Amanda

396 Words
Entah mengapa hari itu Amanda sangat menarik perhatiannya. Omongan Tigor tempo hari cukup mempengaruhinya. Ia tak bisa konsentrasi pada pelajaran di kelas. Amanda duduk pada deretan kursi yang sama dengannya. Walau cukup jauh, ia tidak perlu menoleh kebelakang untuk dapat sesekali meliriknya, bahkan berkali-kali. Amanda tersenyum dan tampaknya sadar kalau Heru memperhatikannya. Amanda tidak begitu cantik, kulitnya agak gelap, tapi wajahnya manis. Ia agak pendiam dan tidak terlalu pintar. Heru memang pernah dekat dengan Amanda sebagai teman, tapi setelah sering menghabiskan waktu bersama trio kwek-kwek, ia jadi jarang bersamanya. Begitulah Heru, selalu berlagak macam Don Juan, seolah-olah semua wanita siap sedia menerimanya. Kelas usai dan Tigor mengajaknya ke kantin. Amanda dan Nita lewat di depannya, tersenyum. Heru sangat ingin menegurnya tapi kali ini sifat ngocolnya hilang seketika, jantungnya berdebar. ”Amanda! Dicari Heru tuh.” Seru Tigor kurang ajar. Lelaki bertubuh gempal itu kadang memang suka asal. ”Apaan sih lu! Nggak kok Amanda, si Tigor bo-ong.” Heru benar-benar gelagapan. ”Alah, katanya tadi lu nyariin Amanda,” jawab Tigor sok polos. Amanda hanya senyam-senyum, ia bingung melihat tingkah laku dua pelawak itu. Tapi dalam hati, ia senang dan itu cukup terlihat. ”Ada apa, Her? Tanya Amanda tenang. ”Eh, nggak. Kata Nita, lu mau pindah kos, ya?” ”Iya, kenapa memangnya,” jawab Amanda, sekilas melirik Nita. ”Lu mau bantuin gua ngangkut barang-barang? ”Boleh aja. Kapan? Terus lu mau pindah kemana?” tanya Heru semangat. ”Pindahannya hari Minggu. Gua mau pindah ke Dago Atas.” **** Minggu pagi Heru sudah stand by di tempat kos Amanda. Ia datang bersama tiga orang temannya dari luar kampus, Anto, Diki, dan Duden. Diki membawa mobil kijangnya. Barang-barang Amanda cukup banyak. Amanda mengaku, ia baru sekali ini pindah kos dari semester pertama, dua tahun lalu. Wajar kalau barang-barangnya sebanyak itu. ”Kalian pasti lapar? Gua pesenin kupat tahu, ya?” Amanda beranjak tanpa menunggu jawaban. Nggak usah repot-repot Amanda, kecuali kalau lu maksa,” jawab Anto mencoba akrab. Amanda hanya tersenyum. Ia terlihat menarik dengan celana jean selutut, rambutnya diikat kebelakang. Ia memang agak tomboy. ”Selera lu boleh juga, Her.” Diki beropini. ”Enak juga ya kuliah ditempat lu, ceweknya cantik-cantik. Kalau gua, pasti bisa betah di sana.” Duden tak mau ketinggalan. Her, kalau lu sampai jadian sama Amanda, kita harus rayain. Lu mesti traktir kita-kita. Pokoknya kita dukung.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD