Jangan Sakit

1247 Words
“Mau apa kau datang kesini?” tanya Steve saat melihat Tristan memasuki rumahnya.             “Mau ketemu Fanie Om,” jawab Tristan.             “Dia sedang istirahat. Dia tidak membutuhkan kamu,” jawab Steve ketus.             “Tapi Om,” ucap Tristan.             “Tapi faktanya anak kita membuthkan Tristan,” ucap Shasha yang baru saja datang.             “Aku yang memintanya datang. Ayo ikuti saya,” ucap Shasha dan Tristan mengangguk.             “Permisi Om saya-“ ucap Tristan sambil menunjuk ke arah Shasha.             “Pergilah,” jawab Steve datar.             Shasha menunjukan kamar putrinya ke calon menantunya. “Sejak pulang dia demam. Dia terus memanggil-manggil nama kamu. Sebagai seorang wanita, saya bisa memahami bagaimana perasaannya. Pasti sangat berat untuknya melewati semua ini. Temuilah, ada makanan yang belum ia makan di sana,” ucap Shasha.             “Baik Tante. Saya benar-benar minta maaf,” ucap Tristan.             “Semuanya sudah terjadi. Jadilah pria yang baik untuknya dan berjanjilah untuk selalu menjaganya,” ucap Shasha.             Tristan mengangguk. “Iya Tante itu pasti,” jawab Tristan.             “Tante keluar dulu ya,” ucap Shasha dan Tristan mengangguk lalu ia mendekati kekasihnya yang terlihat sangat pucat sekali.             Tristan duduk di samping Stefanie lalu ia mencium lembut kening kekasihnya yang terasa sangat panas sekali.             “Sayang …,” ucap Tristan lirih lalu ia mengambil sebelah tangan kekasihnya, menautkan jari-jari kekarnya ke jari Stefanie.             “Apa semua ini sangat berat untuk kamu?” ucap Tristan lagi dan tatapannya terus menatap wajah kekasihnya dengan perasaan yang sangat kacau. Tristan tidak pernah melihat kekasihnya selemah ini. Ia benar-benar merasa tidak berdaya melihat Stefanie yang terbaring lemah.             “Tristan …,” rancau Stefanie dan wajahnya mulai mengeluarkan buliran peluh.             “Aku disini sayang …,” ucap Tristan sambil mengusap pipi Stefanie.             Stefanie membuka kedua matanya dan ia melihat wajah tampan kekasihnya yang ada disampingnya.             “Tristan?”             “Hmmm, ini aku. Aku datang untuk kamu.”             “Bagaimana kamu bisa masuk? Terus Papa gimana?”             “Mereka ada di depan,” jawab Tristan sambil tersenyum.             Stefanie mencoba untuk duduk dan Tristan membantunya lalu memberikan bantal ke belakang punggung Stefanie.             “Kenapa bisa sakit hmmm? Tadi siang bertemu masih baik-baik saja dan sekarang lihat wajah kamu jelek sekali.”             “Aku …, aku takut Tristan,” ucap Stefanie sambil menitikan air matanya.             Tristan memeluk kekasihnya dengan erat sambil mengusap punggung Stefanie dengan lembut.             “Jangan takut, ada aku disini. Dan semuanya akan baik-baik saja. Kita akan melewatinya bersama.”             Stefanie mengangguk lalu berusaha untuk tersenyum dan Tristan menghapus buliran air mata yang membasahi wajah kekasihnya.             “Jangan sakit lagi. Kamu benar-benar membuat aku khawatir. Aku sayang sama kamu,” ucap Tristan sambil menangkup kedua pipi Stefanie.             “Aku juga sayang sama kamu.”             “Makan dulu ya. Mama kamu sudah menyiapkannya untuk kamu,” ucap Tristan lalu ia mengambilkan bubur yang ada di atas meja nakas.             “Aku senang kamu ada disini.”             Tristan tersenyum lalu mengangguk. “Sebentar lagi kita akan tinggal bersama,” ucap Tristan sambil menyuapi kekasihnya.             Hhhhpppptttt … Stefanie menutup mulutnya lalu ia turun dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi.             “Sayang kamu kenapa? Jangan lari-lari, nanti terjatuh,” ucap Tristan lalu ia menaruh mangkuk buburnya dan mengejar Stefanie ke dalam kamar mandi.             Stefanie memuntahkan bubur yang baru satu suap ia makan itu dan wajahnya semakin terlihat sangat pucat sekali.             “Kamu tidak apa-apa?” tanya Tristan sambil memijat tengkuk Stefanie dengan lembut.             “Mual sekali rasanya,” ucap Stefanie lalu ia mencuci wajahnya.             “Sini keringkan dulu wajahnya,” ucap Tristan sambil mengeringkan wajah kekasihnya dengan handuk.             Tristan merangkul Stefanie lalu membawanya masuk ke dalam kamar.             “Minum dulu susunya ya,” ucap Tristan sambil memberikan gelas susunya.             “Tapi aku mau-nyaaaaaa …”             “Mau apa hmmm?”             “Minumnya dari mulut kamu,” ucap Stefanie dan wajahnya sudah merona merah sangat malu. Entah permintaan macam apa ini tapi ia benar-benar ingin merasakannya.             “Kamu nakal ya,” ucap Tristan sambil menarik-narik hidung Stefanie.             “Ya sudah kalau tidak mau. Kamu pulang saja sana,” ucap Stefanie merajuk.             “Iiihh jelek kalau merajuk seperti itu. Malu sama calon anak kita nanti,” ucap Tristan.             “Biar saja.” Bibir Stefanie sudah maju sekali. Terlihat seperti anak kecil yang tidak mendapatkan ice cream dari papanya saja.             “Sayang, ini di rumah kamu nanti kalau Papa kamu lihat terus aku langsung di bunuh gimana? Kamu mau ya kita tidak jadi menikah hmmm?” tanya Tristan yang memberi pengertian. Ia merasa tidak enak jika memang nanti kedua orang tua Stefanie melihatnya takut mereka berfikir negative. Apa lagi mereka saat ini sedang berada di dalam kamar dan hanya berdua saja. Sudah pasti setan mana saja bisa mendekati mereka berdua.             “Sayang minum dulu ya. Ini kan demi calon anak kita juga,” ucap Tristan dan Stefanie mengangguk lalu ia meminumnya.             “Sekarang makan lagi ya buburnya. Oh iya sayang, aku sudah bilang Papa aku kalau mau menikah sama kamu dan aku juga sudah menghubungi tim untuk menyiapkan pesta pertunangan kita,” ucap Tristan.             “Benarkah? Secepat itu kamu memprosesnya?” tanya Stefanie sambil menerima suapan dari calon suaminya.             “Iya … Pokoknya kamu harus sehat, jangan sakit sampai hari itu tiba. Hari di mana Tuhan akan mempersatukan kita berdua,” ucap Tristan.             “Ya sudah kalau gitu aku mau makan yang banyak,” ucap Stefanie yang sudah membuka mulutnya dan Tristan langsung menyuapinya lagi.             Shasha membuka pintu kamar putrinya dan ia melihat jika Stefanie sudah mau memakan makanannya.             “Mama …,” ucap Stefanie.             “Bagaimana keadaan kamu sayang?” tanya Shasha lalu duduk di tepi ranjang.             “Tadi sempat muntah Tante,” adu Tristan.             “Iiihh jadi tukang ngadu ya sekarang!” ucap Stefanie sambil mengerucutkan bibirnya.             “Tidak apa-apa hal wajar jika mual-mual. Dihabiskan, tinggal sedikit. Kamu mau makan apa lagi?” tanya Shasha.             “Mau cake strawberi buatan Mama,” ucap Stefanie manja.             “Mama akan membuatkannya,” ucap Shasha.             “Mama …,” ucap Stefanie manja lagi.             “Apa lagi hmmm? Kamu sudah mau menikah masih saja manja,” ucap Shasha.             “Apa Papa masih marah?” tanya Stefanie.             “Sudah tidak marah. Tadi dia yang panggilkan Dokter. Papa sangat mencemaskan kamu,” ucap Shasha.             “Sudah tidak usah pikirkan apa-apa. Mama tinggal dulu ya,” ucap Shasha lagi dan Stefanie mengangguk.             “Nanti jangan lupa minum obatnya juga ya,” ucap Shasha lalu ia keluar meninggalkan kamar putrinya.             “Mama kamu baik banget ya,” ucap Tristan.             “Hmmm, Mama itu paling best di rumah. Biasanya yang suka manja tuh Kak Epen,” ucap Stefanie.             “Oh iya Kakak kamu gimana kabarnya? Sudah lama gak ketemu dia sejak dia sudah menikah,” ucap Tristan.             “Baik kok dia. Sekarang sibuk urus kantor Papa. Kalau aku masih mencari kesibukan saja,” ucap Stefanie sambil tertawa.             “Kamu kan juga kerja di kantor Papa kamu gimana si,” ucap Tristan.             “Hmmm, dan aku menikmati peranku sebagai bawahan di sana,” ucap Stefanie.             “Tidak apa-apa. Kamu kan juga sibuk urus butik. Jadi sekarang kamu harus kurangi kegiatan yang membuat kamu lelah ya. Aku tidak melarang kamu hanya saja kalau sudah lelah harus istirahat agar kamu dan calon anak kita baik-baik saja,” ucap Tristan dan Stefanie mengangguk.             Tristan tersenyum dan ia menarik Stefanie ke dalam pelukannya. Rasanya sangat nyaman sekali untuk mereka berdua.             CEKLEK             Stefanie dan Tristan langsung melepaskan pelukannya dan melihat siapa yang masuk ke dalam kamarnya. Tatapan mata birunya sungguh tajam sekali hingga membuat Stefanie ketakutan.   Bersambung 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD