"Non Diana„ Non Diana tunggu aja di mobil. Non Diana enggak pegel, dari tadi berdiri di situ?" Budi sopir Diana yang ikut berdiri di dekat Diana.
Lagian aneh aja, ini anak? Kalo yang satu naik mobil, terus yang satu naik motor„ Kenapa enggak pulang masing-masing aja, ya?. Ungkap Budi dalam hati.
"So what?!!" Diana dengan jutek, sambil mendelikan matanya kepada Budi.
"Apa, non? Kawat?? Kawat buat apaan, non?! Di sini enggak ada kawat." Budi yang kebingungan mendekati Diana, karena dirinya tidak bisa mendengar jelas perkataan Diana.
"Ih, budek! Udah sana!! Jangan deket-deket!! Bikin kesel aja!" Diana memarahi Budi.
Budi langsung mundur seketika, karena takut Diana lebih marah lagi kepadanya. Markus hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil menatap Budi.
Apa mbak Risti ngajakin dulu kak Vino jalan-jalan, ya? Makannya bisa lama… Ih!! Awas ya, mbak Risti!!. Ungkap Diana dalam hati dengan raut wajah kesal.
Tak lama Gavino datang dan menghampiri Diana. Gavino dan Risti turun dari motor Gavino. Diana langsung menatap Risti dengan tatapan yang tajam.
"Queen„ Maaf ya?" Gavino membungkuk sambil memegang kedua bahu Diana.
Queen adalah panggilan kesayangan Reyhan kepada Diana, namun keluarganya kini ikut memanggil Diana dengan sebutan yang sama.
"Kakak habis dari mana? Kok lama banget?! Kaki Queen sakit dari tadi berdiri, nungguin kakak…." Diana dengan manja dan mata berkaca-kaca.
"Maaf ya? Kakak beliin es krim, ya?" Rayu Gavino agar Diana tidak marah kepadanya.
Diana yang masih cemberut terdiam sejenak. Gavino masih menatap Diana penuh harap agar adiknya itu tidak marah lagi kepadanya, akhirnya Diana mengangguk dan memegang tangan Gavino.
"Tapi Queen mau naik motor kak Vino…." Diana mengajukan syarat sambil menarik tangan Gavino.
"Enggak." Gavino dengan mantap menolak keinginan Diana tersebut.
"Kenapa sih, Queen enggak boleh naik motornya kak Vino?! Mbak Risti aja boleh„ Kenapa Queen enggak boleh?!" Protes Diana.
"Queen boleh naik motor kakak, kalau Queen udah gede. Udah yuk, kita pulang. Queen masuk ke mobil, ya?" Gavino mencoba membujuk Diana, sambil menuntun Diana ke dekat mobilnya.
Budi segera membukakan pintu mobil belakang sebelah kanan untuk Diana.
"Janji?! Nanti kalo Queen udah gede, kak Vino boncengin Queen?" Diana mengacungkan jari kelingkingnya kepada Gavino.
"Iya." Gavino melingkarkan jari kelingkingnya di jari kelingking Diana, sambil tersenyum lembut.
"Ya udah, kalo gitu Queen masuk ke mobil„ Tapi mbak Risti juga enggak boleh kakak boncengin. Mbak Risti juga harus masuk ke mobil." Diana sambil menatap Risti yang berdiri di dekat Gavino.
Diana cemburunya lucu, ya? Jadi pengen punya adik, deh. Ungkap Risti dalam hati, sambil tersenyum menatap Diana.
Huh! Sok manis, pake senyum-senyum segala! Pasti biar kak Vino ngebela mbak Risti, kan? Licik! Jahat!. Gerutu Diana dalam hati, sambil menatap tajam ke arah Risti.
Gavino segera menyuruh Diana masuk ke dalam mobil. Setelah Diana masuk ke dalam mobil.
"Kamu sama Diana, ya?" Gavino kepada Risti yang masih berdiri di dekatnya.
Risti pun mengangguk dan menuruti Gavino. Budi membukakan pintu mobil belakang sebelah kiri untuk Risti. Risti langsung masuk ke dalam mobil, dan duduk bersebelahan dengan Diana.
"Jangan lupa beli es krimnya, kak…." Diana membuka kaca mobil dan melirik Gavino dengan tatapan manjanya.
Gavino mengangguk sambil tersenyum hangat menatap Diana.
Beberapa saat kemudian mobil Diana pun mulai melaju, dan diikuti Gavino dengan motornya.
***
Sore hari di kamar Diana. Setelah Risti selesai mengajari Diana.
"Mbak Risti„ Sebenernya Diana enggak usah mbak Risti ajarin, Diana udah bisa sendiri kok…." Diana sambil merapikan buku dan alat tulisnya.
"Oh? Oh iya„ Diana emang pinter." Risti agak terkejut, dan tersenyum sambil memuji Diana.
"Iya, Diana emang udah pinter dari lahir… Jadi anggap aja selama ini keluarga Diana lagi beramal buat mbak Risti…." Diana sambil berdiri dan pergi keluar dari kamarnya meninggalkan Risti.
Risti terkejut dan terdiam sesaat.
Bener juga sih, yang dibilang Diana… Sebelum aku ajarin juga, Diana juga udah bisa sendiri. Tapi kenapa rasanya sakit banget ya? Saat Diana bilang kayak gitu… Apa selama ini aku juga makan gaji buta?. Ungkap Risti dalam hati, sambil menunduk dan merasa tidak enak.
Di depan kamar Diana.
Diana hendak pergi ke kamar mandi.
"Apa tadi omongan Diana ke mbak Risti keterlaluan, ya? Habisnya mbak Risti nyebelin, sok akrab sama mama sama kak Vino. Cari perhatian mereka terus, pas tadi makan siang„ Diana jadi dicuekin semua orang, gara-gara mbak Risti! Tapi Diana enggak maksud ngomong kasar kayak tadi sih, ke mbak Risti…Apa Diana minta maaf aja, ya? Eh, nggak ah! Gengsi dong! Lagian yang salah mbak Risti, kok! Pokoknya salah mbak Risti!" Dengan suara pelan, sambil masuk ke kamar mandi. Diana sebenarnya merasa bersalah kepada Risti atas perkataannya tadi.
***
Saat Risti pamit, hendak di antar pulang sopir.
"Tante„ Risti pamit pulang sekarang." Risti berdiri di ruang tamu sambil tersenyum menatap Luna.
"Oh, iya sayang. Hati-hati, ya?" Luna sambil mengusap punggung Risti.
Risti mengangguk dan tersenyum. Diana masih ragu-ragu saat ingin meminta maaf kepada Risti, karena perkataan yang Diana lontarkan kepada Risti sebelumnya.
"Bu, ada telepon dari bapak." Teriak salah satu pembantu Luna, kepada Luna.
"Oh, iya bi." Luna kepada pembantunya.
"Ya udah kamu hati-hati ya, Risti? Tante ke dalem dulu." Luna sambil mengusap kepala Risti dengan lembut.
"Iya, tante." Risti mengangguk.
Setelah Luna pergi.
"Diana, mbak Risti pulang dulu ya?" Risti tersenyum kepada Diana. Saat Risti berbalik dan mengenakan sepatunya, Diana mendekati Risti.
"Hmm„ Mbak Risti…." Diana dengan ragu-ragu.
"Iya?" Risti melirik Diana sambil mengikat tali
sepatunya.
"Hmm„ Tentang omongan aku yang tadi…." Diana menatap ke sembarang arah, tanpa melihat wajah Risti.
"Iya? Yang mana?" Risti awalnya masih bingung dan tidak mengerti maksud Diana.
"Yang tadi! Itu„ Emm… Pokoknya aku minta maaf!" Diana sambil berbalik dan meninggalkan Risti.
Terserah deh, yang penting Diana udah minta maaf!. Ungkap Diana dalam hati, sambil berjalan ke arah ruang keluarga.
Risti tersenyum dan mengerti maksud perkataan Diana, Diana meminta maaf kepada Risti karena telah mengatakan keluarga Diana seperti beramal kepada Risti.
Diana lucu juga„ Mana ada minta maaf sambil ngembek kayak gitu? Hehe„ Tapi dilihat dari wajah Diana tadi, dia kelihatan tulus minta maafnya… Kayak yang malu-malu„ Makannya dia tutupi rasa malunya itu sama ngambeknya dia. Tapi kentara banget di wajahnya„ Dasar Diana, Diana… Ada-ada aja. Gimana aku bisa marah sama anak lucu kayak kamu itu sih, Diana?. Ungkap Risti dalam hati. Risti menggelengkan kepalanya sambil tersenyum membayangkan Diana saat meminta maaf kepadanya tadi.
Risti menyukai Diana, dan menurutnya walaupun Diana terlihat jutek namun gadis itu adalah anak yang manis. Risti menganggap Diana seperti adiknya sendiri. Tak lama Gavino yang sudah terlihat rapi dengan diikuti Diana yang menarik-narik tangan Gavino, berjalan mendekati Risti yang masih berdiri di ruang tamu.
"Eh! Kenapa tuh, mereka?" Risti dengan suara pelan.
"Kak Vino„ Pokoknya Queen mau ikut kak Vino!" Diana terus merengek berkali-kali kepada Gavino, sambil menarik-narik tangan Gavino.
"Jangan sekarang Queen. Kakak mau ngasihin buku ini dulu ke Toni. Cuma ngasihin buku aja, enggak lama." Gavino sambil menatap Diana dan terus berjalan mendekati Risti.
"Enggak mau! Pokoknya Queen mau tetep ikut kak Vino!" Diana dengan mata yang berkaca-kaca karena keinginannya tidak dipenuhi.
"Kakak cuma mau ngasihin buku aja sebentar, Queen„" Gavino.
Aku enggak bakalan ngebiarin kak Vino sama mbak Risti! Kak Vino enggak boleh diambil sama mbak Risti! Dasar mbak Risti, mau main curang! Ternyata dia diam-diam minta kak Vino buat nganterin mbak Risti! Padahal tadi aku udah minta maaf sama dia! Aku nyesel!. Gerutu Diana dalam hati, yang merasa cemburu kepada Risti.
Diana masih menarik tangan Gavino semakin erat. Diana lalu melirik Risti dengan tatapan sinis sambil menekuk wajahnya.
Eh? Kok? Apa perasaan aku aja atau emang Diana ngelihat ke akunya kayak gitu banget, ya? Bikin takut aja. Risti menatap Diana sambil tersenyum canggung.
"Emm„ Vin? Kamu mau ngasihin buku itu aja kan, ke Toni?" Risti kepada Gavino.
"Sekalian anterin kamu." Gavino melirik Risti.
Rumah Toni sahabat Gavino itu, berdekatan dengan rumah Risti. Risti dan Toni juga bersahabat dari sejak kecil.
Diana semakin menatap tajam ke arah Risti, dan Risti menyadarinya.
"Eh„ Emm„ Sini biar aku aja yang kasih ke Toni. Diana juga pengen ikut kan, kasihan kalo ikut nanti kemaleman di jalan. Enggak apa-apa sini, titipin ke aku aja bukunya? Nanti aku kasih ke Toni langsung." Risti sambil mengulurkan tangannya.
Gavino dengan merasa tidak enak akhirnya menyerahkan buku itu ke Risti, karena Diana tidak kunjung melepaskan tangannya. Tak lama akhirnya Risti pergi dari rumah Diana.
Setelah Risti pergi.
"Queen„ Kamu kenapa kayak gini? Kamu juga enggak boleh menatap orang lain, sama tatapan kamu kayak tadi. Itu enggak sopan, Queen… Coba deh, Queen senyum?" Gavino membungkuk sambil memegang kedua pundak Diana.
Diana akhirnya tersenyum sambil menatap Gavino.
"Tuh kan, cantik… Dari pada tadi, mukanya serem. Aduh„ Kak Vino jadi takut, deh." Goda Gavino.
"Habisnya Queen enggak mau kalau kak Vino diambil sama mbak Risti… Atau sama orang lain juga, enggak boleh! Kak Vino cuma buat Queen, aja…." Diana dengan wajah manjanya sambil memegang kedua lengan Gavino yang masih memegang bahunya.
Gavino tersenyum.
"Siapa yang mau ngambil kak Vino sih, Queen? Iya„ Kak Vino cuma buat Queen seorang…." Gavino sambil mengusap kepala Diana dengan tersenyum lembut.
Diana langsung memeluk Gavino, Gavino semakin tersenyum sambil
menepuk lembut punggung Diana.
"Ya udah, masuk ke dalem yuk?" Ajak Gavino sambil melepaskan pelukannya kepada Diana, dan berdiri tegak.
Diana mengangguk antusias, sambil memegang lengan Gavino.