Bab 2. Two Years Ago

2498 Words
Apa yang akan orang lain lakukan jika terdampar di tempat asing? Waktu berjalan dua tahun lamanya tanpa tahu bagaimana cara untuk kembali. Perempuan berpakaian khas orang-orang Zerdon dengan segala celah mampu diselundupi berbagai jenis senjata, tengah membuka buku-buku besar di perpustakaan. Zerdon, klan asassins terkenal yang memiliki hirarki pemerintah sendiri merupakan tempat yang nyaman untuk orang asing sepertinya. Mereka kelompok nomaden, selalu berpindah tempat tanpa wilayah yang tetap. Emily menutup buku ke 245 yang kemungkinan bisa membantunya kembali ke Bumi, tapi ia tahu pasti tidak ada satu pun bisa membantu. Kelopak matanya tertutup dan hembusan napas berat ia keluarkan. Benar, Emily adalah makhluk yang terdampar di dunia penuh mahkluk-mahkluk mitos. Siapa sangka Emily akan bertemu vampir tampan berkharisma? Atau beberapa penyihir yang bisa terbang tanpa bantuan sapu? Bahkan ia pernah berurusan dengan putra kerajaan peri. Semua itu Emily lalui dengan keadaan mental yang bisa dikatakan tidak baik-baik saja. Lena satu-satunya nama yang menjadi alasan Emily untuk kembali, anak itu terus terpantri di pikirannya. Kemarin Emily telah merayakan hari jadinya yang ke dua puluh empat tahun, bagaimana bisa? Tentu, tepatnya dua tahun lalu adalah hari ulang tahunnya yang akan dirayakan bersama orangtuanya juga Lena. Saat Emily ingin pulang dari tempat kerjanya ia salah memasuki busway, alhasil perempuan itu malah terjerembab memasuki Dunia Grill. “Masih berusaha mencari cara kembali ke duniamu?” Emily tersentak dan melirik tajam sosok pria berjubah hitam. “Oh Kanza, kau mengagetkanku!!” “Aku suka setiap kali kau berekspresi terkejut, menggemaskan dan cantik.” “Jangan mulai Kanza!” Lelaki itu terkekeh, ia diangkat menjadi ketua Zerdon di usia muda. Dua tahun lalu anak buahnya menjalankan tugas untuk membunuh Alpha dari Crestmoon pack dan berakhir gagal, sebagai gantinya mereka membawa Emily yang mereka anggap penting bagi Alpha tersebut. Kanza yang saat itu baru beberapa bulan diangkat menjadi ketua pun tertarik dengan sosok Emily, sejak saat itu ia merawat dan melatihnya. “Hari ini kau membolos latihan lagi, sudah pasti ke sini.” Kanza mendekati salah satu rak buku dan menelusuri dengan jari-jarinya. “Berapa banyak buku yang akan kau baca, Em?” “Sebanyak sampai aku menemukan petunjuk agar bisa kembali.” “Duniamu itu ya, aku penasaran bagaimana bentuknya.” Emily menatap lelaki yang kini menoleh padanya. Kanza memiliki umur tidak jauh darinya, entah kenapa setiap berbicara dengan Kanza selalu memiliki pemikiran yang selaras. Lelaki ini pun cukup populer di kalangan perempuan di Zerdon, bahkan Emily pernah dengar beberapa putri kerajaan lain sempat tertarik dan ingin menjadi kekasihnya. Sayang sekali status Kanza sebagai ketua klan asassins membuat reputasinya dipandang buruk, karena menjadi asassins berarti akan dicap sebagai pembunuh bayaran dan pengguna sihir hitam. “Bumi hanya diisi manusia, hewan dan tumbuhan. Sangat berbeda dengan Grill.” “Apakah wanita di sana cantik?” Perempuan berambut hitam panjang yang dikepang longgar itu menyangga dagu dan tersenyum menggoda. “Kau bisa melihatku.” “Baiklah... kau cantik, sangat cantik bahkan lebih cantik dari perempuan-perempuan di Zerdon.” Emily tersenyum congkak. “Sekarang bantu aku menelusuri buku-buku di sini!” Kanza terkekeh. Selain wajahnya yang cantik dan manis, pribadi Emily juga sangat menarik. Lelaki itu mengikuti langkah Emily menuju salah satu rak buku raksasa. Perpustakaan ini milik Zerdon, walau mereka sering berpindah tempat dengan kekuatan sihir memindahkan bangunan seperti ini bukanlah hal yang sulit. Ketua Zerdon mengarahkan tangannya pada rak. Gumpalan asap hitam terbentuk dari sana, tanpa rapalan apapun rak buku tersebut mulai diselimuti sihirnya. Perempuan di samping Kanza terkejut dan sedikit menghindar. “Di sini tidak ada Em.” “Kau serius? Cepat sekali kau menyimpulkan? Jangan-jangan kau hanya membual.” “Tidak, aku mencarinya dengan sihir. Asap-asap ini menyebar dan menyelinap di setiap halaman. Seperti yang sering kau lalui buku-buku ini tidak ada satu kata pun yang memiliki ejaan Bumi. Cara ini sering kami gunakan untuk mencari target, beruntung yang kau cari ada di dalam kelompok homogen, jika itu makhluk hidup dan berkeliaran di hutan akan lebih sulit.” Satu buku Kanza ambil dan di serahkan pada Emily. “Hanya buku ini yang menyatakan ada banyak dunia yang diciptakan secara sengaja atau tidak sengaja.” Perempuan berkepang longgar itu menerimanya. Bahasa yang digunakan di dunia ini bernama Kulus, Emily telah mempelajarinya sejak ia tidak mengerti apapun kata yang keluar dari mulut makhluk Grill. Sedangkan aksaranya disebut Damai, lebih mudah dari aksara mandarin atau kanji di Bumi. “Kau benar, tapi penulisnya hanya ditulis dengan inisial.” Perempuan itu memandang takjub Kanza. “Andai aku memiliki sihir pasti akan cepat mencari petunjuk.” Kanza tersenyum. “Asassins dianugerahi sihir hitam sejak dulu. Kau telah membaca sejarahnya, kan? Kami bukan makhluk murni yang menggunakan sihir, asassins lebih menonjolkan keahliannya dalam memegang senjata.” “Itu sebabnya kau selalu melatihku menggunakan senjata? Sejujurnya aku sempat terkejut saat mendapat penghargaan sebagai ahli senjata dari Zerdon, padahal aku orang asing.” Helai rambut Emily terjatuh menjadi fokus Kanza. Pria itu mengulurkan tangan dan menyelipkan surai Emily ke belakang telinga. Gerakannya sangat lembut dan telaten, pria itu menatap wajah Emily yang kembali terkejut. “Kau cantik, Em.” Emily menelan ludahnya. Ini kesekian kali Kanza memujinya dan melakukan hal-hal kecil, sudah sangat jelas Kanza memiliki minat padanya. Walau Emily telah menceritakan seluruh latar belakangnya pada Kanza, pria itu seakan tidak peduli. “Tidak bisakah kau tinggal di sini saja Em? Menikahlah denganku, aku tidak peduli siapa dan darimana asalmu. Mendengar kau selalu ingin kembali ke Bumi membuatku kecewa.” Kanza menyentuh wajah samping Emily dan mengusap lembut wajah perempuan itu dengan ibu jarinya. Wajah Emily sangat halus dan bersih, ada tahi lalat mungil di bawah mata kanannya menambah kesan manis. Di lihat darimana pun Emily seperti putri kerajaan. “Tidak Kanza,” Emily menarik lengan Kanza agar berada di tempatnya semula. “Aku memiliki Lena, dia lebih berharga dari apapun.” Andai lelaki ini manusia bumi, mungkin Emily akan menerima lamaran tersebut, sayang sekali mereka berbeda dunia. Bukan pertama kali bagi Kanza mendapat penolakan dari Emily. Perempuan itu cukup keras kepala ingin kembali ke bumi setelah banyak hal yang dilakukan Kanza padanya. Jari-jari lelaki itu terkepal, takdir benar-benar sangat merepotkan. “Baiklah, aku tidak akan memaksamu lagi.” Mengernyit dalam, Emily tidak mengerti. “Kau tidak pernah memaksaku.” “Tidak, aku memaksamu untuk tetap di sisiku secara tidak langsung.” Pin dengan lambang burung elang dengan belati di antara paruhnya dicopot dari bahu Emily. “Mulai sekarang kau bukan dari klan Zerdon lagi. Kau bebas Em!” “T-tapi kenapa?” “Buku yang kau bawa pengarangnya seorang penyihir hitam yang tinggal di dekat hutan terkutuk.” Emily menatap buku yang diberikan Kanza tadi. Penulisnya hanya menyertakan huruf inisial jika dibaca akan terdengar seperti nama Lim. “Apa benar dia akan memberi tahu cara untuk kembali ke Bumi?” “Aku tidak tahu pasti, tapi yang kudengar dia bisa melihat masa depan.” “Kau akan ikut?” “Tidak, lebih baik kau mencarinya sendiri. Di luar sana banyak hal yang perlu kau jelajahi agar bisa menemukan jawaban atas masalahmu.” Kanza menyentuh bahu Emily dan menariknya untuk ia rengkuh. Tubuh perempuan ini sangat nyaman untuk dipeluk, tapi Kanza tidak bisa memilikinya. “Pergilah dan jangan pernah kembali jika bukan untuk hidup bersamaku, Em.” *** Perkotaan di Kerajaan Seberang cukup ramai. Pria dengan tudung cokelat dan seekor kucing bertengger di bahunya sedang berjalan di antara orang-orang yang saling mengobral dagangan. Robin selalu mengeong tatkala penjual ikan berhasil dilewati Arden. “Meow, dasar ikan sarden pelit!” Arden berdecak. Kucing banyak mau seperti Robin memang sangat merepotkan, beruntung ia dalam keadaan tertutup tudung jubahnya jadi jurus ilusi Robin tidak dapat dilihat dengan jelas. “Berhenti memanggilku ikan sarden!” ungkap Arden tidak terima. Ngomong-ngomong Robin baru sadar nama lengkap Arden akan terdengar seperti salah satu jenis ikan kesukaannya. Kucing itu terbahak, suaranya sangat memekakan telinga Arden. "Memang kenapa, meow?" “Aku bukan makananmu!” “Begitu saja marah, coba kau bayangkan jadi aku yang kelaparan ini meow!” “Jika kau ingin ikan kita bisa membelinya setelah mendapatkan 70.000 RiL.” Robin mendengus. “Kau hanya bicara saja, meow. Mencari keberadaan Egan saja kau tidak bisa.” Brukk!! Beberapa anak saling mengejar berhasil menubruk tubuh Arden. Pria itu tidak bergerak sama sekali karena tabrakan itu tidak akan berasa, tapi matanya melotot saat menyadari sesuatu. “Sial, mereka gerombolan pencuri!!” Tangan pemuda itu menyentuh beberapa barang bawaannya. Ia tercekat saat tas slempangnya menghilang. “Lotusnya berhasil mereka ambil!” “Meow! Dasar kau bodoh, cepat kejar anak-anak itu!” Robin melompat untuk mengejar anak-anak yang tadi berhasil menubruk Arden. Pupil mata kucing itu yang semula berwarna biru berubah menjadi emas, salah satu kekuatan murni yang diturunkan dari leluhurnya. Mata itu mampu melihat benda bercahaya yang disembunyikan, selain emas, batu permata, pusaka lotus jelas akan terlihat. “Kau melihatnya Robin?!” Arden berlari di sisi kucingnya. Beberapa gerobak dan dagangan berhasil mereka hindari. “Pusaka itu menuju belakang gedung arah jam dua, kemudian dilempar ke arah jam dua belas. Aku rasa meraka bersekongkol.” “Baiklah aku akan mengejar dari arah belakang, kau menyusul dari lawan arah.” “Bagaimana jika mereka melompat? Selain ada jalan setapak di belakang gedung hanya ada sungai, meow.” “Maka aku akan tetap mengejarnya! Percaya padaku Robin!” “Meow, terserah kau saja!!” Sesuai rencana Arden kucing Robin memilih jalan lurus, sedangkan pria itu berkelok menuju belakang gedung-gedung berbentuk persegi panjang. Sesuai penglihatan Robin beberapa anak berlari di antara jalan setapak, di bawahnya ada sungai yang cukup besar sebagai perbatasan antara Kerajaan Seberang dan Kerajaan Antawiz, bernama sungai Alter. Fokus Arden pada anak yang bertopi hitam berlari seorang diri, terlihat sangat mencurigakan dengan gaya berlarinya. Pria itu semakin cepat berlari. Anak-anak ini memang bersekongkol, anak yang tadi menabrak dan mengambil tas slempangnya memakai pakain tanpa lengan berlari ke arah berlawanan di belakang gedung. “Kena kau!!” “Aaaa!! Tidaakkk!!” jerit anak itu berusaha menghindar. Arden tidak mungkin menggunakan kekuatan elemennya pada anak kecil ini. Tangannya dengan cekatan mengunci pergerakan anak bertopi hitam pada pagar pembatas sungai. Namun sayang gerakan tersebut membuat tas slempangnya terlempar ke dalam sungai. “Aaaarrgggg! Sial!” Arden tidak peduli pada anak itu lagi, segera ia melompat turun berusaha meraih lotus yang bercerai dengan tas kulitnya. BYUURRR!! Sungai ini memiliki dasar yang sangat gelap. Beberapa mitos sudah pernah Arden dengar, salah satunya jika seseorang terjebak di antara gelapnya sungai Alter orang itu tidak akan pernah menemukan cahaya. Baiklah, Arden hanya perlu meraih lotus yang berkilauan di depannya. Namun gerakan Arden terhenti, sosok Marcus terlihat ikut berenang di sampingnya menuju dasar sungai. Mulut Arden yang menyimpan oksigen pun terbuka, tangannya terulur untuk menyentuh ayahnya itu. Jangan ke sana! Gerakan Arden terhenti. Telinganya seperti mendengar teriakan seseorang, pria itu segera sadar dan berbalik arah menuju lotus yang berada di atasnya. Arden sangat bodoh, ia berenang sangat cepat menuju dasar hanya untuk ilusi sosok ayahnya. 'Akhirnya kudapatkan kau!' ucap warrior dalam hati. Lotus berhasil masuk dalam genggaman Arden. Senyum pria itu merekah, entah suara siapa itu yang jelas telah menyelamatkannya. Arden akan berenang naik, tas kulit yang jaraknya tidak terlalu jauh berusaha diambilnya. Mata pria itu tidak sengaja melihat satu titik kilauan cahaya di antara gelapnya dasar sungai. Cahaya lotus ia arahkan pada titik tersebut. Arden terperangah, terlihatlah sosok gadis berambut panjang dengan ekor ikan sedang menggeliat seperti tertimpa sesuatu. Apakah itu ilusi sama seperti bayangan ayahnya tadi? Arden memperhatikan cahaya lotus yang bersinar terang, sinarnya seakan menuntun Arden untuk membantu makhluk tersebut. Tidak bisa! Pemuda itu berenang ke permukaan. Segera kepalanya menyembul dan meraup oksigen sebanyak-banyaknya. Ia bisa melihat Robin berdiri di atas pagar pembatas tengah ketakutan pada air sungai yang sesekali menyiprat karena gelombang ombak. “Kau dapat lotusnya, meow?!” Pria warrior memperhatikan kucingnya dan mengangguk. Robin bernapas lega. “Cepat kau naik ke atas!! Aku benci air! Meow!” Arden menggeleng, kemudian mulutnya ia kembungkan diisi dengan banyak oksigen. “Hey! HEY! APA YANG KAU LAKUKAN MANUSIA BODOH! MEOW!!” Robin menjerit heboh saat Arden bukanya naik ke atas malah masuk kembali ke dalam sungai. Warrior itu segera mengarahkan cahaya lotus ke dasar sungai. Titik cahaya tadi masih ada yang ternyata berasal dari anting-anting gadis manusia ikan itu. “Tolong... tolong aku!!” Arden sebelumnya pernah bertemu sosok mermaid, manusia ikan seperti mereka memiliki keahlian berkomunikasi di darat maupun dalam air. Dilihat dari postur tubuhnya mermaid ini masih muda, ekornya tertimpa rantai besi raksasa. Arden menatap sekitar dan menemukan potongan besi yang memanjang. Setelah memposisikan diri, pusaka lotus ia masukan ke dalam tas kulitnya, tentu cahaya lotus meredup. Sangat gelap, benar-benar gelap! Pria warrior memejamkan mata. Telinganya yang awalnya hampa mulai terdengar suara bising, di antaranya teriakan-teriakan orang kesakitan, suara senjata saling beradu, bahkan suara menggoda milik wanita yang membuatnya bergidik. Arden berusaha tidak peduli. Ia fokuskan tenaganya untuk menekan besi panjang yang tadi diambilnya. Fungsi besi sebagai tuas agar bisa mengangkat rantai besi raksasa. TRANG!! Rantai besi berhasil Arden ungkit. Segera pria itu mengeluarkan lotus dari dalam tas kulitnya. Cahaya lotus kebali menyinari gelapnya dasar sungai Alter, suara bising mulai hilang dan Arden dapat melihat sosok mermaid itu berenang ke segala arah dengan senyum lebar. Tidak melupakan kebaikan Arden mermaid berenang ke arah pria itu. Cup! Mata Arden melebar. Sebuah kecupan dari gadis mermaid mendarat mulus di atas bibirnya, membuat Arden kembali melepaskan pasokan oksigen dari mulutnya yang mengembung. Blubup! Blubup! “Hihihi, kau sangat lucu!” Mermaid itu menatap lotus di tangan Arden. “Terimakasih ya!” Sepersekian detik Arden masih mengambang di antara air sungai Alter. Ia segera sadar, mermaid itu telah pergi entah kemana. Akhirnya pemuda itu memutuskan bener-benar naik ke permukaan sungai. “Aku tidak mau tahu! Kau harus memberiku ikan sarden! Meow!” “Iya, iya, setidaknya tunggu tubuhku kering!” “Itu ‘kan salahmu sendiri, meow!!” Arden mendengus. Setelah menyelamatkan gadis mermaid yang entah asli atau hanya khayalannya saja Arden duduk di atas pagar pembatas sungai untuk berjemur. Ia telah melepaskan pakaiannya yang dijemur terpisah di bawah terik matahari. Mumpung tidak ada orang, ini menjadi kesempatannya ikut berjemur. Tubuh pria itu sangat sehat dan atletis, terlihat dari perutnya yang berotot menampilkan bentuk kotak-kotak beruntun. Ini hasil dari latihannya menjadi warrior kerajaan, selebihnya latihan tambahan dari Marcus. Arden mengusap rambutnya yang basah, terlihat sangat tampan dengan cahaya matahari membiasinya. Kegiatan berjemur berlangsung sampai matahari berwarna jingga kemerahan. Kucing Robin bahkan sampai ketiduran, semoga saja melupakan ikan yang kucing itu minta. Arden sebenarnya sanggup membelikan apapun yang diinginkan Robin, hanya saja perjalannya kali ini tidak memiliki batasan waktu. “Benar-benar kucing yang merepotkan!” Pria itu segera mengenakan pakaiannya kembali. Saat ingin membangunkan kucing jahenya, Arden merasakan semilir angin meniup wajahnya. Ia mendapat firasat tidak mengenakan. BOOOMM! BOOMM! BOOMM!! DUAR!! Angin sangat kencang menerjang Arden dari arah asal suara ledakan beruntun. Kucingnya yang dipaksa bangun pun meloncat ke dalam rengkuhan Arden. “APA?! ADA APA?? MEOW?!” Arden menatap asap hitam yang bergumpal terbang ke udara. Suara teriakan dari warga sekitar mulai terdengar riuh. Kupluk dari jubah cokelatnya segera Arden naikan. “Egan, kita akan bertemu dengannya.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD