1. Apartement, Alle, dan Naka
Valleria Wisteria Sirel, atau akrab disapa Alle, salah satu pegawai di sebuah perusahaan milik Ganaka Bagaskara. Laki-laki yang kerap disapa pak Naka ini adalah CEO perusahaan tersebut. Paras tampannya selalu membuat pegawai perempuannya jatuh dalam pesonanya.
Tapi, siapa yang menyangka bahwa Naka memiliki hubungan dengan pegawainya sendiri yaitu Alle.
Gadis berusia 25 tahun itu sudah selama hampir empat tahun terakhir menjalin hubungan dengan Naka, bosnya sendiri. Naka dan Alle sepakat menyembunyikan hubungan mereka, sebenarnya ini adalah ide Naka, tapi Alle menyetujuinya karena menurut Alle ini bukanlah ide buruk.
Menjabat sebagai ketua bidang di divisinya membuat Alle harus menjaga reputasinya juga sehingga dia menyetujui ide dari kekasihnya. Naka banyak membantu Alle dan selalu ada setiap Alle membutuhkannya.
Hubungan yang terjalin cukup lama membuat Naka juga dekat dengan Arjuna, adik laki-laki Alle yang saat ini tengah menempuh pendidikan sebagai mahasiswa hukum di salah satu universitas di kotanya. Naka sudah menganggap Juna seperti adiknya sendiri.
Naka juga tak main-main jika memberikan hadiah untuk Alle maupun Juna. Satu tahun lalu saat Alle ulang tahun, Naka menghadiahkan Alle apartemen mewah agar Alle tak harus tinggal di rumah Jonathan lagi dengan Juna. Terlebih lagi Alle tempatnya tinggal dengan Juna sebelumnya di daerah yang cukup sepi.
Alle baru saja selesai membereskan apartemennya yang hampir seminggu ini dia biarkan berantakan karena dia sibuk bekerja. Baru saja akan menyalakan televisi, suara pintu apartemen yang dibuka mengalihkan atensinya.
“Mas Naka?” Alle cukup terkejut dengan kehadiran Naka yang baru saja memasuki apartemennya. Sosok yang usianya 10 tahun lebih tua darinya itu kini berdiri dihadapannya. Pasalnya, Naka memiliki perjalanan dinas dan baru pulang besok, namun malam ini dia sudah berdiri di hadapan Alle. Naka tersenyum lalu menghampiri Alle dan memeluknya.
“Kangen.” itulah ucapan pertama yang Naka ucapkan. Alle tersenyum lalu merentangkan tangannya membuat Naka langsung merengkuh tubuh Alle dan memberikan kecupan-kecupan pada pipi dan bibir Alle beberapa kali.
“Katanya baru pulang besok?” Naka menatap Alle yang baru saja melontarkan pertanyaan untuknya.
“Heem, tapi ternyata tadi urusannya udah selesai, jadi aku langsung pulang. Tapi Jonathan masih disana.”
Jonathan adalah sekretaris Naka.
Rumornya Jonathan ini sahabat dekat Naka dan juga menjadi tangan kanan Naka, bukan sekedar sekretaris biasa. Jonathan juga tau tentang hubungan Naka dan Alle.
“Oh, gitu. Udah makan?” tanya Alle. Naka mengangguk kemudian berjalan ke dapur untuk minum.
“Mau mandi?”
“Nanti, aku mandi di kamar mandi kamar kamu aja.” setelah mengucapkan itu, Naka langsung masuk ke kamar Alle, sedangkan Alle hanya diam di tempatnya.
Setelah selesai mandi, Naka memakai kaos putih dan celana pendek yang memang sengaja ia tinggal di apartemen Alle. Kemudian dia duduk diruang tengah dan menyalakan televisi. Alle diam sambil menatap Naka dari dapur.
“Kamu ngapain disitu?” Alle tersadar saat suara Naka mengintrupsinya, dia langsung membawa cangkir berisi teh hangat yang dia buat untuk Naka.
“Ini, bikinin teh buat kamu.” Alle menghampiri Naka dan memberikan teh hangat untuk Naka lalu duduk disamping Naka dan mengganti siaran yang sedang di tonton Naka.
“Kok diganti sih?” Naka menunjukan ekspresi kesalnya pada Alle.
“Ya ngapain kamu nonton sinetron gitu.”
“Lah daripada kamu nontonnya drama Korea, ngerti bahasanya aja enggak!” Alle mendengus kesal yang berhasil membuat Naka terkekeh kemudian menarik Alle ke dekapannya dengan gemas. Naka benar-benar merindukan perempuan yang kini didekapannya itu, bukan hanya cantik dan pintar, Alle juga sangat menggemaskan.
“Juna mana?”
“Di kos dia, weekend kali baru pulang.”
“Sibuk banget dia makin masuk semester tua.”
“Ya gak apa-apa dari pada gabut.” Naka membelai pelan pipi Alle, dia juga menyelipkan rambut yang menutupi wajah cantik Alle ke telingga Alle. Alle berkesiap lalu menatap Naka. Naka semakin merapatkan dirinya dengan Alle kemudian dia menempelkan bibirnya pada bibir Alle, hanya sekilas, tidak terlalu lama karena Naka tau Alle akan kesal bila dia melakukannya cukup lama.. Setelah Naka melepas ciuman kilatnya dia langsung mematikan televisinya lalu berdiri hendak menuju ke kamar.
“Ayo ke kamar, udah malam tau, istirahat!" ajak Naka.
“Kamu kekamar Juna aja sana! Males aku tidur sama kamu!” Naka menatap Alle dengan tatapan memelas. “Sayang ....”
“Apasih? Sana tidur di kamar Juna!”
Tangan Naka tak berhenti mengusap rambut Alle yang berbaring di sebelahnya.
Senyumannya juga terus mengembang sejak awal dia bertemu Alle tadi hingga saat ini. Naka akhirnya tadi mengendong paksa Alle ke kamarnya, Alle sempat marah dan sulit dijinakan, namun kini sudah lebih membaik mood-nya.
“Aku kangen kamu tau, kangeennn banget sama kamu pokoknya kamu...” ucapannya mengantung kemudian dia menenggelamkan kepalanya di leher Alle dan menghirupnya dalam. "Sana deh kamu ke kamarnya Juna aja!” Protes Alle.
“Iya iya nanti aku kesana, kalau kamu udah tidur aku pindah kamar, masih kangen.”
“Haha, kamu cuma dinas keluar kota 3 hari, bukan bukan, bahkan cuma 2 hari. Kita gak ketemu cuma 2 hari.”
“Entah, tapi aku sungguh merindukanmu, Alle,” Alle mengalungkan tangannya di leher Naka kemudian memajukan kepalanya dan mengecup kedua pipi Naka dengan cepat. Naka hanya diam ketika Alle mengecup pipinya, Alle jarang menunjukan love language nya dengan kontak fisik seperti ini pada Naka. Menurut Naka, apapun yang dilakukan Alle ketika bersamanya sangatlah sempurna dan selalu mampu membuatnya terpesona.
“Ngantuk tuh tidur! Bukan ngajak ngobrol. Waras gak sih?” omel Alle.
Naka mengecup puncak kepala Alle yang terus saja memarahinya. Naka membenarkan selimut mereka berdua lalu memeluk Alle. “Sayang ....” Alle masih memejamkan matanya dan hanya menjawabnya dengan deheman.
“Aku tuh beliin kamu sesuatu.” Alle kembali membuka matanya dan menatap Naka.
“set kebutuhan perempuan, kamu pas itu minta pendapat aku kan warnanya bagus yang apa, yaudah aku beliin sekalian, tapi belum datang ya paketnya.”
“Ngapain sih mas kamu beli hah? Gak malu apa?”
“Gak.”
“Gabut banget kayaknya jadi CEO, ngapain sih beliin aku begituan? Aku bisa beli sendiri, mas.” Naka mengangkat kedua bahunya kemudian kembali mengeratkan pelukannya pada Alle.
***
Sementara itu, apartemen di samping Alle sedang cukup berisik karena seseorang baru saja menempatinya. Beberapa pria tengah sibuk berdebat sambil memindahkan barang. Suara yang membuat berisik justru adalah siara perdebatan mereka, sampai suara seseorang menginstrupsi mereka.
“Berisik heh! Ntar tetangga baru gue pada ngamuk. Gue mau ambil barang dibawah, ada yang mau bantu?” tanya seorang pria tangan yang baru saja selesai membereskan kamar barunya. Ketiga pria lain yang tadi berdebat adalah temannya yang membantu dia.
“Gak. Capek gue. Lu aja sendiri! Makanya Jay, cari istri biar ada yang bantu!” ketiga temannya itu kompak duduk di sofa sedangkan pria pemilik apartemen yang dipanggil 'Jay' itu hanya mengerutu kesal dan memutuskan keluar dari apartemennya menuju lantai satu untuk mengambil barang.
“Atas nama Jayden ya pak?” Jayden, pria yang menempati apartemen di samping unit apartemen Alle itu bertanya pada seorang pria lain yang tengah berdiri disamping dua tumpuk kardus.
“Iya, mas Jayden?” Jayden mengangguk kemudian mengambil paketnya dan mengucapkan terimakasih lalu berjalan menuju lift. Tepat saat dia dekat dengan lift, pintu lift hampir saja tertutup.
“TUNGGU!” Seorang pria muda didalam lift dengan cepat membuka pintu lift dan membiarkan Jayden masuk dengan dua kardus yang dia bawa. Pria muda itu menatap Jayden yang terlihat kesulitan membawa kardusnya.
“Maaf om dari unit berapa?” Jayden menoleh ke pria muda yang ada disampingnya itu. Dia cukup kaget saat pria muda itu memanggilnya om.
“Oh 1207”.
“Saya unit 1206, biar saya bantu.” Pria muda itu mengambil satu kardus milik Jayden meskipun Jayden belum mengiyakannya. Jayden tersenyum pada pria itu karena masih ada anak muda seusianya yang mau membantu orang lain.
“Nama kamu siapa?”
“Arjuna, panggil aja Juna.”
“Jayden. Nama saya Jayden.”
Mereka sampai didepan pintu apartemen Jayden yang masih terbuka. Juna membantu Jayden membawa kardusnya sampai kedalam apartemen. Juna menunduk kepalanya sopan ketika melihat ketiga teman Jayden.
“Makasih ya Juna. Kamu kalau butuh bantuan apa-apa bilang aja sama saya.” Juna tersenyum dan mengangguk kemudian pamit untuk pergi ke apartemen sebelah. Apartemen milik Alle yang dimaksud Juna. Juna adalah adik kandung Alle. Dengan cepat Juna memasukan sandi pintu apartemen Alle, karena memang apartemen mereka merupakan apartemen mewah dengan teknologi canggih dari Korea.
Juna masuk kedalam apartemen menuju ke dapur untuk mencuci tangan dan mengambil segelas air. Setelah selesai dengan kegiatannya di dapur, Juna berjalan ke ruang tengah. Atensinya tertuju pada sebuah tas dan sepatu serta kunci mobil yang ada di sofa ruangan tersebut. Juna langsung menghela nafasnya kasar dan mengepalkan tangannya.
“Bang Naka?” gumamnya sambil menatap jam yang menunjukan pukul setengah dua belas malam.
Sebelumnya Juna merasa biasa saja ketika Naka datang tengah malam ke apartemen Alle karena Naka juga sering menginap disana, terkadang Naka tidur dengan Juna terkadang tidur di kamar Alle, Juna biasa saja. Namun, sekarang Juna merasa semuanya ada yang tidak benar dan tidak beres.
Ini terjadi sejak dua minggu lalu, ketika Juna melihat Naka bersama seorang perempuan. Sebelum kejadian Juna melihat Naka dengan seorang perempuan, Juna sempat tidak sengaja melihat Alle dan Naka berdebat, bukan masalah berdebatnya, yang Juna permasalahkan adalah Naka berani bermain tangan pada Alle.
Padahal, yang Juna tau, Naka adalah pria yang baik dan selalu bersikap lembut pada Alle, namun malam itu dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, Naka menampar Alle entah karena apa, tapi Juna tak suka kakaknya di perlakukan kasar meskipun sesaat kemudian dia juga melihat Alle hampir menampar Naka, mereka berdua sama-sama saling berujar dengan suara cukup tinggi ketika bertengkar malam itu.
Juna hendak menolong Alle saat itu namun ucapan Naka membuat Juna menghentikan langkahnya dan mengurungkan niatnya untuk menghampiri kakaknya.
“Kalau sampai kamu ngadu ke Juna, atau Juna tau dan dia bales semua yang aku lakuin ini, kamu akan menerima hal yang lebih parah Alle. Kamu jangan macam-macam sama aku ya, Le!” begitulah kalimat yang Naka ucapkan waktu itu.
Sejak itu Juna selalu menahan amarahnya setiap kali ada Naka di apartemen mereka kemudian saat Naka pergi, Juna akan melampiaskan amarahnya pada Alle, kakanya sendiri. Itulah alasan mengapa Juna memilih untuk lebih sering tinggal di kos akhir-akhir ini dibandingkan di apartemen dengan kakaknya, dia hanya akan pulang setiap akhir pekan saja sekedar untuk tau keadaan kakak kandungnya.
Juna tak mau amarahnya meledak karena mengingat kembali kejadian yang tak sengaja dilihatnya itu, dia memutuskan untuk keluar dari apartemen dan kembali masuk ke apartemen Jayden yang tentunya membuat Jayden dan teman-temanya bingung.
“Kenapa Jun? Ada yang tertinggal?” Juna menjawab pertanyaan Jayden dengan gelengan.
“Ada yang bisa saya bantu lagi om? Saya gabut dan gak bisa tidur soalnya.”
Ketika Juna memanggil Jayden dengan sebutan 'om' berhasil membuat teman-teman Jayden menahan tawanya.
“Btw, kenalin gue Julian, ini Dyaksa, dan manusia satu lagi ini namanya Tama. Lu boleh manggil Jayden om, tapi panggil kita abang aja.” Pria bernama Julian itu mengenalkan dirinya dan teman-temannya pada Juna.
“Juna.”
“Nah karena udah ada yang bantu nih, bro. Kita balik ya,” ujar Tama sambil menepuk pundak Jayden.
“Heh! Enak aja, lu pada disini aja belum ngapa-ngapain!”
“Pala lu gendut! Kita udah bantu angkatin barang dari lantai satu ke sini ya! Lu kan kaya Jay, kenapa gak bayar orang buat bantu lu beres-beres sih?”
“Punya b***k tiga kalau gak dimanfaatin buat apa?” jawaban Jayden berhasil membuat Julian, Dyaksa, dan Tama menatap Jayden tajam kemudian mereka benar-benar pergi.
“Jun, titip ya, tuh om-om meskipun udah om-om kadang suka kaya bocah.” Dyaksa menepuk pundak Juna sebelum akhirnya pergi.
“Kamu beneran gak apa-apa bantuin saya?” Juna mengangguk. Kemudian mereka mulai membereskan apartemen Jayden. Jayden mengijinkan Juna untuk menata perabotan rumahnya, meletakannya seperti apa, semua diserahkan ke Juna, sedangkan Jayden bagian mengangkat-angkat barang berat.
“Kamu tinggal sendirian, Jun?”
“Hah? Enggak, sama kakak.”
“Ohh, pasti udah tidur ya kakak kamu? Makanya kamu gabut.” Juna hanya mengangguk mengiyakan ucapan Jayden.
“Saya harus panggil om Jayden apa? om apa bang?”
Jayden tersenyum kemudian menghampiri Juna sambil membawakan minuman kaleng untuk Juna.
“Bang aja. Terus santai aja sama abang, Jun. Sini duduk dulu, udah selesai kan?” Juna mengangguk lalu duduk bersama Jayden di ruang tengah dan meneguk minuman mereka. Mereka bercerita random hanya untuk saling mengenal saja. Sampai akhirnya mereka baru menyadari kalau jam sudah menunjukan pukul 3 pagi. Juna akhirnya pamit pada Jayden untuk kembali ke apartemennya.