09. Go Home

1037 Words
09. Go Home Andy mengantar Dea sampai rumah, bahkan ke dua tangannya membawa dua koper besar milik Dea. Yang satu adalah koper baju Dea dan yang satunya adalah koper berisi oleh-oleh yang di bawa Dea untuk Mama dan juga Kakak nya. "Wah ini ya yang katanya kerja lembur selama seminggu?" ejek wanita yang setahun di atas Dea dan Andy. Femy, Kakak dari Dea yang membuat siapa saja lelakinya akan memuntahkan isi perutnya jika melihat wanita itu. Sama sekali tidak seksi meski tubuhnya kecil, kulit yang tidak seputih Dea dan juga make up yang berantakan. "Minggir Lo!" tekan Andy karena Femy menghalangi jalannya dan Dea untuk masuk. Femi juga sepertinya sengaja menghalangi Dea untuk masuk ke rumah sebelum Dea kena amukan dari Mama nya. "Oh pahlawan selalu di sisi Tuan Puteri." ejek Femy dengan meniup-niup kukunya yang Dea yakini baru saja di ganti warna. Sebelum Dea berangkat liburan ke negara Oatsflorland, Femy mewarnai kukunya dengan warna biru muda. Dan sekarang kuku wanita dengan rambut sepinggang itu bewarna coklat tua, seperti monster atau zombie yang berkeliaran. "Mama anak Mama yang enggak tahu diri pulang ni!" teriak Femy menggema dari ambang pintu, terdengar suara langkah kaki mendekat ke arah mereka dengan tergesa. Dea sudah pasrah, benar-benar pasrah jika Ia kena amukan dari Mama nya yang selalu memarahinya jika Dea melakukan sedikit saja kesalahan. "Oh sudah pulang Kamu rupanya?" tanya wanita paruh baya itu geram, bahkan Dia sudah membawa kemoceng. Kemoceng itu sudah di ketuk-ketukkan ke telapak tangan Kiri, dan mungkin siap di gunakan untuk memukul Dea. "Ma, Aku bisa jelasin ini Ma." wanita itu berdecih saat Dea akan menjelaskan. Menatap kemoceng itu sungguh membuat Dea merinding, apalagi jika di pukulkan padanya. Andy memandang wanita itu sinis, pandangan Femy beralih pada tangan Dea yang di perban. Senyum menyeringai Femi tunjukkan tanpa rasa belas kasih sama sekali. "Kenapa hanya tangan Lo yang patah lagi? Kenapa enggak seluruh badan Lo?" Andy menggeram mendengar ucapan Femy yang sama sekali tidak berfilter itu. "Mulut Lo bisa diem enggak?" geram Andy, sumpah menghadapi Femy membuat emosinya memuncak seketika. "Bang. Ma Aku bisa jelasin-." "Dasar anak enggak tahu diri!" wanita yang di panggil Mama oleh Dea tiba-tiba memukul Dea dengan kemoceng membabi buta. Belum sempat Andy membantu tapi sudah terlambat karena tangan Dea kena sabetan keras dari Halima hingga perban yang tadinya putih berubah warna menjadi merah lagi. Suara jeritan Dea sudah tidak bisa Dea tahan ketika kemoceng itu mengenai lukanya yang bahkan belum sembuh dengan benar. Tapi Dea hanya bisa berteriak tanpa melawan, mata Dea melihat itu semua. Bagaimana Halima tanpa ampun dan penuh emosi memukulinya, melihat Andy yang berusaha menjauhkan Halima darinya dan bagaimana Femy yang saat bersitatap dengannya hanya menunjukkan seringaiannya tanpa mau berniat membantunya. Dea merasakan pukulan bertubi-tubi dari Halima, seperti slow motion. Dea sejenak melupakan rasa sakitnya saat dirinya mulai tenggelam dalam pandangannya. Sudah sangat jelas pemandangan ini tidak pernah Dea harapkan dalam hidupnya, pernah sekali Dea berharap memiliki Mama yang menyayanginya dan Kakak yang seperti kebanyakan orang. Mau berbagi cerita dengannya walau sebentar saja. Ataukah keinginan Dea itu begitu serakah hingga Tuhan tidak ingin mengabulkannya? Mata Dea mengerjap beberapa kali sebelum Ia akhirnya memilih memejamkan matanya untuk mengakhiri deritanya hari ini. "Didi!" Andy dengan sigap mendekap tubuh Dea yang limbung, mungkin tangannya yang sakit bertambah nyeri karena pukulan dari Halima. "Didi please!" Andy berteriak, lalu menggendong ala bridal tubuh Dea yang sudah tidak sadarkan diri. Namun sebelum itu Andy berkata dengan nada penekanan yang syarat akan ancaman. "Kali ini keluarga Joan tidak akan tinggal diam!". Setelah perkataan marahnya Andy memasukkan tubuh Dea ke dalam mobil, meninggalkan pekarang rumah yang terbilang mewah itu. Bahkan Andy tidak tahu bagaimana keluarga itu bisa saja hidup mewah padahal mereka tidak bekerja. Kecuali Dea, wanita itu kerja paruh waktu tiap harinya di salah satu resto dekat tempat kuliahnya. Tubuh Halima dan Femy membeku, bahkan mereka tidak sadar bahwa sebuah mobil terparkir di depan rumah mereka. "Tuan kami menemukan tempat tinggalnya, saya mengirimkan satu file." ucapnya lalu menutup sambungan telfon. **** Andy begitu panik, kakinya terus saja memintanya untuk mondar mandir di depan pintu rawat Dea. "Dam, bagaimana keadaan Didi?" tanya Clara, Andy mendongak karena suara Mommy nya. "Mom!" Andy memeluk Clara erat. Andy menceritakan semua kejadian yang menimpa Dea pada Clara, dan lihat reaksi wanita itu. "Oh wanita itu tidak mengindahkan perintah Mom, coba Kita lihat seberapa kuat Dia kali ini bisa bertahan!" jangan di tanya Andy, pria itu bahkan bergidik ngeri melihat pancaran mata Clara yang siap menerkam mangsanya. "Bagaimana Dok keadaan Adik Saya?" tanya Andy saat Dokter keluar dari ruang rawat Dea di ikuti oleh Clara yang sudah sangat khawatir. "Kita harus mencari pendonor darah yang tepat untuk Nona Deanova-." ucap sang Dokter. "Dok, ambil darah Saya Dok!" ucap Andy memotong penjelasan Dokter, Dokter wanita itu tersenyum maklum pada tingkah Andy. Di lihat dari rasa khawatirnya Andy dan Clara sekarang. "Kami akan melakukan tes dulu pada Anda. Apakah golongan darah Anda cocok dengan pasien". "Saya juga akan donor Dok jika cocok." usul Clara. "Saya akan tes pada Anda juga kalau memang Anda keluarga pasien karena darah pasien begitu langka." Clara mengerutkan dahinya bingung sama halnya dengan Andy. "Maksudnya?". "Pasien memiliki golongan darah khusus yang jarang sekali orang miliki Nyonya. Hanya beberapa orang yang memilikinya.". "Lakukan apa saja untuk Adik Saya Dok." ucap Andy frustasi. "Sampai kapan waktu anak Saya Dok?" tanya Clara. "Sesegera mungkin jika bisa Nyonya, dan pihak rumah sakit juga akan berusaha membantu." ucap Dokter ramah, Dia tahu siapa orang yang di hadapannya. Keluarga Joan, keluarga dengan bisnis yang maju di Jakarta dan lagi keluarga Joan juga memiliki saham di rumah sakit itu. Andy terduduk lemas di kursi, menarik rambutnya frustasi. Rasa bersalah langsung menyerangnya, harusnya tadi Ia dapat melindungi Dea dari amukan Halima? Seharusnya tadi Dia tidak hanya diam. "Ahhhhh!" Clara mengusap bahu Andy, tahu jika anaknya itu merasa khawatir karena rasa sayang Andy yang begitu besar pada Dea. Kakak sekaligus sahabat bagi Dea yang dapat Dea andalkan untuk melindunginya. "Mom harusnya tadi Aku-.". "Ssstt Sayang ini bukan salah Kamu.". "Mom, Aku." Andy menangis dalam pelukan Clara, ini salahnya karena ceroboh menjaga Dea. Clara membatin tidak akan melepaskan Halima karena membuat Dea terluka dan juga anaknya sefrustasi sekarang. Clara tidak akan melepasnya lagi. **** Madiun punya cerita
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD