Malaikat

1093 Words
Hari Kamis, di sekolah Gavino. Setelah jam pulang sekolah, Risti baru keluar dari kelasnya yang sudah sepi. Risti berdiri di depan pintu kelasnya sambil membetulkan tas punggungnya. Saat Risti melirik ke arah kiri, Risti langsung terperanjat karena melihat Bram dan temannya sedang berjalan ke arah Risti. Risti langsung terdiam mematung di tempat, dengan kedua mata terbelalak menatap Bram yang sebelumnya sering mengganggunya. Ya Tuhan„ Beberapa hari terakhir ini aku bisa selamat dari gangguan makhluk astral satu ini… Tapi kenapa sekarang dia malah muncul dihadapan aku? Mana udah sepi gini„ Kali ini dia bakalan ngapain aku?! Ya Tuhan, tolong lindungi aku. Ungkap Risti dalam hati dengan wajah yang sudah pucat, sambil terus menatap ke arah Bram. Jantung Risti semakin berdetak cepat ketika Bram tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai tepat di hadapannya. Namun ternyata Bram dan temannya hanya melewati Risti sambil menatap Risti dengan tajam. Risti seketika membuang nafas lega karena Bram dan temannya hanya melewati dirinya begitu saja, walaupun dalam hati Risti sebenarnya bertanya-tanya mengapa Bram bisa mengabaikannya. Saat Risti berbalik arah hendak melihat Bram, Risti terperanjat karena melihat Gavino yang sudah berdiri beberapa langkah di belakangnya sambil menatap Bram yang melewati Gavino juga. "Vino?!" Risti dengan suara yang sangat pelan, sambil menatap Gavino. Setelah Bram pergi, Gavino langsung menatap Risti. "Udah beres?" Gavino sambil menatap Risti. Gavino beberapa bulan terakhir ini selalu pulang bersama Risti, karena Risti menjadi guru les privat Diana. "I„ Iya… Maaf kamu nunggu lama, Vin. Tadi aku nganterin dulu buku tugas anak-anak ke ruang guru, terus malah di ajak ngobrol sama gurunya. Jadi telat deh beres-beresnya. Maaf ya?" Risti menghampiri Gavino sambil merasa tidak enak, karena membuat Gavino menunggunya lebih lama dari pada biasanya. Gavino hanya mengangguk sambil berjalan ke arah parkiran diikuti Risti. ~Apa Kak Bram enggak gangguin aku lagi, karena Vino?~ Dalam hati Risti yang berjalan di samping Gavino, Risti menatap Gavino sambil tersenyum. Setelah sampai di parkiran, beberapa adik kelas laki-laki Gavino menghampirinya. "Kak Vino„ Kak Vino. Ini buat kak Gavino." Salah satu adik kelas Gavino, sambil tersenyum menyodorkan sebuah goodie bag kecil ke Gavino di ikuti beberapa teman-temannya. "Kalian lagi…." Gavino melirik sekilas adik-adik kelasnya itu, sambil membawa helm miliknya. "Tolong kak, kali ini jangan di tolak lagi. Kita mau ngasih sesuatu buat kak Vino, sebagai ucapan terima kasih kita ke kak Vino." Salah satu adik kelas Gavino yang lainnya. "Iya kak„ Kita mau ngasih barang ke kak Vino, dari kemarin kak Vino tolak terus." Timpal salah satu adik kelas Gavino lainnya. "Iya„ Seenggaknya kakak terima yang ini ya, kak? Ini masakan buatan ibu saya buat kak Vino„ Enak loh, kak. Kalau kak Vino nolak lagi kita bener-bener bakalan sedih, kak." Adik kelasnya dengan muka memelas. "Iya kak„ Apa yang kita mau kasih ke kak Vino, enggak ada apa-apanya dibanding bantuannya kak Vino buat kita semua… Kita jadi enggak di palak lagi sama kak Bram." Adik kelas Gavino. "Iya„ Sebelumnya kalau kita enggak punya uang saat kak Bram sama temen-temennya minta, kita pasti langsung kena pukul… Ibu saya juga enggak cemas lagi, dan saya enggak perlu berbohong lagi sama ibu karena luka memar saya yang sebenarnya habis di pukuli kak Bram sama temen-temennya. Saya udah cerita ke ibu, makannya ibu berterima kasih banget sama kak Vino„ Jadi ibu saya masak ini khusus buat kak Vino… Dan satu lagi, kita juga enggak usah ngumpulin uang buat disetorin ke kak Bram setiap harinya. Uang jajan kita jadi awet. Berkat kak Vino, kita bebas dari masa penjajahan. Iya, kan?" Salah satu adik kelas Gavino kepada teman-temannya yang lain. Adik kelas Gavino yang lainnya mengangguk dan menyetujui perkataan temannya itu. "Kalo gitu, apa bedanya saya sama kak Bram?" Gavino dengan dinginnya menatap adik-adik kelasnya. Adik kelas Gavino saling menatap satu sama lain, dan kebingungan. "Beda lah, kak„ Kayak malaikat sama iblis. Kak Vino malaikatnya, terus kak Bram iblisnya." Celetuk adik kelas Gavino dengan polosnya. Gavino menggelengkan kepalanya, dan adik-adik kelasnya hanya terdiam menatapnya. "Sama-sama memorot uang kalian„ Bedanya dipaksa, sama suka rela…." Gavino dengan santai, sambil memakai helmnya. Adik-adik kelas Gavino terdiam dan masih melongo kebingungan. "Mending duitnya kalian tabung… Dan untuk makanan itu, bilang ke ibu kamu„ Saya berterima kasih… Tapi kamu sama ibu kamu bakalan dapet pahala lebih banyak, kalau kamu kasih makanan itu ke orang yang lebih membutuhkan. Kasih aja makanan itu ke kakek-kakek atau nenek-nenek yang masih berusaha jualan keliling, buat bisa dapet sesuap nasi… Dan anggap aja saya udah nerima pemberian dari kalian…." Gavino dengan santainya, dan Gavino tidak biasanya berbicara panjang lebar apalagi ke orang yang tidak begitu dekat dengannya. Semua adik kelas Gavino yang berada di sana, melongo menatap Gavino dengan terkagum-kagum. Adik-adik kelas Gavino terdiam membeku di tempat. Risti juga ikut kagum dan tersenyum sambil menatap Gavino dari belakang. ~Diana pasti udah nunggu lama.~ Dalam hati Gavino yang mengingat Diana. "Awas!" Gavino hendak naik ke motornya, namun beberapa adik kelasnya masih berdiri menghalanginya. Seketika adik-adik kelasnya langsung memberikan jalan untuk Gavino, sambil tersenyum cerah memandang Gavino. Risti langsung mengikuti Gavino dan naik ke atas motor Gavino. Gavino langsung menjalankan sepeda motornya untuk pergi ke sekolah Diana, dengan membonceng Risti. Setelah Gavino pergi. "Kayaknya kak Vino itu beneran malaikat yang lagi nyamar jadi manusia." Salah satu adik kelas Gavino yang masih berdiri di parkiran. "Kebanyakan nonton sinetron lu!" Sahut temannya yang lain. "Ini baru yang namanya kakak kelas keren. Panutan kita…." Timpal temannya. "Enggak heran jadi rebutan cewek-cewek, ya? Kak Vino mirip aku, kan?" Adik kelas Gavino. "Pala lu, mirip!! Yuk ah, cabut. Kita cari kakek-kakek atau nenek-nenek, terus kasih makanan ini ke mereka. Kita harus ikutin apa kata kak Vino." Adik kelas Gavino. Gavino tidak hanya dikagumi oleh siswi-siswi di sekolahnya, tapi juga sebagian besar anak siswa laki-laki. Walaupun Gavino terlihat dingin dan cuek, Gavino menjadi kebanggaan sekolahnya karena kepintaran, ketampanan dan sifatnya yang baik. Di sekolahnya tidak ada yang tidak mengenali Gavino. *** Di depan sekolah Diana. Diana sudah berdiri di dekat mobil, dengan dijaga Markus(bodyguard) yang berdiri di dekatnya. "Kak Vino kok lama banget, sih?!" Diana cemberut sambil menyilangkan kedua tangannya di depan d**a. Semenjak Risti pulang dengan Gavino, Diana yang cemburu dan tidak ingin kehilangan perhatian dari Gavino. Diana meminta Gavino untuk selalu pulang bersama dengan dirinya, walaupun berbeda kendaraan yang dipakai. "Non Diana„ Non Diana tunggu aja di mobil. Non Diana enggak pegel, dari tadi berdiri di situ?" Budi sopir Diana yang ikut berdiri di dekat Diana. Lagian aneh aja, ini anak? Kalo yang satu naik mobil, yang satu naik motor„ Kenapa enggak pulang masing-masing aja, ya?. Ungkap Budi dalam hati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD