bc

Duda For Sale

book_age18+
174
FOLLOW
3.2K
READ
one-night stand
HE
heir/heiress
drama
city
like
intro-logo
Blurb

One night stand yang dilakukan Bryan Chavas dan Sekar Prameswari Dewawangsa, mengubah pertemanan mereka menjadi hubungan sepasang kekasih. Sayangnya, Sekar harus memutuskan hububgan mereka karena perbedaan agama. Sekar akhirnya pergi dari Sydney untuk kembali ke Jakarta. Bryan kerap mengalami berbagai penyerangan di tempat proyek yang dilakukan oleh kelompok mafia bayaran. Hal itu membuat Bryan resah dan dilema.Mampukah Bryan mengungkap dalang penyerangan dan mengalahkannya?Akankah Bryan terus memperjuangkan cintanya pada Sekar, atau memilih untuk menyerah?

chap-preview
Free preview
Bab 01 - Bercinta Denganku
01 "Mas, bisa bantu aku?" tanya Sekar Prameswari Dewawarman. "Bantu apa?" Bryan Chavas balik bertanya. "Aku butuh tempat privasi." "Maksudnya?" "Toilet bersih, bukan yang di sini." Bryan berpikir sesaat. "Ke ruanganku saja." Sekar mengangguk mengiakan. Dia memegangi lengan kiri Bryan, lalu melangkah menuju pintu samping ballroom hotel Arvhasatya. Bryan memberi kode dengan tangan pada kedua ajudannya yang berdiri di dekat pintu. Setelah Bryan keluar bersama Sekar, Chatur dan Angga saling beradu pandang. "Mereka mau ke mana?" tanya Angga, sesaat setelah berpindah ke samping kanan rekannya. "Ke atas, mungkin ke ruang kerja Bapak," jawab Chatur. "Ehm, apa kita harus nunggu?" "Nanti aku chat Bapak. Sekarang kita tetap di sini, supaya Pak Keven nggak heboh nyariin abangnya yang tiba-tiba ngilang." Sementara itu di lift khusus direksi, Sekar terlihat gelisah. Dia mengubah posisi badan beberapa kali, sambil memandangi angka demi angka yang berganti sesuai dengan nomor lantai yang dilewati. Setelah tiba di lantai 11, pintu lift terbuka. Bryan melangkah keluar terlebih dahulu. Sekar mengikuti lelaki bersetelan jas biru tua mengilat, yang berbelok ke lorong kanan. Suasana yang sepi dan tidak terlalu terang, diabaikan keduanya. Bryan berhenti di tengah-tengah lorong dan mengarahkan badan ke kanan. Dia menekan sederet angka untuk membuka pintu. "Toiletnya di pintu kiri," cakap Bryan, sesaat setelah memasuki ruangan bersama Sekar. Perempuan bergaun sage tersebut bergegas memasuki bilik kecil. Dia melepaskan seluruh kain yang menempel di tubuh, lalu berdiri di bawah shower. Sekar membuka keran pancuran air secara penuh. Dia membiarkan rambut dan badannya basah. Sekar mengumpat dalam hati. Dia yakin bila minumannya telah dibubuhi sesuatu, oleh salah satu dari ketiga pria yang tadi berusaha mendekatinya. Sekar berniat untuk menyelidiki siapa pelakunya, setelah dia bisa menghilangkan efek obat yang ikut tertelan, ketika dia menghabiskan minumannya. Detik berganti menjadi menit. Bryan berulang kali mengecek arloji. Dia penasaran tentang penyebab Sekar lama sekali berada di toilet. Bryan akhirnya mendekati pintu ujung kiri dan mengetukmya dua kali. "Sekar, masih lama?" tanyanya. "Ya," balas Sekar yang tengah berjongkok di bawah shower. "Kamu sakit perut?" "Iya." "Kucarikan obatnya." "Mas, bisa tolong pesankan s**u putih?' "Berapa cangkir?" Sekar berdiri dan menyambar handuk di gantungan. Dia memutar shower hingga berhenti menurunkan air. "Aku butuh kemasan besar," terangnya sembari menyeka tubuh. "Ukuran 1 liter?" "Ya." "Ehm, okay." Sekar menyelesaikan mengeringkan badan. Lalu dia mengenakan pakaian dengan tergesa-gesa. Sekar menggerutu karena ritsleting belakang tiba-tiba macet. Dia berusaha menggapainya, tetapi tidak sampai. Sekar akhirnya membuka pintu dan jalan keluar. Dia memandangi punggung Bryan yang tengah menelepon staf hotel, untuk meminta diantarkan pesanan. "Mas, ritsletingku macet. Bisa tolong dinaikkan?" tanya Sekar, sesaat setelah Bryan menutup sambungan telepon. Pria yang telah membuka jasnya, perlahan memutar badan. "Macet?" ulangnya. "Iya. Mungkin terlalu buru-buru, jadinya nggak pas," terang Sekar. Bryan menggerakkan tangan kanan memberi kode agar Sekar berbalik. Meskipun merasa malu pada Bryan, tetapi Sekar tidak punya pilihan lain dan terpaksa meminta bantuan pada pria tersebut. Selama beberapa saat berikutnya, Bryan berusaha menarik ritleting. Namun, benda itu benar-benar macet hingga dia terpaksa mengeluarkan tenaga penuh. "Ehm, Sekar, maaf, aku malah merusaknya. Ini jadi ... lepas," tukas Bryan yang mengagetkan rekannya. "Lepas apanya?" tanya Sekar sembari memutar tubuh. "Pengaitnya." Bryan menunjukkan benda yang dimaksud. Sekar terkesiap. Dia nyaris mengomeli Bryan, sebelum membatalkannya di detik-detik terakhir. Sekar tidak mau Bryan tersinggung, padahal pria itu sudah membantunya. "Ehm, ya. Nggak apa-apa," tutur Sekar. "Tapi, masalahnya jadi bertambah. Aku nggak bisa keluar dengan kondisi baju kayak begini," lanjutnya. "Minta ambilkan gaun lain sama ajudanmu, bisa, kan?" tanya Bryan. "Siska lagi ngawal Vlorin ke Brisbane." "Hmm, ya, aku lupa." Sekar berpindah duduk ke sofa. "Tolong pesankan aku kamar." "Mau nginap di sini?" "Hu um. Besok pagi aku mau pinjam baju Aruna. Minta Mathilda anterin ke sini." "Kalau besok, toko di bawah sudah buka. Nanti kuminta pegawai buat mengantarkanjya ke kamarmu." "Mas yang bayar." "Okay." Bryan mengingat-ingat esuatu. "Sementara, pakai jas-ku buat nutupin punggungmu," ujarnya. Sekar tidak menyahut dan hanya mengangguk. Rasa tidak nyaman dalam tubuh membuatnya kembali gelisah. Sekar bingung, harus bagaimana lagi supaya rasa aneh itu menghilang. Sekian menit berikutnya, Bryan dan Sekar telah berada di depan kamar yang baru dipesan. Sang petugas yang tadi mengantarkan pesanan Sekar, telah membawakan kunci kamar tersebut. Sekar memasuki ruangan yang telah dinyalakan lampunya oleh pegawai. Dia bergegas memasuki toilet dan kembali mengulang mandi. Namun, rasa aneh itu masih bercokol dan justru kian meningkat intensitasnya. Sekar mendengkus saat menyadari bila dirinya kemungkinan telah diberi obat perang-sang. Dia mengumpati ketiga lelaki tadi, karena tidak tahu siapa yang telah mengerjainya. Kala Sekar keluar dengan menggunakan jubah mandi, dia beradu pandang dengan Bryan yang tengah duduk di sofa. "Kamu kenapa sampai mandi dua kali?" tanya Bryan tanpa bisa menahan rasa penasarannya. Sekar terdiam sejenak, sebelum memutuskan untuk menceritakan semuanya pada Bryan. "Sepertinya ada yang memasukkan sesuatu ke minumanku. Sekarang, badanku panas," terangnya. "Sesuatu?" desak Bryan. "Ya. Ehm, kupikir itu ... obat. Ehm, Mas pasti tahu maksudku." Bryan tertegun, lalu dia mengangguk paham. "Menurutmu, siapa yang telah melakukannya?" Sekar maju beberapa langkah, lalu duduk di sofa tunggal. "Ada tiga orang yang kucurigai, karena mereka bergantian mengambilkan minuman untukku." "Siapa?" "Ebner Lynford. Fraser Churchill, dan Dayton Blaxland." Bryan mengerutkan dahinya. "Aku tidak melihat mereka datang." "Sepertinya mereka memang terlambat, karena duduknya di dekat meja paling belakang." "Hmm, feelingmu, siapa pelakunya?" "Entahlah, Mas. Sekarang aku lagi nggak bisa mikir. Obatnya masih bereaksi. Padahal aku sudah mandi lagi." "Ehm, habiskan susumu. Aku mau nelepon Hansel." "Ngapain?" "Dia, kan, dokter. Mungkin dia tahu obat penawarnya." "Enggak usah. Adik Mas itu ember. Nanti habis aku diledekinnya." Bryan tersenyum. "Kamu benar. Dia memang rese." Sekar berdiri dan berpindah ke sofa panjang. Dia meraih kemasan karton dari meja dan membuka tutupnya. Lalu dia meneguk minuman hingga habis. Bryan menyalakan televisi. Dia berencana menginap di kamar sebelah. Dia tidak tega membiarkan Sekar sendirian, karena mungkin saja pelakunya masih mencari perempuan tersebut. Pria berkumis tipis mengetikkan pesan agar Chatur dan Angga mengintai ketiga lelaki yang disebutkan Sekar. Selain itu Bryan juga menerangkan jika kedua ajudan tersebut tidak perlu menunggunya, yang hendak menginap. "Aku tidur di kamar sebelah. Kalau ada apa-apa, hubungi aku," cakap Bryan, sebelum berdiri dan merapikan kemejanya. Sekar mengamati pria yang merupakan salah satu teman kakaknya, Heru Pranadipa Dewawarman. Sekar ikut berdiri. Dia jalan di belakang Bryan, yang tiba-tiba berbalik hingga Sekar menabraknya. "Ehm, jas-ku, di mana?" tanya Bryan sembari memegangi bahu Sekar agar perempuan tersebut tidak terjatuh. "Di toilet," sahut Sekar. "Bentar, kuambilkan," lanjutnya. "Enggak usah. Besok aja." Bryan menatap perempuan yang balas memandanginya saksama. "Ehm, aku pergi," ungkapnya. Bryan melepaskan Sekar dan memutar badan. Namun, belum sempat dia membuka pintu, pinggangnya telah dipeluk dari belakang. "Jangan pergi," bisik Sekar. "Bantu aku sekali lagi," sambungnya. "Bantu gimana?" tanya Bryan. "Bercinta denganku." Bryan seketika terperangah, lalu dia berbalik. "Kamu yakin?" "Ya. Aku ... sudah nggak kuat." Bryan termangu. Dia hendak mengucapkan sesuatu, tetapi Sekar telanjur mendekat dan menciuminya sambil berjinjit. Laki-laki mana yang sanggup menahan godaan dari perempuan cantik. Begitu pula dengan Bryan. Meskipun pada awalnya ragu-ragu, tetapi akhirnya dia menyerah. Sang duda mengangkat badan Sekar dan membopongnya menuju kamar. Keduanya melanjutkan cumbuan dengan tergesa-gesa, sambil melepaskan pakaian masing-masing.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.0K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
29.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.4K
bc

TERNODA

read
198.3K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
38.1K
bc

My Secret Little Wife

read
131.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook