“CHO EGAN!!”
Suara Arden menggema di penjuru kota. Tatapan pria itu menajam tatkala naga, jelmaan wujud dari Egan merespon. Ia melayang dengan api perlahan menyelimuti tubuhnya.
Rambut Arden berkibar mengikuti kobaran api yang sangat panas. Dalam genggamannya sebuah belati telah siap untuk menghalau serangan.
Naga itu terbang sangat cepat dan gesit ke arah Arden. Tubuh Egan begitu besar, akibatnya menubruk menara. Bangunan itu menjadi hancur dan ambrol. Beruntung tidak ada warga di bawah sana.
Arden yang sigap melompat. Kakinya mendarat di atas punggung naga.
Egan yang menyadari segera terbang ke atas, agar Arden ditarik gravitasi. Namun, tindakannya menyebabkan apinya menyembur luas. Arden menggunakan belati untuk menusuk tubuh Egan.
GRAAHHHH!
“Yahh, lumayan walau tidak membuat Egan terluka.” Robin telah tiba. Ia hanya menonton perkelahian antara dua orang yang telah berteman sejak kecil. “Jika Ayah masih hidup pasti mengajak taruhan.”
Tusukan belati memang menyakitkan, tapi benar kata Robin, tidak akan melukai Egan. Tubuh naga dilapisi sisik dan mampu meregenerasi sangat cepat, seperti kaum werewolf.
Arden kembali melayang dan melemparkan ribuan bola api dari kedua tangannya.
Terlihat seperti hujan meteor, jika dilihat dari tempat evakuasi para warga. Anak-anak di sana terlihat takjub melisannya.
Tubuh Egan yang terus dirundung berhasil terguling dan jatuh berdebum.
“Yaa begitu!!” Robin bersorak. Tubuh Egan berguling di udara, terlihat di mata Robin bagai ikan yang menggelepar saat dipancing dengan kail. “Hahahaha!!”
Egan menggeram.
Tanah yang ditindih tubuhnya ambles dan membentuk tubuh naga. Egan menggelengkan kepala, tanah yang menempel pada rambut merah di sekitar lehernya berhamburan.
Tatapannya tajam mengarah pada Arden yang masih melayang diselimuti api. Ada puluhan bola-bola api yang mengelilingi tubuhnya.
GRAAHHH!!
Naga itu bangkit dengan api menyelimuti tubuh. Gerakannya sangat cepat membuat Arden terkejut. Egan menggeram, dalam kecepatan seperti kilat Arden pun susah disentuh. Maka ia meliukan ekornya, tepat di titik buta Arden.
“Aarghh!!”
Tubuh Arden terpental dan menghantam rumah warga. Bukan hanya satu, kibasan ekor Egan mampu membuat Arden terhembas bagai peluru yang menembus belasan kanvas.
“Gila, bisa nembus sampai delapan belas rumah.”
Kucing Robin melompat ke arah Arden. Ia mengamati puing-puing rumah bermaterial tanah dan batu yang telah hancur oleh tubuh Arden. Bukan hanya puing, Arden meninggalkan lubang di bagian tengahnya.
Benar-benar pukulan yang sangat bagus.
“Hey, Arden. Kau masih bisa bernapas, meow?”
Sepersekian detik Arden terbatuk. Dari mulutnya keluar darah segar. Pria itu menggelengkan kepalanya yang pening. Puing-puing dan debu di tubuh Arden pun berserakan. Tangannya menyentuh tas selempangnya yang terdapat lotus di sana, pusakanya masih aman.
“Kemana Egan?” ucap Arden kemudian.
Robin menaikan sebelah alis. Benar juga apa kata Arden. Segera kucing itu menoleh. Egan tidak melanjutkan pertarungannya dengan Arden, malah terbang menjauh ke tempat yang lebih terang—tempat tinggal para elite kerajaan.
“Dia tidak akan puas sebelum menghancurkan para elit.” Robin mengamati dengan wajah imut khas kucing. “Selanjutnya apa?”
“Kita harus menangkapnya.”
“Mengapa kau sangat bersikeras? Pedang itu tidak ada padanya dan kau telah mendapat 70.000 RiL. Kita sudah tidak ada urusan lagi dengannya, meow!”
“Tidak, kau hanya belum mengerti.” Arden bangkit dengan tertatih. Sepertinya ada beberapa tulang yang retak dan bengkok, tapi ia tidak menyerah. “Egan berbeda dengan naga yang lain, aku akan menaklukannya. Seperti ayah menaklukan naga di Teluk Abraham.”
“Tapi kau terluka dan tenagamu akan habis!” sela Robin tidak setuju akan keinginan tidak penting milik Arden. “Kita pergi saja dan beristirahat untuk melanjutkan perjalanan ke Nirvana.”
Arden melangkah dengan menyeret kaki kirinya. “Bukankah kau sendiri yang menginginkan pedang itu? Akan kudapatkan.”
“HEY!”
Arden sudah melayang dengan api menyelimutinya kembali.
Robin terbengong. Sama sekali tidak mengerti maksud Arden. Bagaimana bisa menaklukan Egan sama dengan mendapatkan pedang naga api? Arden bahkan percaya jika pedang itu tidak ada di tangan Egan. Atau jangan-jangan Arden menipunya? Bukankah ada istilah tipulah temanmu dahulu sebelum menipu musuh?
“Arrrgg! Manusia memang susah dimengerti, meow!!”
Naga Egan berhasil menginvasi sebagian perumahan para elite kerajaan. Beberapa prajurit menembakan panah dan sama sekali tidak mempan untuk menahan Egan.
Arden yang menyusul di belakang mengeraskan rahangnya, tubuhnya ia condongkan agar semakin cepat ke tempat Egan. Namun, gerakannya terhenti. Tanpa sengaja tatapannya mengarah ke arah banyaknya manusia bergerombol di balik sebuah tombak raksasa.
“Sialan!”
Tobak itu diselimuti sihir hitam yang berkobar. Naga mungkin makhluk terkuat, tapi tidak kebal pada sihir hitam yang terdiri dari banyak kutukan dan penyakit.
“Mereka bersama penyihir hitam.” Robin ikut menyusul. Ia berdiri di salah satu atap yang tinggi bersebelahan dengan Arden. “Aku rasa mereka berencana membunuh Egan.”
Jantung Arden mendadak berdegup kencang. Ingatannya saat membantu Marcus di Teluk Abraham membunuh naga kembali berputar.
“Dulu naga makhluk yang mulia, sebelum Raja Kreon memiliki pusaka lotus.”
Arden saat itu berumur empat belas tahun hanya manggut-manggut saja, membersihkan pedang milik ayahnya yang penuh darah naga.
“Mengapa sekarang berbeda?”
“Kreon menemukan kelemahan naga. Mereka sangat hormat pada pusaka lotus. Maka, Kreon mengancam naga akan menghancurkan lotus.”
“Terus, Ayah?”
Marcus mengelus kepala Arden. “Kreon memerintah para naga untuk menghancurkan kerajaan-kerajaan lain. Maka orang-orang pun berpindah haluan membenci naga dan memburunya.”
“Ayah juga membunuh naga itu?”
Panglima perang Kerajaan Shuru itu mendesah. “Nama naga itu Hellcus, dia menentang Kreon. Maka Ayah mendapat mandat untuk membunuhnya.”
“Tapi itu bukan tindakan yang benar, kan Ayah?”
“Arden, kau baik-baik saja, meow?” Robin mengamati Arden yang bergeming dengan napas memburu. “Arden?”
“Robin!”
“Ya?”
“Aku pasti akan membawa lotus ini ke Nirvana.” Arden menyentuh tas slempangnya. Lotus di dalam sana merespon usapan Arden dengan cahayanya semakin terang. Laki-laki itu menoleh pada Robin. “Dan akan menyelamatkan semua naga di dunia ini!!”
Robin mendelik, terkejut. Bola mata Arden berwarna biru menyala seutuhnya.
Berbalik mengamati tombak dan Egan bergantian, napas Arden memburu. Jantungnya berdetak sangat kencang, tiba-tiba begitu menyakitkan.
Tangannya meremas d**a membuat Robin sedikit khawatir akan mendekat, tapi terhenti saat tubuh Arden perlahan dikelilingi api biru.
Api biru memiliki panas melebihi api biasa. Bahkan, Marcus belum sampai tingkat ini. Bagaimana mungkin Arden mendapatkannya?
Tombak yang dipenuhi sihir hitam mulai diluncurkan. Arden segera melesat pada tubuh Egan yang masih menyemburkan apinya di area para elite.
Robin menganga melihat seberapa cepat Arden terbang dan menerjang tubuh Egan. Naga itu sampai terpental ribuan mil tidak terlihat lagi wujudnya.
TRASSHH!
Tubuh Egan terjatuh dari ketinggian dan berguling-guling di atas padang ilalang. Bentuk naganya telah berubah menjadi manusia seutuhnya.
Tadi itu Egan mendapat serangan mendadak dan sangat menyakitkan. Rahangnya seperti ada yang meninju menggunakan besi raksasa. Tidak tahu saja ia bahwa Ardenlah pelakunya.
“Masih utuh kau rupanya.”
Egan terkesiap. Napasnya tersendat-sendat, bahkan memuntahkan darah. Tangannya meremas d**a yang rasanya sesak. Dalam penglihatannya Arden melayang dengan api biru menguasainya.
“Arden ... kau rupanya!”
Arden tersenyum miring. Tidak biasanya ia bersikap seperti ini. Api biru telah mengubahnya menjadi sosok Arden yang lain.
Egan berpikir dalam. Jika seseorang dikuasai api biru, hanya ada napsu membunuh di otaknya. Kekuatannya sangat dahsyat, maka tidak sembarang orang berhasil sampai titik ini.
“Aku ingin mengambil pedang naga api itu!"
Egan berdecak. Walau dalam keadaan hampir sekarat ia masih saja arogan. “Kau tuli hah? Sudah kukatakan pedang itu tidak ada padaku. Tahu wujudnya saja tidak!!”
Kembali senyum miring diperlihatkan Arden. “Maka akan kutunjukan bagaimana wujud pedang itu!”