Rencana Selanjutnya

1500 Words
Alaia semakin dekat dengan keluarga Erick. Begitu juga sebaliknya. Meskipun Erick berada jauh di sana, namun Alaia dan Erick menyiasatinya dengan video call ketika Alaia berkunjung ke rumah orang tuanya. "Jadi kapan kamu lamar aku?" pertanyaan tersebut membuat Erick serasa tersengat. "Mendingan lebih cepet lebih baik" ujar Alaia. Gak sabaran juga nih minta di nikahin batin Erick berpikir. "Aku sebenernya pengen ambil cuti lagi, tapi gak enak juga. Mungkin beberapa waktu lagi deh aku cuti" ujar Erick. "Kalo bisa, biar makin meyakinkan, kamu ngelamar ku yang rada-rada sweet gitu" ujar Alaia. "Biar apa?" tanya Erick. "Ya biar orang tua kita percaya kalo kita bener-bener saling cinta!" suara Alaia meninggi. Kesal sendiri karena Erick tidak paham dengan maksudnya. "Ngelamarnya virtual aja" ujar Alaia. "Jangan lupa di screenshot terus kirim ke orang tua kita" ujar Alaia lagi dengan penuh semangat. Jangan-jangan dia emang udah ngebet banget mau di nikahin ama gue  batin Erick. "Terserah ya mau kamu mikir aku jadi beneran suka sama kamu atau gimana. Tapi yang jelas kita harus ngelakuin ini semua supaya orang tua kita yakin. Biar orang tuaku semakin yakin sam akamu dan bisa ngelepas aku buat nikah lagi" ujar Alaia. Jika dipikir-pikir apa yang di ucapkan Alaia benar juga. Ia harus terlihat benar-benar jatuh cinta pada Alaia di hadapan kedua orang tuanya agar mereka smeua percaya dan semakin mendukung Erick untuk menikahi Alaia. "Okay-okay. Itu nanti aja di pikirinnya" ujar Erick. "Sekarang apalagi?" tanya Alaia. "Hmmm sejauh ini kamu coba iseng-iseng ngomong ke orang tua kamu, mau gak ketemu sam aorang tua aku" ujar Erick. "Tapi menurut kamu, apa kita udah cukup pdkt sama keluarga masing-masing?" tanya Alaia ragu. "Hmmm kurang sedikit sih. Kalo gak gini deh, kamu sekali atau dua kali lagi ketemu sama orang tuaku, baru kamu ngomong gitu ke orang tua kamu. Gimana?" tanya Erick. "DEAL!" ujar Alaia semangat. "Aku juga bakalan gitu, mungkin setelah sekali atau dua kali video call sama orang tua kamu, baru aku coba" sahut Erick. "Yaudah, aku cuman mau naya next step kita gimana. Udah ya, aku harus ke restoran, ada meeting. Bye!" pamit Alaia. Sesampainya di rumah, Erick yang sudah sangat lelah memilih untuk merebahkan dirinya.   Ia membuka kulkas dan menemukan beberapa bahan makanan, Erick memutuskan untuk memasak makan malamnya. Ketika tengah mempersiapkan bahan masakannya, Erick teringat Alaia. Wanita itu begitu cekatan ketika memasak. Meskipun bahan masakannya banyak, namun Alaia mampu mengorganisir dapurnya agar tetap rapih meskipun banyak sekali bahan masakan, di tambah ia memasak sendiri. "Gue sebenernya tuh salah milih calon istri apa gak sih?" Erick bersandar pada tembok dapurnya sambil menunggu minyak di wajan panas. "Gue cuman salah di bagian kenapa gue gak research tentang Alaia dulu. Entah gue stalk socmed atau LinkedIn dia, atau gue tanya aja sama Marcel" ujar Erick. "Selebihnya, gak ada. Cantik? Iya. Cerdas? Iya. Sexy? Hmmm lumayan. AHAHAHAHAHAHA" Erick terbahak-bahak sendiri mendengar ucapannya. Setelah ia selesai memasak untuk makan malamnya, Erick segera menyantap makanannya. Erick berlari menuju unit gawat darurat dengan seorang rekan sesama dokter residen ketika mengetahui ada pasien gawat darurat yang baru saja tiba menggunakan ambulance. Sesampainya di sana, Erick langsung memeriksa pasien dan memberikan penangan sebelum dokter utama datang. "Sudah telfon dokternya?" tanya Erick pada rekannya. "Sudah, tapi lagi operasi" jawab temannya itu.  Erick hanya bisa menghela napas saja. Ia mencoba untuk memberitahu keluarg apasien yang menunggu bahwa dokter sebentar lagi akan datang, meskipun ia sendiri tidak bisa memprediksi kapan dokter tersebut akan datang. Gini amat jadi residen batin Erick sambil menunggu. Ia sudah tahu semua yang harus di hadapinya ketika menemupuh pendidikan dokter spesialis. Tidak berapa lama, dokter datang dan Erick berdiri dari duduknya.                                                                                 **** Dengan teliti Alaia memasak pesanan khusus dari seorang tamu khusus yang berkunjung ke restorannya. Tentunya Alaia tidak ingin di ganggu siapa pun. Beberapa chef yang ia pekerjakan juga sengaja berjaga jarak darinya. "Nah, selesai" ujar Alaia setelah selesai melakukan plating dengan sempurna. Ia memanggil seseorang unuk menyerah makanan tersebut pada seorang wanita  Setelah selsai mebereskan dapur, Alaia bergegasa menuju tamu VIP restorannya untuk menyapa sebentar lalu kembali ke ruang kerjanya. Begitu sampai di ruang kerjanya, Alaia langsung mengambil poselnya dari saku celananya. Tanpa membuang waktu lebih lama, Alaia langsung menghubungi calon suaminya alias Erick. Beberapa saat menunggu, Erick tidka kunjung mengangkat panggilannya. "Ih! Kemana sih nih anak?!" tanya Alaia kesal sendiri menatap layar ponselnya lalu mencoba menghubungi Erick ketika panggilan otomatis terputus. "Ih!! Bener-bener deh! Bukannya di angkat!" Alaia nyaris membanting ponselnya karena Erick tidak juga mengangkat panggilannya. Untuk ketiga kalinya, Alaia akhirnya mencoba kembali untuk menghubungi Erick.  Jika pria itu tidak juga menjawabnya, Alaia akan menghubunginya beberapa saat lagi, meskipun ia sudah tidak tahan untuk bertanya. "Halo.."  "Kamu kenana aja sih aku telfonin gak di angkat?!" omel Alaia ketika Erick baru saja mengangkat panggilannya. "Aku tuh sampe sore nanti ada meeting makanya kudu nelfon kamu sekarang biar jelas arahnya kemana" tambah Alaia lagi. "Maaf ya, aku baru banget kelar operasi" ujar Erick dengan nada super lembut. Atau lebih tepatnya, lelah. Alaia terdiam sejenak, dan teringat jika calon suaminya ini dokter residen yang harus segera melakukan operasi kapan pun. "Ohh iya iya. Sori" sahut Alaia tidak enak hati. "Kamu mau nanya apa?" tanya Erick yang masih meladeni Alaia. "Ntar aja deh aku telfon kamu. Mendingna kamu istirahat dulu, makan atau gka minum kopi sebentar" ujar Alaia. "Udah gak apa-apa. Kamu katanya tadi bakal meeting sampe sore. Kamu mau nanya apa sama aku?" tanya Erick. "Hmm gini, gimana kalo abis ini aku ngajak orang tuaku untuk ketemu sama orang tuamu?" tanya Alaia. Sejujurnya, Alaia sangat amat tidak enak hati jika Erick masih terus meladeninya seperti ini. Erick yang baru saja selesai operasi, harus menghadapi dirinya. Padahal bisa saja pria itu memilih untuk memutuskan panggilan da perig makan atau istirahat sejenak. "Hmmm kita udah dua kali kan, ketemu orang tua satu sama lain?" tanay Erick. "Iya" jawab Alaia. "Yaudah,  kamu coba bujuk orang tua kamu, omongin pelan-pelan aja. Aku nanti hubungin orang tua aku" ujar Erick. "Mungkin gak langsung sehari orang tua kita jawab, tapi paling gak kita udah ngomong"                                                                                     **** "Tumben banget nih lu nelfon gut" ujar Marcel yang baru saja selesai membersihkan diri dan tengha bersantai di ruang tengah apartemennya. "Jangan bilang lu mau minjem duit sama gue" ujar Marcel. "ya kagaklah! Ngapain gue minjem duit sama lu" sahut Erick dengan sewot di sebrang sana. "Lu mau ngomongin apaan?" tanya Marcel. "Gue jadi mau serius nih sama Aya" ujar Erick. "HAH?!" Marcel tidak percaya dengan apa yang baru saja di dengarnya. "Lu mau serius sama Aya? Mau lu nikahin?" tanya Marcel. Erick menjawab dengan dehaman. "Gila lu ya" Marcel benar-benar tidak percaya dengan apa yang di dengarnya. "Lu bisa-bisanya mau nikahin Aya? Lu tau gka bokapnya siapa?" tanya Marcel. "Tau, udah ketemu kok. Kalo belom nemuin bapaknya masa iya gue main ajak seirus anak orang sih" jawab Erick santai. "UDAH KETEMU?!" lagi-lagi Marcel di buat tercengang oleh Erick. "Iya gue udah ketemu bokap nyokapnya kok. Dia juga udah ketemu bokap nyokap sama adek gue" ujar Erick. "Terus gimana?" tanya Marcel.  "Ya makanya gue mau nanya sama lu, Aya tuh sukanya apa aja?" tanya Erick. "Maksudnya? "tanya Marcel tidak mengerti. "Ya Aya ornagnya gimana, sukanya apa" ujar Erick. "Lah masa lu gatau sih. Kamu lu calon suaminya" ujar Marcel. Ya tapi lu kan lebih lama saya Aya!" sahut Erick yang lama-lama emosi sendiri berbicara dengan Marcel. "Mendingan lu tanya sama istri gue deh" ujar Marcel sambil memanggil istrinya yang berjalan menuju dirinya. "Nih ngomong sama si Erick" ujar Marcel memberikan ponselnya pada istrinya. Dengan raut bingung, istrinya menerima ponselnya lalu berbicara dengan Erick. "Halo Nyonya Marcel Ciptadi" sapa Erick tentunya dengan cengiran konyol di sebrang sana. "Gue mau tanya dong" ujar Erick dengan nada cerianya. "Nanya apa?" tanya istri marcel santai. "Alaia tuh sukanya apa?" tanya Erick "Sukanya apa? Maksudnya?" tanya wanita itu dengan pertanyaan yang sama seperti suaminya. "Ohh ngerti-ngerti" imbuh istri Marcel beberapa saat.  "Aya itu orangnya gak suka yang ribet. Dia suka yang simple aja tapi berkesan gitu untuk hal apapun. Dia juga suka banget sama kucing sama kelinci. Dia pengen banget pelihara itu tapi ya kan gak mungkin ya pelihara di apartemen" ujarnya. "Aya suka sesuatu yang kreatif tiu tapi sebisa mungkinbudget yang keluar itu sedikit" tambahnya lagi. Erick mencoba muntuk mencatat semua onongnya Nyonya Marcel Ciptadi di benaknya. "Tapi Aya juga suka ikan kok" ujarnya lagi. "Ikan hias ya, jangan ikan bawal, lele atau secamamnya. Di pelihara kagak, di masak ama dia iya"  Erick tertawa mendengarnya. "Segitu aja sih" ujarnya. "Hmmm oke-oke. Ada lagi?" tanya Erick. Marcel memperhatikan istrinya yang menerawang ke langit-langit  apartement mereka. "Gak ada. Udah? Mau gue balikin ke Marcel lagi?" tanyanya. "Boleh-boleh, baliki ke Marcel lagi. By the way, makasih ya!" ujar Erick riang.  "Sip, sama-sama" istrinya mengambalikan kembali ponselnya. Marcel segera menempelkan ponselnya ke telinsanya. "Udah belom? Udah dapet inspirasi belom lu?" tanya Marcel. "Belom. Tapi paling gak gue udah tau apa ja yang di sukain sama Aya" ujar Erick santai. "Terus sekarang lu mau ngapain?" tanya Marcel. "Emangnya lu mau ngapain nanya begituan segala?" "Gue mau ngelamar Aya"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD