Bab 7. Dimulainya Perjalanan

1162 Words
Ang menciumi setiap sisi wajah Cho Egan membuat naga itu risih bukan main. Tuan Cho yang melihat hanya mendengus. Usia Egan sudah kepala dua dan Ang masih memperlakukannya seperti anak kecil. Yah, mau bagaimana lagi Ang sangat menyayangi Egan walau laki-laki itu sering berbuat ulang. “Ibu sudah!” Egan berusaha menyingkir. Ia menatap orang di sekitarnya yang diam-diam tertawa. Sepasang orang tua itu sedang menghantarkan anaknya untuk ikut bersama Sha Arden. Sebenarnya Egan malas. Ia lebih suka berbuat ulah dengan para elite kerajaan dari pada berurusan dengan misi aneh—mengantar gadis cantik berambut hitam panjang ke ujung dunia. “Ada beberapa ramuan obat. Gunakan jika kalian sakit. Pakaian juga di sini dan alat pijat jika kalian pegal dan apalagi ya?” Ang mengabsen isi tas kulit berbentuk kotak berukuran sedang yang akan diserahkan pada Egan. “Ibu ... sudahlah, ini perjalanan jauh tidak mungkin bisa membawa semuanya,” cerocos Egan dengan memutar bolamata malas. Ia terus berdebat dengan ibunya tentang barang apa saja yang harus dibawa atau ditinggal. Sepertinya keberangkatan akan sedikit lebih lama, melihat Egan belum bisa berpisah dengan orang tuanya. Arden menoleh pada gadis bersurai hitam duduk di bawah pohon rindang bermain bersama Robin. Ia tidak menyangka bahwa anak perempuan yang dulu diasuhnya ternyata jelmaan berlian lotus. Tugasnya dari dulu tidak pernah berubah, yaitu menjaga Nara. Warrior tersebut kembali pada Egan. Manusia naga itu membawa banyak barang dan hampir semuanya tidak diperlukan. “Lebih baik bawa barang yang penting saja!” Mendengar suara itu, Egan melirik Arden. Tangannya segera menyentuh leher. Rasa sakitnya sampai sekarang masih terasa dan terngiang-ngiang. Kejadian malam itu begitu mengerikan. Egan menghembuskan napas berkali-kali untuk menyembunyikan rasa takutnya pada Arden. Egan benar-benar setrauma itu! “B-benar yang dikatakan Arden Bu. Aku membawa beberapa saja.” Egan menarik kembali tas kulitnya dan mulai memilah barang bawaannya. “Huh! Baiklah, baiklah, tapi ramuan ini harus kau bawa. Ini ramuan penting, bisa menjadi penawar dari berbagai jenis racun.” Ang masih bersikeras atas barang bawaan Egan. Mau bagaimana pun ia akan sangat sulit bertemu Egan. Menuju Nirvana membutuhkan waktu yang sangat lama. “Iya Bu.” Kini giliran Tuan Cho. Pria tua itu menatap anak nakalnya dan menghela napas. “Ingat, sekarang kau sudah tahu siapa jati dirimu. Kau sudah menyatu dengan Arden. Walau kau menolak, tubuhmu secara otomatis akan mematuhi segala perintahnya. Latihan transformasi selama seminggu ini membuatmu semakin berkembang.” Cho Egan berdecih. Bisa-bisanya pria tua ini menjadikannya jelmaan manusia naga. Secara tidak langsung ia memiliki perasaan layaknya manusia dan sifat naga yang tidak akan patuh pada siapapun kecuali berlian lotus. Egan menatap Nara dari kejauhan. Gadis itu terlihat lemah, tapi menyimpan kekuatan besar yang diperebutkan banyak makhluk di dunia. “Dan jangan lupa,” Tuan Cho melanjutkan, “Prioritas utama kalian adalah Putri Nara. Bawa dia ke Putri ke Nirvana apapun ke adaannya. Jangan sampai Kreon berhasil merebutnya kembali.” Arden mengangguk mantap, berbeda dengan Egan yang mendnegarkan dengan malas-malasan. “Satu lagi,”Tuan Cho menepuk bahu Arden, “ayahmu akan selalu bersamamu. Ingat selalu kata-kataku itu.” Sebuah senyum terukir. Arden pun mengangguk. “Pergilah, sebelum para warga mulai curiga. Seminggu ini aku berusaha untuk menyembunyikan kalian, terutama kau Egan!” “Iya-iya, Pak Tua!” Setelah semua pesan selesai Tuan Cho utarakan, keempatnya mulai berjalan menyusuri padang rumput yang tinggi-tinggi. Dengan demikian perjalan ke ujung dunia dmulai hari ini. Arden menatap langit cerah berwarna biru. warrior itu menyentuh kalungnya. Ayahnya pasti sedang melihat Arden dari atas sana dengan senyum lebar. Arden berjanji akan mewujudkan amanahnya. “Warrior Arden?” Arden sidikit tersentak ketika Nara tiba-tiba menghampirinya. “Iya Putri?” Gadis itu meminta Arden untuk menunduk karena ia ingin membisikan sesuatu. Egan yang berjalan di depan keduanya merasa curiga apalagi setelah Arden tersenyum mendengar bisikan Nara. Jangan-jangan keduanya tengah merencanakan sesuatu. “Tidak masalah, jika itu keinginan Putri.” Arden tersenyum pada Nara. Ternyata Nara meminta ijin padanya untuk berteman dengan Egan. Gadis itu merasa bahwa naga itu sama sepertinya. Arden juga mengerti, jika selama hidupnya Nara tidak pernah memiliki teman. “Terimakasih!” Nara terlihat senang. Ia berlari ke arah Egan. Sedangkan naga itu menatap Nara dengan bingung dan curiga. “Apa?” “Tidak.” Nara mengeleng dan berjalan di samping Egan. Melihat hal tersebut Robin mendengus. Ia melompat dan mengelilingi leher Arden. “Mereka sepertinya mulai akrab.” Arden mengedikan bahu. “Entahlah, seminggu ini Putri Nara diam-diam memperhatikan Egan. Bagiku tidak masalah selama Putri nyaman dan tidak merasa kesepian. Selain itu suasana hatinya pun akan berpengaruh pada Grill bukan?” “Kau benar, meow! Menjadi inti dunia memang merepotkan.” Egan dan Nara terus berjalan beriringan meninggalkan Arden beserta kucingnya di belakang. Nara selama perjalanan diam-diam mengamati wajah Egan. Naga di sampingnya ini walau terkesan ketus dan menyebalkan, sebenarnya baik. Beberapa kali Nara mendapat pertolongan Egan ketika seminggu ini. Sedangkan Egan, sebenanrnya menyadari hal tersebut. Nara sesekali menatapnya dengan senyum manis. Selama bergabung dengan kelompok pemberontak Egan hanya bergaul dengan laki-laki, ia selalu menolak ketika ada wanita yang ikut dalam misi-misinya. Namun, kali ini ia dihadapkan pada seorang putri yang amat cantik dan mempesona. “Naga Egan?” “I-iya Putri?” “Entah kenapa rasanya menyenangkan ada di sampingmu.” Nara menaruh telunjuknya di bawah dagu. “Aku tadi sudah meminta ijin pada Warrior Arden agar bisa berteman denganmu dan dia setuju!” “Ah, begitu rupanya ....” Egan manggut-manggut saja. “Kau mau ‘kan berteman denganku?” Egan menggaruk pelipisnya. “I-ya, iya tentu mau hehe ....” “Ah, senangnya! Sekarang aku punya teman!!” *** Cukup jauh para pengembara telah berjalan membuat perut mereka keroncongan. Medan pertama yang akan dilalui adalah Hutan Terkutuk, lebih baik jika mereka bisa melalui medan tersebut sebelum malam hari. Hutan itu sangat gelap dan menyesatkan, terlebih banyak rogue (serigala tanpa pack) yang berkeliaran. Mereka berempat memilih beristirahat di tepi sungai. Arden memperhatikan Egan yang duduknya sangat jauh. Ia sangat tahu bagaimana naga itu masih belum terima jika dirinya sebuah pedang. Arden sendiri bisa mersakan apa yang Egan rasakan. Bagaimana jiwa pemberontak Egan lebih dominan dan kini harus mematuhi setiap perintahnya. “Kau gelisah Warrior?” Nara berada di sebelah Arden, terlihat imut seperti hamster saat memakan nasi kepal buatan Ang. “Entahlah Putri, aku hanya tidak ingin Egan merasa seperti menjadi bawahanku atau apapun itu yang terpantri di otaknya saat ini yang entah mengapa aku bisa mengetahuinya.” Setelah menelan nasinya Nara tersenyum pada Arden. “Itu wajar, karena kalian telah menyatu. Pemilik pedang dan pedangnya, tapi yang aku lihat jiwa kalian belum menyatu. Ego kalianlah penyebab adanya batasan tersebut. Jika kau ingin Egan menghilangkan pemikiran sempitnya, maka buktikanlah. Tidak semua orang menuhankan kata-kata, Warrior.” Arden mengamati Nara yang kembali mengunyah nasi. Jika dipikir-pikir terkadang ucapan yang keluar dari Nara terdengar cukup dewasa di umurnya yang baru berusia tujuh belas tahun, begitu pula dengan beberapa sikap dan tindakannya. Arden melupakan bahwa Nara adalah berlian lotus yang usianya jutaan tahun lebih tua dari yang ia pikirkan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD