Rawa Hades terlihat seperti hutan lebat, tapi lebih lembab dan berbau menyengat. Warna pohon yang tumbuh beragam, seperti pelangi. Beberapa batang tanaman muda saling menjuntai tidak beraturan dan hidup.
Kian dalam memasuki tempat ini Para Pengembara beserta tahanannya bisa melihat lebih banyak jenis tanaman dan hewan, seperti jamur yang memiliki mata dan taring, kadal yang bisa terbang, bunga yang mengeluarkan bunyi-bunyian, dan masih banyak lagi.
Arden harus menahan Robin dalam gendongannya, karena kucing tersebut hampir meloncat dan mengejar hewan-hewan kecil yang berterbangan di sekitar mereka. Jika sudah seperti ini jiwa kucing Robin lebih dominan.
Mereka terus mengamati sekitar. Merasa ada yang sedang mengikutinya, Emily menoleh, tapi tidak menemukan hal yang mencurigakan. Ia yang kehilangan fokus tidak sengaja terjerat akar dan tersandung hampir jatuh.
“Akh!”
Arden yang kebetulan di sebelahnya berhasil menarik Emily. Tentu gendongannya pada Robin pun terlepas. Kucing itu segera melompat dan berlari mengejar hewan yang sedari tadi menarik perhatiannya.
“Robin! Hey! Jangan mengejarnya!!!”
Para pengembara yang tersisa menatap kepergian Robin dengan panik.
Egan berdecak menatap tahanannya kesal. “Sekarang bagaimana?!”
Lucy menarik napas. “Kita harus tenang. Makhluk di sini akan merasakan emosi kita dan menjadi tidak terkendali. Sebaiknya kita mencari Robin terlebih dahulu.”
Mereka mengikuti perkataan Lucy untuk mencari Robin tanpa membuat makhluk di sekitar mereka terganggu.
Lucy menatap sekitar dan tersenyum. “Di sana!” Lucy memimpin. Memang dalam hal seperti ini keberadaan penyihir sangatlah dibutuhkan. “Aku meminta tolong pada para spirit Rawa Hades untuk membantu mencari Robin.”
“Maksudmu hantu?” tanya Emily ngeri.
“Apa itu hantu?” Nara bertanya dengan wajah bingungnya.
“Entah kau menyebutnya apa, tapi kami lebih suka menyebutnya spirit atau roh. Mereka cukup baik dan mau membantu.”
Arden dan Egan menatap Emily, menelisik. Bahasa apa yang digunakan perempuan tersebut? Apakah kaum assassin menggunakan bahasa berbeda untuk berkomunikasi? Arden beralih pada Lucy yang sepertinya biasa saja dan tetap melangkah tenang.
Hingga sampailah mereka di tempat yang ditunjukan para roh Rawa Hades. Jaraknya tidak begitu jauh, karena memang saat jiwa kucing Robin dominan, ia akan menjadi bodoh.
"Lihat di sana!!"
Mereka segera dikejutkan oleh Robin yang tidak sadarkan diri dengan tubuh terlilit akar terayun kesana-kemari. Tepat di bawahnya terdapat sekumpulan tanaman venus bergigi tajam saling berebutan ingin memakan kucing tersebut.
“Semua tenang, jangan sampai tanaman itu merasakan kehadiran kita. Kalau tidak, mereka akan mengamuk dan—” Belum sempat Lucy menyelesaikan ucapannya, sebuah benda melesat.
SPLASH!!
Tenyata sebuah benda tajam dan memotong akar yang melilit Robin. Kucing tersebut terjun dan ditangkap seseorang, siapa lagi kalau bukan assassin yang memiliki berbagai jenis senjata?
“Kalian ini kenapa?! Dia hampir dimakan lho?!” Perempuan itu memeluk Robin begitu erat.
“Perempuan gila!” desis Egan.
Hal yang dilakukan Emily memang gila. Tentu saja tindakannya akan mendapat respon kurang enak dari para penghuni Rawa Hades.
“Oh, tidak ....” Lucy telah bersiap menarik ujung jubahnya dan berbalik akan kabur. “LARI!!!”
Egan menatap Emily kesal, tapi segera menggendong Nara dan lari begitu cepat seperti angin.
Arden terperangah pada tanaman venus yang menggembang menjadi raksasa membuka mulutnya di belakang assassin. Ia segera sadar dan menarik Emily.
Semaksimal mungkin mereka menggunakan keahliannya untuk lari, serta saling menghindari hewan dan tanaman yang kini menjadi predator. Mereka tidak peduli apa yang mereka injak dan apa yang sudah mereka rusak.
Lucy berusaha terbang dan menembakan sihirnya untuk menghalau. Arden ikut membantu dengan menyemburkan api dari tangannya. Walau sudah sering menonton pertarungan di dunia ini, Emily masih saja dibuat takjub.
“Sial! Ini tidak akan habis!!” Egan telah berubah ke wujud naganya untuk memudahkan berkelit dari tanaman dan hewan sialan itu.
Melihat hal yang ganjil Emily terperangah menyadari seseorang di depan sana terlihat seperti orang yang dikenalnya. Ia menatap para pengembara dan beralih pada Robin di gendongannya dengan tatapan sulit diartikan.
Penyihir putih bisa merasakannya. Ada energi lain di sekitar sini, ia begitu yakin jika energi itu adalah sihir hitam. Lucy terbang berbalik menatap ke depan. Tebakannya tepat.
Mengapa mereka muncul dalam keadaan seperti ini?
Lucy berdesis. “Semua harap bersiap untuk hal yang lebih buruk!”
***
Suasana chaos mulai terjadi. Sebagian kawasan rawa dipenuhi api Sha Arden, Cho Egan dan sihir Lucy.
Penyihir kecil mendarat, berhadapan dengan tiga penyihir hitam di pesisir rawa. Ia sedikit menoleh untuk memastikan Arden dan Egan mampu meng-handle para monster tanaman dan hewan.
Kini kelompok pengembara terbagi. Emily memilih menyingkir dengan Robin yang belum juga sadar dari pingsannya. Perempuan itu menatap salah satu penyihir yang ternyata Lim, pria yang memberinya pilihan untuk merebut dua pusaka atau menetap di Grill. Ia juga melihat dua penyihir lain di sampingnya.
“Sebuah kehormatan bagi makhluk hina seperti kami berhadapan dengan seorang Elder dan kali ini anggota termudanya.”
Lucy menatap tajam pria penyihir. “Tidak bisakah kau membiarkan kami lewat, Tuan Lim?”
Pria penyihir hitam tersenyum. “Beginikah cara penyihir berkomunikasi, Elder Lucy? Kupikir bernegosiasi bukanlah cara kita, melainkan ihirlah yang berbicara.”
Penyihir putih balas tersenyum. “Kau yang akan melawanku Tuan Lim?”
Pria itu terkekeh. “Kau sedang menantang mantan Elder, Lucy? Kalahkan mereka dahulu sebelum kau berhadapan denganku.”
Dua penyihir di sebelah Lim tersenyum congkak, mereka segera berlari ke arah Lucy saat Lim memberi mereka isyarat.
“Musnah kau penyihir putih!!”
Sihir hitam dari anak buah Lim segera menyerang Lucy.
Lucy begitu gesit menggunakan elemen angin untuk menampiknya. Sihir hitam tersebut pun terlempar dan menimbulkan suara ledakan serta percikan energi. Tanaman yang terkena menjadi koyak dan hangus. Lucy segera terbang, tubuhnya dikelilingi sihir putih melesat menuju dua anak buah Lim.
“Jika kalian yang musnah jangan salahkan aku ya?”
Tidak berbeda jauh dengan Lucy, warrior berusaha memukul, melempar api, mematahkan, membanting para monster yang terus berdatangan dari berbagai arah. Cho Egan masih berwujud naga menyemburkan api dari mulutnya. Nara dengan erat berpegangan pada tubuh naga.
“Bagaimana cara menghentikan ini?!” Egan mulai kewalahan. Bayangkan saja, seluruh tanaman dan hewan di Rawa Hades yang luasnya lebih dari kerajaan Shuru serempak memyerangnya.
Egan membanting salah satu hewan bergigi tajam. Ia mundur sesaat untuk meredakan nyeri pada tubuhnya. “Tetap bertahan!”
Warrior menatap sekeliling. Maru belum sadar, masih dalam gendongan assassin. Jumlah mereka tentu saja tidak sepadan, belum lagi Lucy seorang diri melawan para penyihir hitam. Meminta assassin untuk membantu tentu tidak mungkin, pertarungan ini pertarungan para pengembara.
“Dengan ini semoga bisa bertahan!”
Naga Egan terbang mengelilingi area yang aman dan menyemburkan apinya. Ia berubah menjadi manusia setelah berhasil membuat lingkaran api yang bisa melindungi mereka. Para tanaman dan hewan Rawa Hades saling mundur saat tubuhnya menyentuh api tersebut.
Nara merangkul lengan Egan sangat kuat.
Arden tersenyum kecil, kemudian menepuk tanah. Api Egan pun berubah menjadi lebih besar, menyerupai dinding raksasa. Ini tidak akan bertahan lama, tapi mampu untuk menghalau para monster.