah yaitu melakukan bulan madu indah berdua itu serasa menyayat hati dan perasaan wanita cantik berdarah Turki itu menangis dalam diam. Tepatnya menangis dalam hati. Membayangkan jika sosok Aga yang selama adalah pemuda baik yang tak pernah melewati batas saat berpacaran dengan sang kekasih. Selalu menjaga kehormatan Lashira dan menginginkan untuk bisa menyentuh sang pujaan hati ketika mereka berdua sudah menikah nanti. Namun apa yang akan terjadi jika sepasang kekasih itu sampai ke tahap pernikahan, lantas Aga dan Lashira menjalankan malam pertama selayaknya pasangan yang baru menikah? Apakah Lashira sanggup membiarkan calon suaminya itu sadar jika dirinya sudah bukan wanita perawan lagi alias telah terjamah oleh pria lain? Bagaimana reaksi Aga Daneswara jika itu terjadi? Pertanyaan-pertanyaan itu yang selalu menghantui batin Lashira Ghassani. Tak sanggup harus mengecewakan pria yang sudah menjadi kekasihnya selama hampir 6 tahun ini. Pria yang sudah berbagi keluh kesah bersama yaitu Aga Daneswara. Sosok pria yang selalu membuat wanita cantik itu merasa nyaman dan bahagia sebelum Damar merusaknya. Semenit kemudian, mobil yang dinaiki oleh Lashira dan Aga pun tiba di depan rumah keluarga Ghassani. Lashira bergegas melepaskan sabuk pengaman serta terlihat terburu-buru untuk segera keluar dari mobil mewah milik putra dokter terkenal itu. Sementara itu kemunculan mobil milik Aga di depan hunian, mengundang perhatian anggota keluarga Ghassani dari dalam rumah. Terutama Violetta. Wanita itu lekas mengintip dari jendela kamarnya saat tahu mobil Aga berada di sana. Aga Daneswara, bagaimana bisa mereka bersama-sama lagi seperti ini? Shira kan tadi naik sepeda motor. Kenapa jadi pulang dengan Aga? Aku harus tahu tentang ini. Gumam saudara tiri dari Lashira tersebut yang kemudian bergegas turun ke lantai bawah untuk menyambut kedatangan mereka berdua. Saat sudah keluar dari mobil milik sang calon dokter, Lashira berkata pada kekasihnya itu. “Ga, terima kasih sudah mengantarkanku sampai ke rumah. Maaf, sudah repot-repot mengantarkanku. Kau sudah bisa pulang sekarang,” ucap perempuan memesona itu. “Shira, apa kau sudah lupa? Motormu kan masih ada di warung seafood. Aku titip mobilku dulu di sini. Aku mau pesan ojek ke sana.. Berikan aku kunci motormu,” pinta Aga. “Oh iya, aku lupa. Tapi pasti merepotkanmu. Maaf, Ga.” “Enggak repot kok, Sayang. Sebentar ya aku ambilkan motorku. Aku titip mobilku di sini dulu,” ucap Aga saat ojek yang telah dipesan oleh pria itu sudah tiba di depan rumah Lashira. “Hati-hati di jalan, Ga,” pesan Lashira yang langsung dikecup keningnya oleh sang kekasih. “Iya, Sayang. Terima kasih.” Aga menyahuti sambil melambaikan tangan. Setelah kepergian Aga, Lashira berbalik dan mendapati sosok Violetta ada di depannya. Wanita cantik itu terperangah. “Vio ...” panggil Lashira. “Lama benar sih kamu, Shira. Aku sudah nungguin kamu daritadi. Kelaparan nih. Oh ternyata, malah pacaran sama Aga,” sindir Violetta pedas. Lashira langsung membalas sindiran saudara tirinya itu. “Sorry, Vio. Aku bukannya lagi pacaran sama Aga. Tadi itu antri. Kau tahu kan tadi aku naik motor. Tak sengaja bertemu Aga di warung seafood. Kebetulan dia ada di sekitar sana. Akhirnya dia memaksaku untuk antar aku pulang. Sekarang dia lagi ambil motorku,” jelas Lashira yang tak terima jika disebut tengah kencan dengan Aga. Violetta berdecak. “Ya sudah, mana pesananku. Aku mau makan. Sudah lapar,” pinta sang saudara tiri. “Ini pesananmu, sama kembaliannya juga,” jawab Lashira seraya menyodorkan kotak nasi dan sisa uang kembalian. Violetta lekas merebut kotak nasi dari tangan wanita yang ada di hadapannya itu. “Aku ambil nasinya. Kembaliannya buat kamu saja, anggap saja seperti jasa OB atau kirim makanan. Kan kamu udah belikan buat aku. Imbalan buat kamu. Secara kamu kan masih kuliah Shira. Belum lulus jadi bisa buat uang saku kamu,” cerocos gadis angkuh itu dengan indikasi mengejek Lashira yang belum punya penghasilan seperti dirinya. Masih berkutat dengan buku-buku kedokteran semata. Lashira mendesah lirih, lantas berkata. “Iya, Vio. Memang aku masih kuliah. Belum bekerja seperti kamu. Tapi insya Allah sebentar lagi mau lulus terus mulai kerja di rumah sakit. Kamu tenang saja,” balas Lashira menanggapi mulut Violetta yang sering nyinyir dan ceplas-ceplos itu. “Hmm ... iya-iya, percaya yang sebentar lagi mau jadi dokter terus dilamar sama Aga. Kalau kamu tetap nggak mau, ya sudah sini kembaliannya kamu kasihkan aku. Buat jatah makan besok,” tukas Violetta. “Iya, ini. Aku ikhlas kok membantumu buat beli makanan.” Selang beberapa detik kemudian, mobil Mitsubishi Pajero Sport berwarna hitam milik sang ayah, Abdullah Ghassani pun tiba di depan halaman rumah. Mengetahui ada kedua putri mereka yang tengah bercengkerama di depan pintu masuk, Abdullah dan Hilda langsung menghampiri keduanya. Hilda selaku ibu tiri dari Lashira ikut berbincang dengan kedua anak perempuannya itu. “Kalian berdua ini ngapain sih masih di sini? Ayo, masuk. Setelah Mama ganti baju, mandi, dan shalat, kita kumpul di meja makan untuk makan malam,” ucap Hilda. “Iya, Ma,” jawab Lashira singkat, sedangkan Violetta seakan hendak protes. “Ma, Vio sudah kelaparan. Vio makan dulu nggak apa-apa kan? Capek nih seharian kerja,” gerutu sang putri kandung dari Hilda. Hilda mendesah. “Iya, terserah kamu saja. Tapi ingat, nanti kita berkumpul bersama di meja makan. Ada hal yang perlu Mama bicarakan pada kalian semua. Terutama Lashira yang punya hutang cerita pada Mama dan Papa kenapa bisa pulang dini hari seperti kematian. Ingat ya, selama kalian belum menikah, kalian adalah tanggung jawab Mama dan Papa. Jadi jangan sampai seenaknya sendiri dalam bersikap. Kita bertemu di ruang makan jam setengah delapan malam. Oke?” Lashira dan Violetta mengangguk bersamaan. Para anggota keluarga Ghassani pun bergegas masuk ke dalam rumah. Jantung Lashira berdetak sangat cepat usai mendengar ucapan dari sang ibu tiri, Hilda Fitria. Harus siap-siap diinterogasi oleh wanita yang sudah membesarkannya bertahun-tahun ini. Saat bergerak maju ke dalam rumah, ia membatin. Ya Tuhan, jika Mama menginterogasiku, apa yang harus aku ucapkan nanti? Aku masih nggak sanggup harus mengatakan pada mereka semua bahwa aku telah diperkosa oleh pria yang bukan calon suamiku. Apa kata mereka semua jika tahu tentang ini? Aku pasti akan sangat membuat kecewa Papa, Mama, dan terutama Aga. Dia sudah ingin merasakan bulan madu bersamaku. Ya Tuhan, aku harus bagaimana??? Lashira bertanya-tanya dalam hati. Mengingat tentang kejadian semalam membuat Lashira frustasi dan langsung sesenggukan di dalam kamar. Ia merasa sangat sedih akibat kelakuan Damar Pranata. Sungguh menekan batin wanita itu. Ketika jam sudah menujukkan pukul 19.00 WIB atau jam 7 malam, ternyata Aga sudah kembali dengan sepeda motor Lashira. Abdullah yang terkejut melihat Aga mengendarai sepeda motor anak perempuannya, lekas menyuruh sang calon menantu itu untuk masuk ke dalam rumah. “Aga, tumben kamu datang dengan membawa motor Shira. Bagaimana bisa?” tanya Abdullah terkejut. Aga menyunggingkan senyum manis lalu menjawab pertanyaan sang calon mertua. “Iya, Om. Tadi nggak sengaja ketemu Shira di warung seafood sekitar Rungkut. Kebetulan Aga lagi lewat situ tadi. Sekalian saja Aga temui Shira yang lagi antri makanan.” “Oh begitu, terus motornya?” tanya Abdullah penasaran. “Aga nggak tega membiarkan Shira, calon istri Aga naik motor malam-malam sendiri. Jadi Aga antar saja Shira pulang daripada harus susah-susah menyetir motor. Ini motornya baru Aga ambil,” jawab pria tampan itu. Abdullah mendesah. “Ya ampun, Aga. Terima kasih ya, maaf Shira sudah merepotkan kamu. Shira memang sudah tepat punya kamu sebagai calon suaminya. Dia jadi wanita beruntung,” puji Abdullah pada calon menantunya itu. Aga mengembangkan senyum manis. “Ah Om bisa saja. Saya yang beruntung bisa punya calon istri seperti Shira. Dia cantik, baik hati, pintar, cerdas, dan sebagainya. Idaman para lelaki, terutama aku sendiri,” balas Aga yang memuji Lashira juga. Raut muka Abdullah jadi sumringah lantas bersuara lagi. “Ya sudah, Aga. Mari kita masuk ke bagian dalam rumah. Sebentar lagi ada makan malam bersama. Kau harus ikut serta sebagai calon menantuku. Latihan jadi suami Shira,” ajak Abdullah. “Wah, nggak usah repot-repot, Om. Saya masih kenyang,” ujar Aga sungkan. “Sudahlah, Ga. Nggak usah sungkan. Anggap rumah sendiri ya. Ayo masuk,” pinta Abdullah yang akhirnya diangguki oleh Aga. Pembicaraan antara Aga dan Abdullah, sempat didengar oleh Violetta dari dekat tempat keduanya berada. Violetta yang baru saja menyelesaikan makan malamnya lebih dulu. Violetta yang sejak dulu selalu merasa iri pada sang saudara tiri bergumam dalam hati. Aduh, enak banget sih Shira, punya calon suami kayak Aga. Berasa dapat paket komplit. Aga itu sudah tampan, kaya raya, cerdas, dan pintar mengambil hati orang lain. Kenapa takdir Shira itu bagus sih? Kapan aku bisa punya suami kayak Aga? Kenapa Aga tidak ditakdirkan untukku saja??? Violetta yang merasa iri dan cemburu pada Lashira segera pergi dari tempat itu. Bersiap-bersiap diri untuk mengambil posisi duduk bersama anggota keluarga Ghassani ditambah dengan Aga Daneswara sebagai tamu spesial. Ketika Aga dan Abdullah sudah duduk, Violetta mengambil posisi duduk di sebelah calon suami sang saudara tiri, namun Abdullah langsung protes. “Vio, kamu kok duduk di tempat duduk Shira sih? Kamu duduk di sana. Aga dan Shira mau menikah. Jadi mereka harus berdampingan,” tegur Abdullah. Violetta mendengkus. “Iya-iya, Papa,” sahut wanita itu sebal. Beberapa menit kemudian, Lashira dan Liam datang bersamaan menuju meja makan. Betapa terkejutnya wanita itu ketika tahu kekasihnya, Aga Daneswara ternyata ikut makan malam. Ia tak menyangka jika pria itu ikut serta. “Aga ...” panggil Lashira terperanjat. Aga mengurai senyum. “Shira, Om Abdullah tiba-tiba mengundangku untuk makan malam. Jadi aku ikut serta. Maaf ya.” “Oh iya, Ga,” sahut Lashira singkat yang ketika hendak mengambil tempat duduk, Abdullah angkat bicara. “Shira, duduklah sebelah Aga. Kalian kan mau menikah,” tutur Abdullah dengan wajah berseri-seri. Lashira pun menyetujui kemauan sang ayah untuk di sebelah Aga, sedangkan Violetta mengerucutkan bibir. Kedatangan Lashira dan Liam pun diikuti oleh Hilda dan Viviana untuk bergabung di meja makan. Hilda terkejut melihat sosok Aga berada di sana. Sungguh makan malam tak terduga. Bagaimana kelanjutan dari makan malam tersebut? Apakah Lashira mampu mengatasi interogasi dadakan dari Hilda dan Abdullah nanti?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD