Obat Sakit Gigi

1532 Words
Obat Sakit  Gigi   Insiden cubit-cubitan dan gigit-gigitan mengantarkan Yuka sang janda perawan masuk ruangan keamanan. Hampir dua jam lamanya dia diceramahi oleh bapak berkumis. ”Bodo amat ah, males banget sama modelan pak kumis gini. Kalau setipe Om El pasti akan gue dengarkan setulus jiwa raga,” pikirnya. ”Kau dengar itu? Awas kalau sampai bikin masalah lagi! Masih baru sudah berlagak kali kau!” Aksen Batak si Bapak Kumis membuat  Yuka berpikir sedang menonton ”Naga Bonar Jadi Dua”. Yuka kembali membatin, ”Pergi sono, ah lama-lama gue cabut juga itu kumis,” sambil memilin-milin ujung kemejanya. Sehabis memberikan cemilan ringan itu, bapak berkumis keluar dari ruangan. Yuka mengusap d**a. Bertepatan dengan itu, Vegas melangkah ke bangku milik pak kumis tadi. Pria itu tersenyum—hampir-hampir tertawa. Yuka makin gedek. ”Dikira gue badut kali ya!” ”Heroik banget gaya kamu, Ka. Cuma kamu yang berani gigit atasan seperti tadi.” Vegas menunjukkan senyuman yang manis-manis empuk bagai kembang gula. ”Saya lagi sebel sama Om El! Saya rindu berat sama dia tapi dianggap bakteri,” curhat Yuka kepada atasannya itu. Selain mencubit, Yuka menggigit tangan Elrangga. Katanya kepalang tanggung. ”Udah sebel juga. Itung-itung ninggalin jejak di tubuh mantan suami,” pikirnya sambil terkekeh centil. Kedua pipi Vegas tertarik ke samping, gigi putihnya mengintip dari bibir. Ia menggeleng-geleng takjub dengan tingkah karyawan barunya itu. ”Kenapa gue jadi curhat?” Vegas menaikkan lengan kemeja blue-nya. Dicubitnya pipi Yuka. ”Kamu masih sama, belum berubah.” Akibat cubitan tersebut, Yuka semakin sebal. ”Saya nggak suka tangan Bapak nempel sembarangan di pipi saya! Saya bisa laporkan Bapak atas dasar pelecehan karyawan!” Yuka Sierra berdiri tegak pinggang. Lantas tangan kanannya ia kibas-kibaskan ke rambut pendek yang menjutai di atas pundak. Mata Vegas melunak, punggungnya ia sandarkan di kursi. ”Sepertinya kamu lupa sama saya.” ”Saya harus ingat sama Bapak emangnya?” tanya Yuka cuek. Sebaliknya, dalam hati ia justru ingin tahu. Ia lupa-lupa ingat. Sepertinya ia pernah melihat wajah lelaki itu. Tapi dimana? ”Yang pasti bukan bapakmu. Jadi stop panggil saya bapak! Bapakmu Pak Apan bukannya Vegas!” Yuka melotot lalu berdiri. ”KOK TAHU?!!” ”Saya tinggal di kos-kosan Pak Apan lima tahun.” ”Om Pegas?” Mulut Yuka membulat mirip ikan koi kehabisan air. Tapi kalau diperhatikan lagi, mulutnya lebih mirip sedotan WC. ”Vegas, Ka.” Vegas mengoreksi panggilan gadis itu sambil besedekap. Bibirnya membentuk senyuman yang enggak kalah manis dari senyuman Verrel Bramasta. ”Ya ampun, Om temennya Om El ’kan? Sorry sorry aku lupa, habisnya makin ganteng sih. Dulu gondrong jadi cakepnya nggak kelihatan.” Vegas terpana dengan kalimat gadis itu. ”Om El apa kabar, Om?”   ***   ”Ngapain sih pake pindah sekolah ke sini? Repotin gue aja!” Hari kedua bekerja di kantor baru, Yuka mesti minta izin terlambat karena mendaftarkan sekolah adiknya. Ia berasa jadi mamah muda yang pagi-pagi masuk gerbang sekolah untuk mengantar satu upil. By the way, upil adalah nama panggilan Yuka untuk adiknya. ”Gue pengen mandiri juga, Yuk.” Si bocah ngelawak bikin gue tambah kesal aja! Bibir Yuka tertarik sebelah. Ia pun berdeceh. ”Ini namanya bukan mandiri, b**o! Mandiri itu hidup sendiri, bukan parasit sama gue!” Dia mendorong si bocah ke lapangan. Saat ini mereka berjalan ke arah kantor kepala sekolah. ”Bodo.” Yuka geram. Ia ingin bebas. Mengapa Ibuk Siyah mengizinkan si Upil sekolah di sini? Apalagi harus tinggal bareng Yuka. Hiiissh!! Setelah menyerahkan si adik dengan formal, Yuka segera meninggalkan sekolah dengan satu petuah, ”Jangan pernah ngerepotin gue!” Adiknya menyengir. Sudah pasti kalimat kakaknya tak akan dia turuti. Membuat Yuka repot dan marah merupakan vitamin untuknya sehari-hari. ”JAWAB, KAZA!” ”Iye iye, Yuk!” ucap pemuda itu mengalah.   ***   Untungnya Yuka kenal Vegas. Dia diberikan izin untuk datang terlambat. Ia sampai di kantor hampir pukul sepuluh. Yuka duduk di bangkunya. Matanya jelalatan kanan dan kiri mencari Om El kesayangan. ”Rupanya usaha Om berhasil,” gumamnya.  Karena tidak menemukan Elrangga, Yuka pun mengganti objek pandangannya; kantor yang nyaman, ruangan berpendingin, bangku empuk yang nggak bikin p****t pegal, wallpaper bercorak vintage yang membuatnya kesengsem, dan lukisan dengan kesan kuno terpajang indah di dinding tersebut. ”Warna kesukaan Om El banget, sama kayak kamar Om El ya? Pasti Om yang mendesain warna ini. Pak Vegas bilang Om El yang punya perusahaan ini. Berarti Yuka bekerja di bawah kekuasaan Om El.” Ia mengikik. ”Dovan Elrangga. Kamu emang belahan jiwa gue!” Ia tertawa girang. ”Idih nih anak kesambet apaan sih, ketawa-ketawa sendiri? Apa nggak salah perusahaan nerima karyawan kaya gini?!” Bisikan dari kubikel di sebelahnya membuat Yuka mulai tenggelam dalam pekerjaannya. Selama dua jam kemudian Yuka berkonsentrasi pada tanggung jawabnya sebagai admin keuangan. Walau hanya bermodalkan ijazah SMK, Yuka dapat diandalkan untuk mengelola keuangan perusahaan dengan tertib dan teratur. ”Yuk, lo nggak istirahat?” Yuka mendongak. Karena asyiknya bekerja, dia lupa dengan jam makan siang. Tiwi, gadis yang tadi bertanya kepadanya, mengajak Yuka makan di kantin. ”Gue titip Pamin aja nasi kotak.” Perusahaan sebenarnya memberikan makan  siang gratis untuk karyawan. Ada juga karyawan yang makan di luar karena ingin ganti selera. ”Gue duluan.” Tiwi keluar ruangan bersama Tika sesama karyawan bagian pembelian. Setelah kedua teman barunya itu pergi, Yuka berdiri. ”Okey, waktunya ketemu suami kesayangan.”   ***   ”OM!” Yuka menemukan Elrangga berjalan ke lift. Gedung perusahaan itu hanya tiga lantai, tapi ada lift yang dipakai bersama atasan dan karyawan. Elrangga enggak menghiraukan panggilan Yuka. Akibatnya, gadis itu pun berlari mendekat. Ia tautkan tangannya di lengan lelaki itu. ”Mau makan ya, Om?” Elrangga memberikan tatapan ’jangan ganggu’ kepada Yuka sembari berusaha melepaskan tangannya. Namun, belitan itu tidak mudah dilepas. ”Lepas, Yuka!” desisnya. Yuka melompat-lompat bagai anak ikan di daratan ketika mendengar suara Elrangga. Kesempatan itu diambil oleh Elrangga untuk meloloskan diri dari gadis aneh tersebut. Yuka mengejar Elrangga dan hap Elrangga tertangkap. ”Eiits mau kemana? Aku ikut!” ”Menjauhlah, Yuka!” Suara Elrangga  marah. ”Nggak! Aku ikut, aku kangen sama Om El.” Yuka jujur. Dia belum puas bertemu Om El kesayangan. Mereka menjadi tontonan. Akhirnya, Elrangga membiarkan Yuka mengekor di belakangnya. Ada seorang perempuan yang menunggu di dekat mobil Elrangga. ”Kamu admin baru yang kemarin ’kan?” tanya wanita itu kepada Yuka. Ia melihati  Yuka dari atas hingga bawah. Wanita itu memiliki mata cantik dengan bulu mata cetar badai. Dia adalah perempuan yang makan siang dengan Elrangga dan Vegas kemarin. Saksi aksi heroik penggigitan Elrangga. Yuka mulai penasaran dengan wanita seksi dan tinggi itu. ”Pacar Om El, ya? Atau istrinya? Kalau istri nggak mungkin, yang istrinya Om El itu aku,” ujarnya pede. Wanita itu tertawa. ”Ayo! Kamu mau ikut kita makan siang kan?”   ***   Sialnya saat di mobil, Yuka yang harus duduk di belakang. Elrangga bersama wanita yang bernama Ramoona asyik-asyikan di bangku depan. ”Harusnya gue yang duduk di sana!” gerutunya. ”Eh Mbak, jangan dekat-dekat Om El dong!” Yuka menginterupsi percakapan kedua manusia  itu. ”Memangnya kenapa?” Ramoona melirik Yuka dari kaca tengah. ”Om El itu suami gue,” jawab Yuka dengan ketus. Nada bicaranya terdengar kesal. Pun orang yang mendegar juga akan merasa  kesal. ”Benarkah?” Ramoona menatap Yuka dengan mata disipitkan lalu tertawa. ”El kamu nggak bilang kalau udah nikah.” Ramoona berusaha menahan tawanya. Menurutnya, gadis di belakang itu lucu. Yuka melipat tangan di d**a, menyandarkan punggung pada jok mobil, dan mengembuskan napas. ”Om El makin pendiam aja sih! Tapi nggak apa-apa, Om nggak boleh banyak ngomong sama perempuan itu. Duuuh, makin cool aja sih, Om. Yuka makin cintaaaa!!!”   ***   Bete. Dada Yuka terasa sesak. Bagaimana tidak, Elrangga dan Ramoona asyik-asyikan mengobrol sementara dirinya gigit garpu. Geram. Ia menggigit sendok dengan gemas.  ”Tapi gue lebih pengen gigit Om El deh. Yaaaak! Si Om makin seksi aja sih,” teriak batinnya. Ketika Elrangga minum, gundukan di lehernya membuat d**a Yuka berdesir. Kuduknya merinding. ”Air mana air? Gue panas!” teriak batinnya lagi. ”Kenapa malah gigit garpu? Kamu nggak laper? Bentar lagi kita balik kantor lho!” Teguran dari Ramoona membuat mata Yuka mengerjap-ngerjap. Yuka membersihkan kepalanya dari fantasi aneh tersebut. ”Makanlah,” jawabnya kemudian. Dengan cepat Yuka menghabiskan makanannya.   ***   Di mobil. ”Om sakit gigi ya?” Yuka enggak menyia-nyiakan perjalanan balik ke kantor. Ia merebut bangku depan di samping Elrangga yang menyetir. Bagai kesetanan, ia mengalahkan Ramoona. Wanita cantik itu harus puas menggantikan posisi Yuka di belakang. ”Om makin pendiam aja deh,” tambahnya. Karena enggak mendapat jawaban, Yuka menyeletuk lagi, ”Sakit gigi itu hanya satu obatnya lho, Om.” Ia  mengedip dengan genit. Yuka melihat Ramoona melalui kaca tengah. Ramoona menyimak ucapannya. Yuka buka seat belt lalu bergeser lebih dekat kepada Elrangga. Yuka berbisik di telinga Elrangga, ”Obat sakit gigi Om itu,” jeda sebentar untuk melihat Ramoona, ”ciuman sama Yuka,” lanjutnya. Mobil direm mendadak.  Elrangga menatap sang wanita gila yang tak punya malu itu. Yuka mengerling ganjen. ”Biasanya berhasil ’kan?” Ia mengedipkan mata kiri dengan bibir dimajukan.   ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD