Tiga

1307 Words
Author POV Devan masih tercengang di depan pintu kamar Siska. “Apa-apaan ini, dia main nutup pintu gitu aja saat gue masih ingin bicara, dasar sekretaris kurang ajar.” Batin Devan. Tanpa pikir panjang Devan langsung pergi dari depan kamar Siska dengan perasaan marah, kesal, gugup, dan panas. Devan sekarang sudah berada di dalam mobil munggu Siska untuk kembali pulang. Tanpa menunggu waktu lama Siska datang dan masuk ke dalam mobil Devan. Selama perjalanan mereka hanya diam, dengan pikirannya masing-masing. Devan yang masih kesal dengan perlakuan Siska tadi, sedangkan Siska masih merasa malu dan takut akan memulai pembicaraan karena melihat raut wajah bossnya itu tampak sedang marah. “Pak, saya minta maaf atas kejadian tadi.” Akhirnya Siska memberanikan diri untuk membuka pembicaraan karena suasanya jadi sangat canggung dan dia pikir memang perlu minta maaf. “Hem.” Balas Devan singkat tanpa menoleh ke arah Siska. Suasana kembali hening. Sekarang Siska tampak pucat karena dia merasa sangat kesakitan dibagian dadanya. Siska awalnya ingin meminta tolong kepada bos nya untuk mampir ke apotik jika melihatnya. Tapi dia mengurungkan niatnya karena dia melihat bosnya sekarang lagi dalam keadaan mood yang tidak baik. Siska pikir lebih baik dia menahan sakitnya daripada bosnya marah dan berakibat buruk dalam pekerjaannya nanti. Sudah satu jam perjalanan mereka lewati. Siska merasa sudah tidak tahan lagi. Dia merintih kesakitan dan Devan menyadarinya. “Kamu kenapa? Wajahmu terlihat pucat, kamu sakit?” Tanya Devan sedikit khawatir. “Eh, nggak papa kok Pak. Mungkin karena kecapekan sedikit.” Jawab Siska mencoba untuk tetap tenang. “Kamu yakin?” “Iya Pak, tapi saya mau minta tolong boleh tidak?” “Apa?” “Nanti kalau bapak melihat apotik, saya minta tolong berhenti sebentar, saya ingin beli obat.” “Oh ya oke. Tapi mungkin kita butuh waktu sekitar satu jam lagi buat bisa nemuin apotik atau pemukiman warga.” “Haaaaaaaaaaaaaaaah????” Siska kaget dan dia melihat sekeliling, ternyata benar mereka sekarang seperti berada di tengah hutan tanpa terlihat tanda-tanda kehidupan, hanya ada pohon-pohon besar yang menjulang tinggi. Dan hanya ada beberapa kendaraan yang berlalu lalang. “Kalau kamu bilang dari tadi, kita bisa ke apotik yang nggak jauh dari villa tadi.” Siska diam sambil menahan rasa sakitnya karena dia merasa sudah tidak sanggup lagi. Apalagi sekarang air susunya sudah menetes terus dan membasahi bajunya. Devan tidak mengetahuinya karena dari tadi Siska menutupnya dengan map yang dia pegang.  “Kalau kamu nggak enak badan, tidur aja dulu. Nanti kalau udah sampe saya bangunin.” Ucap Devan lagi yang bertambah khawatir karena melihat wajah Siska yang terlihat sangat pucat sambil menahan rasa sakit. “Nggak bisa pak.” “Loh emang kenapa? Jangan bilang kamu berpikir yang macem-macem tentang saya.” “Emmm, nggak mungkinlah Pak.” “Lagian di macem-macemin aku juga rela kok Pak.” Batin Siska. “Ya udah kalo gitu istirahat aja.” Perintah Devan. Devan menoleh ke arah Siska karena tidak ada jawaban apapun. “Astaga Siska.” Kaget Devan. “Apa yang kamu lakukan? Trus kenapa itu baju kamu basah semua?” Sambung Devan mencoba mengalihkan pandangannya. Siska sekarang sedang memegang bagian tubuhnya yang sedari tadi menyiksanya sambil memijat-mijat pelan berharap bisa mengurangi rasa sakitnya, meskipun kenyataannya tidak berpengaruh dan Siska masih merasa sangat kesakitan. Sedangkan map yang dia pegang untuk menutupi bagian dadanya yang basah tadi mungkin sudah jatuh kebawah kakinya. “Maaf Pak, saya benar-benar sudah tidak tahan lagi.” “Mak……Maksud kamu?” Tanya Devan gugup, karena dia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang. Siska pun menjelaskan semua yang sebenarnya terjadi. Dari awal mula ia bangun kesiangan, sehingga ia tak bisa melakukan aktivitas rutinnya setiap pagi, dan pada akhirnya ia menjadi kesakitan seperti sekarang ini.  Siska sudah tidak memikirkan rasa malunya lagi, karena yang ada dipikirannya saat ini hanya bagaimana caranya agar ia tak merasakan sakit yang ia rasakan saat ini. “Terus bagaimana? Apotik juga masih sangat jauh.” Devan juga merasa sangat panik dan kasihan melihat keadaan Siska. Sebenarnya banyak sekali pertanyaan yang beputar di kepalanya, tapi dia tahan. Mungkin kalau suasananya sudah kondusif dia akan menanyakannya pada Siska. “Saya juga tidak tahu Pak. Aaaaaaaakkkhhhh….” Suara Siska seperti terdengar mendesah, padahal dia sebenarnya menahan kesakitan. Devan pun kaget mendengar suara desahan Siska. “Sebenarnya ada satu cara, tapi bapak harus bantu saya.” “Kalau saya bisa akan saya bantu.” “Nggak jadi aja Pak, karena kayaknya nggak mungkin bapak bisa bantu saya.” “Hey, kamu ngremehin saya? Cepat katakan apa yang kamu butuhin.” “Bapak harus meminum air s**u saya.” Ucap Siska dengan ragu-ragu. Devan POV Ssssrrrrrrrrrrrrrrtttttttttt………….. Karena gue kaget dengan yang gue denger dan akhirnya ngerem mobil mendadak. gue nggak salah denger kan. Apa wanita ini sudah gila. Gue disuruh apa tadi? Gue disuruh meminum air susunya. Apa dia sengaja menggoda gue, meskipun gue sering cuek dan nggak terlihat tertarik dengan wanita-wanita yang menggoda gue, gue tetep masih cowok normal. Apa lagi dengan santainya dia bicara vulgar seperti itu. Apa jangan-jangan dia emang udah sering melakukan hal itu. "Pak Devan." Panggil Siska membuyarkan lamunan gue. "Bapak bisa bantu saya apa nggak? Saya sudah nggak kuat lagi." Lanjutnya. "Tapi kalau bapak nggak bisa nggak papa, saya sadar permintaan saya adalah hal yang konyol bagi bapak, dan saya tahu bapak juga sangat benci dengan segala jenis s**u. Saya minta maaf. Tapi saya mohon jalankan mobilnya lagi pak, kalau bisa agak ngebut, biar bisa cepet sampai ke apotik." Siska terus saja bicara, karena gue dari tadi cuman diem, sama sekali nggak ngerespon pembicaraannya. Sebenernya gue kasihan lihat dia yang terlihat begitu kesakitan, tapi semua yang dikatakan Siska barusan emang bener semua. "Iya kita jalan lagi, gue akan ngebut." Gue langsung ngelajuin mobil dengen kecepatan tinggi daripada menuruti permintaan konyolnya. Kebetulan jalanan juga sangat sepi. Setelah kurang dari satu jam kita udah sampai di area kota. Wajah Siska sudah terlalu pucat, sebenernya gue nggak tega ngelihatnya. Dari tadi Siska diam keliatan menahan rasa sakitnya dan telihat tersiksa banget. Akhirnya kita sampai juga di area parkir apotik. Gue matiin mesin dan gue mau keluar [**] mobil buat beliin apa yang dibutuhkan Siska saat ini. Kan nggak mungkin gue ngebiarin Siska beli sendiri dengan keadaan seperti itu, apalagi baju bagian depannya udah hampir basah semua. Saat gue buka pintu mau keluar, tangan gue yang satu di pegang sama Siska. Gue kaget dan badan gue menegang, badan gue tiba-tiba terasa panas. Jantung gue berdentak lebih cepat dan kencang, semoga aja Siska nggak denger. "Ba...bapak mau kemana?" "Ya mau ke apotik, masa mau ke mall." Gue langsung lepasin tangan gue, takut bagian bawah gue bangun, dan detak jantung gue nggak bisa dikontrol. Sial baru gitu aja gue udah terangsang. "Ma... Maaf pak, tapi bapak di sini aja, biar saya aja yang beli pak." "Apa kamu emang bener-bener udah nggak punya malu ya? Tuh lihat baju kamu hampir basah semua. Apa emang kamu sengaja mau mempertontonkannya?" Sial. Bagian bawah gue udah bangun beneran nih. Dari tadi gue mengumpat dan merutuki mata gue yang sedari tadi nggak mau lepas dari pandangan yang mengarah ke bagian d**a Siska. "Tapi pak, sa......" Gue langsung keluar sebelum Siska selesai bicara. Gue takut nggak bisa mengendalikan diri, apalagi bagian bawah gue udah bener-bener sesek pengen dikeluarin. Sebelum gue masuk ke apotik, gue menetralisir tubuh gue dulu sebentar. "Selamat malam pak, mau cari apa?" Ya sekarang matahari sudah tidak menampakkan diri dan telah digantikan dengan sinar-sinar bintang yang begitu indah. Waktu sudah menujukkan pukul 19.30. "Oh iya, saya mau mencari.... Emmm..... Anu.... Itu yang buat memompa ASI." Gue ragu-ragu buat ngomongnya. "Tunggu sebentar pak, saya carikan dulu." "Iya." "Maaf pak, ternyata stok nya lagi kosong." "Wah gimana mbak, soalnya saya butuh banget sekarang. Apa ada apotek lain terdekat sini mbak?” "Ada mas, tapi semua udah tutup, karena apotek 24 jam cuman disini mas." "Ya udah mba, terimakasih." TBC *******
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD