PART 20 - MAKAN MALAM

1642 Words
Langit mulai dipenuhi bintang, lampu-lampu halaman sudah dinyalahkan. Tidak lupa bibi menambahkan tiga lilin diatas meja persegi panjang yang dipenuhi dengan berbagai makanan dan buah-buahan. "Wuah, ini isteriku jago banget sih. " puji paman pada bibiku. Walau telah menikah bertahun-tahun pamanku sangat sering memuji dan menggoda bibi seakan mereka masih berpacaran. "Dewi ikut bantu juga pak." protes Dewi mendengar hanya ibunya saja yang dipuji. "Iya, anak bapak yang paling cantik ini rajin banget, gak sabar bapak mau makan masakannya. " ucap paman. "Cuma goreng kerupuk aja bangga. " celetuk kak Andi. "Aku juga bantu potong-potong sayur tau. Goreng ayam juga." Dewi mengambil toples besar berisi kerupuk di depannya. "Awas ya, jangan makan kerupuk ini, Dewi yang goreng. " ujar Dewi sambil memeluk toples kerupuk. "Kalian ini lo, gak bosen-bosennya ribut. Ketemu ribut, nanti gak ketemu ribut juga saling nyariin." ujar pamanku melerai kedua anaknya. "Tau ni pak, kak Andi cari gara-gara terus duluan. " protes Dewi "Sudah... sudah... ujar bibiku. " "Tomo kok gak masuk-masuk ya, perasaan tadi kedengeran suara motornya. " akupun mendengar suara motor mas Toko sekitar 10 menit yang  lalu dan merasa heran juga mengapa ia tak kunjung kesini. "Sebentar aku liatin bu. " mas Andi bangkit  berdiri lalu berjalan menuju halaman. "Mungkin mas Tomo sedang sisir rambutnya, bu biar keliatan tetap klimis, kinclong." ucap Dewi yang menimbulkan tawa paman dan bibiku. Akupun tersenyum mendengar ucapannya karena memang benar mas Tomo sangat menjaga kerapian rambutnya. "Husssh, nanti didengar orangnya. Ada-ada aja kamu" ucap bibi sambil mencoba menghentikan tawanya. "Inikan fakta bu. Iyakan Mal?  Dewi kini menatapku yang masih geleng-geleng kepala mendengar ucapannya. "Iya... " jawabku mengiyakan pertanyaan Mala. "Tuh mereka datang.. " ujar bibi menggerakkan kepalanya kearah pintu masuk halaman rumah. Kamipun menoleh kearah itu dan melihat ada tiga orang yang berjalan melewati kegelapan dan terlihat tak jelas wajahnya karena kurangnya sinar lampu. Ketiga pria itu berjalan mendekat hingga dapat kulihat jelas wajahnya. Mereka adalah kak Andi, mas Tomo dan Ryuzaki. Kak Andi berjalan ditengah-tengah kedua pria itu seakan menjadi pembatas. Aku dapat melihat rawut ketidaknyamanannya dari wajah mas Tomo, namun berbeda dengan Ryuzaki yang terlihat santai seperti biasanya. "Selamat malam. " salam Ryuzaki pada kami. Ia datang membawa sebuah tas plastik yang didalamnya terdapat minuman soda kalengan. Aku tak tau ia membawa berapa kaleng, namun dari luar kurasa ia membawa cukup banyak. "Aduh jangan repot-repot begini harusnya." ucap bibiku pada Ryuzaki. "Tidak repot ya" Ryuzaki menaruh tas plastik berisi minuman itu didekat meja dan iapun naik ke atas Gazebo. "Tante gak bilang kalau bawa minuman, aku juga bisa bawa ginian aja. " ucap mas Tomo tiba-tiba. "Ryuzaki gak tante minta bawa minuman, Tomo. Dia yang inisiatif bawa sendiri. " balas bibiku. Disisi lain, Ryuzaki sibuk mencari tempat yang pas untuk duduk sebelum akhirnya ia memilih duduk tepat di hadapanku, diseberang meja, mempertemukan pandangan kami berdua. Mas Tomo yang awalnya duduk disebelah lak Andi di bagian paling ujung meja berpindah, ia meminta Dewi yang duduk disebelahku untuk bertukar tempat dengannya. "Wi, kamu duduk disini ya, aku duduk disana. " "Ya udah mas." tanpa perlawanan Dewi menyanggupi permintaan mas Tomo. Merekapun bertukar tempat. "Permisi dek... " "Iya mas... " jawabku mengijinkan masTomo untuk duduk disebelahku. “Ini dek Mala bantu  masak juga?” tanya mas Tomo padaku dengan semangat. “ Aku masih belum kuat mau bantu masak mas. Bibi dan Dewilah yang memasaknya.” “Oh. Nanti kalau dek Mala sudah sehat, masakin mas ya.” “Hah?” aku tidak percaya mendengar ucapan mas Tomo. Mnegapa ia jadi menyuruhku memasakan makanan untuknya. “Lihat nanti saja ya mas.” jawabku  jujur.   “Iya dek.” Mas Tomo mengakhiri pembicaraan kami setelah bibiku meminta kami untuk mulai makan. Kamipun mulai menikmati makan malam kami. Awalnya semua begitu tenang menikmati makanan yang dimasak bibi dan Dewi, namun semuanya berubah saat bibiku mulai menanyakan pendapat Ryuzaki mengenai makanan yang disediakan. "Bagimana enak? " tanya bibi pada Ryuzaki yang tengah asik menyuap udang sambal. "Enak, saya suka walau sedikit pedas ya. " jawab Ryuzaki. Aku tahu ia sedang tidak berbohong saat melihat bibirnya yang memerah dan wajahnya mulai berkeringat. "Oh begitu? Padahal masakan ini sengaja tidak pakai banyak cabe ya karena Mala dan Tomo juga tidak kuat makan pedas. " Makan ini aja. " lanjut bibiku sambil mengangkat ikan gurame goreng yang nampak begitu nikmat. "Iya terima kasih." Ryuzaki mengambil gurame goreng itu dan menaruh beberapa potong di piringnya dan yang tak kusangka ia mengambil sepotong besar dan menaruh dipiringku. “Ikan punya banyak kandungan kolagen, bagus untuk kulit, untuk membantu proses penyembuhan kulit yang luka juga bisa. Jadi bagus untukmu ya” jawab Ryuzaki dan tak lupa ia menyematkan senyuman ramahnya padaku. Untuk beberapa detik aku terpana oleh sikapnya. "Dek Mala mau ini? Mas Tomo ikut-ikutan menaruh sayur capcay dipiringku membuatku tersadar kembali. “Ini sayur-sayur banyak vitaminnya bagus untuk tubuh, bisa bantu sembuhkan luka juga.” lanjut mas Tomo dan menuangkan banyak sayuran kepiringku. Ia benar-benar bertindak seakan tidak mau kalah dari Ryuzaki. “Cukup mas.” aku menghentikan tangan mas Tomo sebelum piringku dipenuhi oleh sayuran. “Iya dek. Oh iya, aku juga suka masakan ini kok tante. Enak." kini mas Tomo berbicara pada bibiku. "Kapan kamu pernah bilang gak enak sih, setiap makan disini pasti bilang enakan. " jawab bibiku. "Tau ni Tomo, paling banyak juga makannya. "  tambah kak Andi. "Ya kan karena memang enak banget lo masakannya tante, masakan Dek Mala juga enak apalagi yang dimasak waktu itu sayur kangkung tumisnya.. Beuuhhhh juara itu." "Bisa aja mas, itu biasa aja. Kalau mas sudah rasakan kangkung dari Lombok pasti lebih suka lagi." balasku. "Iya, jangan ditanya lagi sih itu. Kangkung sama tahu dari Lombok itu memang juara banget." sambung Dewi. "Saya pernah coba kangkung di Lombok ya. Saya pernah makan pelecing. " Ryuzaki tanpa diduga ikut nimbrung obrolanku dengan mas Tomo dan Dewi. "Pe-le-cing." aku tak bisa menahan senyumanku mendengar pelafalan Ryuzaki pada kata Pelecing dan segera membenarkannya. "Ah iya, pelecing." ucapnya mengikuti pelafalanku. "Oh, pernah ke  Lombok? " tanya bibiku pada Ryuzaki. "Pernah, beberapa kali saya ke Lombok untuk surfing ya, banyak spot surfing yang bagus juga di Lombok." jawab Ryuzaki. "Kalau boleh tau, Ryuzaki ini di Indonesia sudah berapa lama?” pamanku yang biasanya tak banyak berbicara saat makan mulai bertanya padaRyuzaki, sepertinya ia mulai tertarik dengan sosoknya. “Kalau di total saya tidak ya, tapi saya sudah mulai ke Indonesia sejak 4 tahun yang lalu.” “Oh, pantas saja Bahasa Indonesianya bagus.” jawab paman. “Kalau sering ke Indonesia seperti ini, masuknya apa pakai visa?” bibi ikut bertanya. “Saya pakai visa sosial budaya, karena saya cukup sering kesini. Tapi memang kesini sebenarnya hanya untuk berlibur ya.” “Oh, terus selesai liburannya kapan? Balik ke Jepangnya kapan?” aku terkejut mendengar ucapan mas Tomo yang cukup keras. Ia menaruh gelas minumnya dan menatap tajam pada Ryuzaki. “Bukan dalam waktu dekat ya, saya masih ingin berada disini, kecuali ada hal urgent yang harus saya kerjakan di Jepang.” Ryuzaki nampak santai dengan tatapan tajam mas Tomo. Ia bahkan masih bisa memberikan senyum ramahnya seakan tidak mengerti arti tatapan yang ia terima. “ Oh, ya namanya kesini cuma liburan ya, jadi harus hati-hati buat wanita, karena bisa kapan saja ditinggal.” Ucapan mas Tomo membuat kami yang berada bersamanya sontak menghentikan  makan kami dan menatapnya. “Maksudnya apa Tom?” bibiku duluan bertanyaan, padahal aku ingin menanyakan hal yang sama pada mas Tomo. Mengapa bisa ia mengucapkan hal seperti itu saat suasana baik seperti ini. “Bukan apa-apa tante, cuma mau wanti-wanti buat siapapun yang lagi dekat sama pria asing yang kesini cuma buat liburan aja.” ujar mas Tomo lagi. Walau tak kulihat langsung, aku menyadari bahwa ia melirik sekilas kearahku saat berbicara. “Gak boleh mikir negatif begitu, gak baik.” sambung pamanku. “Iya Tom, jangan mikir aneh-aneh begitu.” tambah bibi. Aku memperhatikan wajah Ryuzaki, penasaran dengan ekspresi dan tindakannya setelah mendengar ucapan mas Tomo. “Mau minuman soda?” aku tidak menduga kalau ia malah menawarkan minuman kaleng kepada mas Tomo. Ryuzaki membuka tas plastic yang ia bawa tadi, dan menaruh beberapa kaleng minuman soda ditengah meja makan. “Nanti aku bisa sendiri. Terima kasih.” balas mas Tomo dingin. Aku segera mengambil minuman soda yang dibawa Ryuzaki karena kebetulan aku juga baru menyelesaikan makananku, diikuti oleh Dewi dan kak Andi. “Terima kasih ya.” ucapku seramah mungkin pada Ryuzaki. “Sama-sama.” balas Ryuzaki. “Oh ya, Ryuzaki sering ke Indonesia apa tidak mengganggu pekerjaannya?” tanya pamanku. “Tidak ya, semuanya masih bisa saya tangani.” “Kalau boleh tau, memangnya pekerjaan Ryuzaki apa?” tanya paman lagi. “Sebenarnya saya menjalankan usaha keluarga ya di Jepang, saya juga membantu teman saya yang orang Indonesia membuka toko papan Surfing didekat sini,tapi saya bukan ownernya, sistemnya bagi hasil.” jawab Ryuzaki dengan lancar. Aku cukup kagu karena ia bisa mengucapkan Bahasa Indonesia dengan baiknya. “Oh, jadi Ryuzaki yang memodalkan maksudnya begitu?” paman tampak mulai nyaman berbicara dengan Ryuzaki, ia mulai bertanya banyak hal. “Iya, kurang lebih seperti itu ya.” belum selesai Ryuzaki berbicara Dewi dengan cepat menyambar ucapannya. “Artinya banyak uangnya dong.” Dewi yang sedari tadi diam tiba-tiba menyambung ucapan paman. “Hahaha, bukan banyak ya, tapi cukup.”aku tak begitu mengenal pria didepanku ini, tapi mendengar ucapnnya, jelas ia bukan pria yang sombong. “Iya, yang penting itu bisa cukup.” lanjut bibiku. Mas Tomo hanya diam mendengar pembicaraan yang lainnya. Kukira ia akan mulai berbicara dingin lagi seperti sebelumnya, namun ternyata tidak. Ia fokus dengan makanan dipiringnya dan sesekali aku melihatnya menatap tak suka pada Ryuzaki. Aku tidak mengerti mengapa mas Tomo bisa setidak suka itu pada Ryuzaki. Mereka berdua sepertinya tidak memiliki masalah satu sama lain, namun aura yang keluar dari mas Tomo benar-benar berbeda saat ada Ryuzaki didekatnya. Begitu banyak topik obrolan yang dibahas malam ini, terutama mengenai pekerjaan Ryuzaki yang banyak ditanyai oleh pamanku dan begitu juga mengenai tempat-tempat berselancar di Indonesia yang ternyata sudah banyak dikunjungi oleh Ryuzaki. Kalau bukan pamanku, aku tidak akan mengetahui mengenai usaha beberapa minimarket yang dikelola olehnya dan keluarganya di Jepang. Aku tidak melepas pandanganku pada pria Jepang ini. Aku sangat menyadari betapa menariknya dia. Hal yang sangat kusukai adalah bagaimana sikapnya yang begitu pandai berbaur dan bebricara dengan orang-orang disekitarnya tanpa canaggung walau ini merupakan pertemuan pertama sekalipun. Ia juga tak pernah tersinggung ataupun marah sedikitpun dengan ucapan pedas dari mas Tomo dan kak Andi. Waktu benar-benar tidak terasa saat bisa menikmati apa yang ada dan bisa menikmati suasana yang tercipta. Aku benar-benar menikmati makan malam kali ini. Ini merupakan makan malam berkesan saat aku berada di Bali.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD