bc

Hate You, Mister!

book_age18+
381
FOLLOW
4.8K
READ
HE
kickass heroine
boss
heir/heiress
drama
bxg
loser
detective
office/work place
assistant
like
intro-logo
Blurb

“Kita sudah pernah ciuman sebelumnya, Na.”

“Ya, gue tau.”

“Kita juga sudah pernah tidur bersama, kamu gak ingat? Atau pura-pura lupa?”

Pertemuan kembali antara Aruna dan Jeremy adalah hal yang tidak pernah mereka duga sebelumnya. Dua orang yang saling menyimpan kenangan buruk saat sekolah, bertemu lagi dengan posisi berbeda sebagai seorang bos dan sekretaris. Akankah keduanya bisa melupakan masa lalu dan mencoba berdamai dengan keadaan?

chap-preview
Free preview
Bab 1 -Akhirnyaaa, Dapat Kerja!
"ADUHHHHHH, MAMA TUH PUSING YA SAMA KAMU, NA. TIAP HARI KERJAANNYA REBAHAN TERUSSSS … MAIN HANDPHONE TERUSSSSS. KAMU ITU UDAH SARJANA LHO, CARI KERJA KEK! DARIPADA GAK ADA KERJAAN BEGITU DI RUMAH." Perempuan bernama lengkap Aruna Puteri Pertiwi atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Una, mendengus sebal saat lagi-lagi mendengar ocehan yang sama kembali dilontarkan sang mama pada anak pertamanya yang sudah resmi menganggur setelah wisuda dua bulan yang lalu. Di awal, Una hanya menganggap ocehan tersebut sebagai angin lalu karena pikirnya fase menganggur setelah lulus kuliah ini tidak akan berlangsung lama. Namun ternyata rasanya muak juga ketika dituntut setiap hari untuk cepat keluar rumah dan pergi bekerja seperti anak-anak tetangga. "Ya sabar dong, Ma. Nanti juga dipanggil interview kalau emang udah waktunya," jawab Una yang berusaha mengalihkan kekesalannya dengan fokus menonton acara gossip di layar televisi sambil tiduran di sofa, tidak mau repot menoleh ke arah sang mama yang tengah menyapu ruang tengah. "GIMANA MAU DAPET KERJA? KERJAANMU ITU DIEM TERUS DI RUMAH. GAK MAU GERAK, APA-APA TUH HARUS ADA USAHA DULU KALAU MAU DAPET SESUATU. BUKAN MALAH SANTAI-SANTAI GAK JELAS." Malas mendengar mama yang terus mengomel, perempuan berambut sebahu ini memilih untuk menyudahi rebahan dan menonton acara gossip lalu kembali ke kamar. Sudah lelah menyuruh mama bersabar dan menjelaskan mengenai usahanya melempar curriculum vitae ke berbagai aplikasi untuk mencari pekerjaan. Entah apa yang salah dengan CV-nya, tetapi belum juga ada kabar baik yang dia terima. Padahal Una sudah mengisi profil dengan lengkap. Diisinya juga pengalaman organisasi dan magang yang pernah dijalani selama sekolah dan kuliah. Hard skill dan soft skill-nya pun terbilang mumpuni. Melamar di bidang yang tidak sesuai dengan jurusan pun dia terabas. Una juga bingung kenapa sampai saat ini belum ada satu pun perusahaan yang meliriknya untuk sekedar mengundang interview. Apa yang membuat perusahaan ragu dengan kemampuannya? Sampai kapan dia akan terus menjalani kehidupan menganggur yang memusingkan ini? Selain mama yang mengomel meminta agar Una bisa cepat dapat kerja, setiap hari dia harus mengelus d**a karena dibandingkan dengan anak tetangga seumurannya yang sudah lebih sukses. Seperti anak Bu Jatmiko yang tidak memutuskan kuliah dan langsung kerja setelah tamat SMA tetapi mendapatkan pekerjaan di perusahaan bonafit yang juga sempat menjadi perusahaan incarannya. Belum lagi anak Bu Theresia yang bekerja di perusahaan multinasional dan katanya mendapat privilege dari bos untuk lanjut kuliah S2 dan les bahasa mandarin karena kinerjanya bagus. Mendengar itu, Una semakin tertekan. Di kamar, perempuan dengan tinggi badan 155 cm ini menghempaskan tubuh ke atas ranjang dengan sprei warna coklat muda. Dia membuka layar kunci ponsel yang menampakkan wallpaper berupa potret diri ketika wisuda, kemudian membuka email untuk melihat apa ada kabar terbaru pagi ini mengenai lamaran pekerjaan atau tidak. Una selalu rutin mengecek email karena takut kalau ada kabar baik yang terlewat. Hela napas beratnya kembali terdengar saat melihat enam email penolakan sekaligus dari notifikasi aplikasi pencari kerja yang dia apply beberapa hari lalu. Una bahkan mengecek bagian spam, tetapi tidak menemukan apa pun di sana. Harapannya pupus lagi hari ini. Kalau dipikir-pikir, apa ini ada hubungannya dengan usia Una yang sudah menginjak 25 tahun? Ya, dia gap year karena saat itu sempat tidak ingin kuliah. Namun akhirnya, Una memutuskan untuk melanjutkan pendidikan dikarenakan merasa jika menjadi sarjana maka dia bisa mendapat pekerjaan yang lebih layak dibanding menghabiskan sepanjang hidupnya menjadi barista di kedai kopi kecil dengan gaji hanya dua setengah juta perbulan. Persyaratan usia maksimal 25 tahun untuk para pencari kerja cukup menyulitkan pergerakannya. Padahal bukan hanya orang-orang berusia 25 tahun ke bawah yang butuh kerja dan uang, kan? Sempat terbesit di pikiran perempuan berambut sebahu ini untuk menerima tawaran menjadi baby sitter di salah satu perumahan dekat dengan rumahnya yang hanya bermodal persyaratan lulus SMP dan bisa merawat balita, tetapi dia gengsi kalau sampai harus menggeluti pekerjaan itu. Mama juga pasti tidak akan setuju dengan ide nyeleneh anak sulungnya. Una kembali membuka website aplikasi pencari kerja dan mencari loker-loker baru yang sekiranya bisa dia lamar hari ini. Dia mencari jenis pekerjaan yang diinginkan, tanggal terbit lowongan diatur juga supaya tidak melamar double atau yang sudah lewat tempo sebulan, juga lokasi perusahaan yang masih sekitar Jakarta dan Tangerang. Tidak terasa, dalam kurun waktu satu jam lewat sepuluh menit, Una sudah berhasil menyebar CV ke 15 perusahaan hari ini. Huh … loker baru yang muncul hari ini tidak banyak. Apa perusahaan sudah mulai mendapat kandidat, ya? Astaga, rasanya kepala Una mau pecah karena memikirkan soal pekerjaan yang tidak ada ujungnya. Gadis berwajah bulat ini merenungi penyebab lain mengenai susahnya dia mendapat pekerjaan. Bahkan koneksi geng SMA-nya dulu yang merupakan kumpulan anak hits tidak bisa membantu Una untuk mendapatkan pekerjaan dengan alasan perusahaan tempat mereka bekerja tidak sedang buka lowongan kerja atau mereka tidak mempunyai informasi mengenai lowongan pekerjaan baru. Orang dalam pun tidak bisa dia andalkan untuk sekarang. Hm, mengingat masa SMA membuat Aruna Puteri Pertiwi mengingat lagi sosok laki-laki bertubuh tambun, yang menurutnya jauh dari kata tampan, wajah yang mengalami masa pubertas sehingga dihiasi oleh jerawat di hampir seluruh bagian wajahnya, badan yang mengeluarkan bau tidak sedap sehingga jika berpapasan dengan jarak dekat membuat orang-orang menjauh … entah kenapa, perasaan bersalah kembali menghinggapi dirinya atas kejadian yang menimpa lelaki itu. Padahal kejadian tersebut sudah terjadi bertahun lalu dan Una juga tidak tahu mengenai kabarnya lagi. Dia tidak pernah memunculkan diri setelah pindah sekolah akibat kejadian fatal yang dialami. Una mencoba melupakan masa kelamnya, tetapi di lubuk hati yang paling dalam dia benar-benar ingin meminta maaf seandainya diberi kesempatan untuk bertemu lagi. Mungkin, alasan dia tidak kunjung mendapat pekerjaan salah satunya karena kesalahan besar Una di masa lalu. Una meletakkan ponsel miliknya ke atas bantal kemudian mengubah posisi menjadi duduk. Dia mendekat ke pinggir ranjang, menarik laci bagian bawah di samping tempat tidur tempat di mana dia menaruh kotak berisi surat-surat pemberian lelaki itu yang rutin dikirimkan hampir setiap hari. Una sendiri tidak tahu mengapa dia memilih untuk menyimpan kertas-kertas berisi bualan tidak penting dengan tulisan yang tidak bagus-bagus amat. Sambil menelan ludah, Una mengambil salah satu kertas yang dilipat berbentuk persegi di tumpukan paling atas kemudian membukanya. Ini adalah surat terakhir yang diberikan lelaki itu sebelum dia pindah sekolah. Surat yang ditulis pada 21 Desember 2013 … 21/12/2013 Una, aku tahu memang dari awal harusnya aku sadar diri. Aku tahu kalau orang jelek seperti aku gak pantas pacaran sama kamu. Selama ini aku gak masalah kalau kamu ngatain aku jelek, gendut, bau, jerawatan, dan lain halnya. Tapi kenapa kamu tega ngejebak aku dan bikin aku hampir mati, Na? Kalau kamu benci aku, gak begitu caranya. Kalau kamu emang gak suka aku, harusnya kita gak perlu pacaran. Aku gak apa-apa kok kalau seandainya cuma bisa jadi pengagum kamu tanpa memiliki. Kamu tahu kan, Na, kalau karma itu ada? Apa yang kita lakukan pasti akan ada balasannya, entah itu buruk atau baik. Aku berharap, semoga kamu bisa dapat balasan atas perbuatan kamu suatu saat nanti. Biar di kehidupan kamu selanjutnya, kamu bisa lebih menghargai orang lain. Aku janji gak akan ganggu dan muncul di hidup kamu lagi. Semoga kamu selalu bahagia setelah aku gak ada di kehidupan kamu. Ini surat terakhir dariku, Jeka. Suara panggilan serta ketukan pintu yang bertubi-tubi dari sang mama membuat Una terperanjat dan buru-buru mengembalikan surat dari lelaki bernama Jeka ke dalam kotak dan meletakkannya lagi di laci. "Duhhh, bentar, Ma. Sabar!” kata Una dengan nada agak tinggi, buru-buru menghampiri pintu dan membuka kenopnya. "Na, ada yang mau mama omongin. Penting!” Raut wajah mama terlihat senang. Ditariknya tangan sulung Una agar anak itu keluar kamar dan mengikuti dia yang menuntun ke sofa. “Duduk sini, ada kabar baik.” Nada bicaranya seakan seperti mendapat durian runtuh, beda sekali dengan mama yang biasanya selalu menunjukkan nada yang tidak bersahabat setiap melihat Una di rumah. Una menurut, dia meletakkan b****g di sofa yang tadi dia gunakan untuk rebahan sambil menonton acara gossip. Menunggu mama melanjutkan ucapannya. "Kamu tahu kan anaknya Bu Farhana?" tanya mama dengan mata berbinar. Ada apa dengan anak Bu Farhana? Apa ada yang kerja di perusahaan besar atau bagus lagi sehingga dia punya bahan untuk membandingkan Una dengan anak-anak Bu Farhana? "Yang mana? Anaknya ada tiga, Ma." Ketiga-tiganya bisa dibilang sukses. Telinganya siap tidak siap mendengar kata-kata perbandingan lagi yang pasti akan dilontarkan oleh mama. "Itu lho, Mba Raisa." "Oh, yang cantik itu?" Una mengingat sosok Mba Raisa yang sudah sangat jarang dia temui lagi karena kesibukan mereka masing-masing. "Iya." "Kenapa sama Mba Raisa?" "Dia kan sekarang lagi hamil udah masuk usia 6 bulan …” Mama mempraktekkan kata hamil dengan cara melengkungkan tangan di depan perut seolah-olah menggambarkan kondisi perut yang membesar. “Nah, dia mutusin buat resign dari kantor. Kata Bu Farhana, suaminya gak ngebolehin kerja lagi. Disuruh fokus jaga kandungan aja." "Terus?" Alis Una bertaut, masih belum bisa mencerna kemana arah pembicaraan mama. "Mba Raisa disuruh cari pengganti secepatnya karena perusahaan butuh urgent. Terus tadi mama juga kebetulan cerita ke Bu Farhana kalau kamu belum dapet kerja, Bu Farhana nawarin kamu mau gak gantiin Mba Raisa? Soal jurusan kuliah bisa diomongin lagi, yang penting kamu coba dulu." Mata perempuan berambut sebahu ini refleks membesar, terkejut dengan kabar yang dia terima. "Mba ... Mba Raisa yang kerja di Indodrink itu, kan, Ma?" Bahkan, dia sampai terbata-bata saking tidak percaya. "Iya, dia jadi sekretaris pribadi bos di sana. Bu Farhana bilang, baru-baru ini salah satu anaknya gantiin bos besar di kantor. Dia jadi pimpinan baru di perusahaan karena papanya udah sakit-sakitan jadi jarang bisa datang ke kantor. Kata Mba Raisa sih agak tegas orangnya. Tapi gak apa-apa, yang penting kamu bisa kerja di perusahaan besar, Na," lanjut mama, super senang. Raut wajah Una juga berubah bahagia. "Udah pasti keterima atau ada seleksi lagi?” "Pasti keterima kalau emang kamu bisa penuhin syarat sesuai mau perusahaan. Makanya kamu jangan kecewain mama, gimana pun caranya kamu harus bisa masuk ke sana dan gantiin Mba Raisa. Ngerti?" ucap wanita yang sudah memiliki beberapa helai uban di rambut, menyerahkan sebuah notes kecil yang dia dapat dari anak tetangga. "Besok kamu langsung datang aja, nanti dianterin sama Mba Raisa buat ketemu bosnya. Karena Raisa belum bisa resign kalau belum nemu pengganti yang cocok sama si bos. Bawa CV sama berkas-berkas yang biasa kamu pakai buat lamar kerja," kata mama. "Pakai pakaian bebas tapi sopan, terus jangan lupa besok jam tujuh udah stand by. Nanti kamu naik mobil sama Mba Raisa dan suaminya biar sekalian." Una mengangguk, dan setelahnya langsung memeluk sang mama dengan erat. "Makasih ya, Ma. Doain semoga besok Una bisa keterima." Rasa kekesalan pada mama seakan lenyap tidak bersisa. Akhirnya, ada secercah harapan untuk Una hari ini. Ah, rasanya jadi tidak sabar untuk cepat-cepat melamar kerja besok! ***

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.6K
bc

CINTA ARJUNA

read
13.5K
bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
4.1K
bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.4K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.4K
bc

Ayah Sahabatku

read
24.9K
bc

Dipaksa Menikahi Gadis Kecil

read
22.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook