Rakus dan Tamak

1440 Words
Kemunculan Hathor menimbulkan kekacauan yang berakhir dengan masalah kompensasi. Aku harus mengganti rugi puntu yang rusak karena di terjang olehnya. Tapi untung Hathor membawa kembali uang yang di ambil oleh para Preman itu, sekarang aku bisa menghilangkan rasa bersalahku pada Nakano-San. “Ini benar-benar kantong uangku, terima kasih Tuan Hathor karena membantuku untuk mendapatkannya kembali,” sambil menunduk ala orang jepang Nakano-San mengatakannya. Hathor dengan wajah yang kebingungan juga ikut melakukannya walau agak kaku. “Aku senang bisa bertemu denganmu, Ichigaya-dono. Berkatmu juga aku semakin percaya diri, aku tidak menyangka bahkan orang lemah seperti Ichigaya-dono bisa bertahan di dunia yang aneh ini,” kata Nakano-San. Uhhh... Aku senang bisa membantumu untuk percaya diri tapi, bisakah kau berhenti menyebutku lemah? “Urusanku di Kota Damaa sudah selesai, aku harus kembali untuk melaporkan penyelesaian misi pada Guild Petualang.” “Kalau begitu berhati-hatilah, semoga kau sampai dengan selamat, Nakano-San.” “Terima kasih Ichigaya-dono, Hathor-dono.” “Mainlah ke Desa Nimiyan jika ada waktu, Nakano-San!” seruku pada Nakano Takeko yang saat itu sudah pergi meninggalkan kami sembari berlari dengan senyuman. “Dono? San?” ucap Hathor kebingungan. “Tak usah pikirkan hal itu, itu bagaimana kami menyebut Tuan dan Nona di daerah asal kami,” jawabku. “Jadi benar, Kepala Desa dan orang yang tampak mirip dengan anda itu adalah orang yang berasal dari negeri yang sama. Pantas saja dia juga memiliki nama yang tidak biasa.” “Kepala Desa, orang-orang itu... Selain mengembalikan kantong uang milik nona tadi dan mengembalikan milik anda, mereka juga memberiku tambahan uang,” kata Hathor tersenyum. “Hehe... Aku bisa membayangkan bagaimana kau mendapatkannya.” *** Untuk berdagang aku sudah mengerti cara melakukannya, selama ini aku memperhatikan Paman Bern. Langkah awal yang harus di ambil adalah membuka kios dagang, dan itu membutuhkan ijin dari pemilik tempat. Untuk tau siapa pemilik tempat yang merangkul semua kios yang ada di sini, bertanya pada salah satu pedagang adalah pilihan yang paling tepat. “Tuan, apakah saya boleh bertanya, kalau saya ingin membuka kios, pada siapa saya harus meminta ijin?” tanyaku pada salah satu pedagang. “Oh! Kawan, kau harus mencari Tuan Simon, biasanya dia ada di ujung blok ini. Dia suka bersantai di tenda besar berwarna biru, setelah kau berjalan sedikit ke timur kau akan melihat tendanya.” “Terima kasih, Tuan.” ujarku sambil melemparkan sebuah koin perak pada pedagang itu. Tuan Simon, pria yang suka bersantai di ujung blok dagang, di sebuah tenda berwarna biru. Ah! Benar, aku bisa melihat tendanya. “Mari segera temui orang bernama Simon ini!” Di depan tendanya ada dua orang berjaga, dari sini aku bisa tau kalau setidaknya si Simon ini adalah orang penting atau dia salah seorang semacam bangsawan mungkin. Penjaga itu langsung menghadangku dengan tombak yang mereka silangkan. Saat mereka melihat Hathor yang berdiri di belakangku tangan mereka langsung gemetar dan perlahan mereka menarik lagi tombaknya. Ya... Lagipula jika kau berhadapan dengan Hathor, menjaga tenda adalah hal yang sia-sia. Bahkan Hathor pasti mampu menerbangkan tendanya sekaligus dengan penjaga-penjaganya. “A-ada urusan apa kalian kemari?” ucap salah seorang penjaga dengan gelagapan. “Kami mencari Tuan Simon, apa beliau ada?” jawabku tersenyum ramah agar mereka berhenti ketakutan. “Se-sebentar, biar saya ke dalam dan memberi tahu Tuan Simon apakah dia bisa menemui anda,” ucap penjaga yang lainnya. “Baiklah,” jawabku. Sementara satu penjaga masuk untuk menyampaikan kepentingan kami, satu penjaga lainnya tertuju pada Hathor dengan tangan yang masih gemetar. “Apa?!” tegur Hathor. “Iiiikkkk!!! Ti-tidak, ti-dak ada apa apa,” jawab penjaga itu yang wajahnya langsung pucat seketika. “Tuan-Tuan, Tuan Simon bersedia menemui kalian, silahkan masuk!” kata penjaga yang baru saja kembali dari tenda. Dengan segera aku menemui orang yang terlihat penting ini, saat aku di dalam aku melihat seorang pria paruh baya duduk di sebuah sofa lembut dengan pakaian yang terbuat dari sutra lembut dengan cincin permata memenuhi tangannnya. Beberapa gadis juga terlihat baru pergi dari tempatnya, ah... Mungkinkah paman ini... “Tuan-Tuan selamat datang di Kota Damaa, aku baru kali ini melihat wajah kalian disini, kalian pasti pendatang bukan?” “Tuan Simon benar, kami berdua adalah pendatang,” jawabku. “Panggil saja Simon, tidak perlu sungkan untuk bersikap santai padaku, Tuan.” “Baiklah Simon,” balasku. Dia bersikap sopan karena aku membawa Hathor kemari, matanya jelas selalu melihat pada Hathor, orang ini mungkin waspada padanya. “Kami kemari untuk mendapatkan tempat untuk berdagang, salah seorang pedagang mengatakan untuk menemuimu,” kataku. “Benar, aku bertanggung jawab atas beberapa kios yang ada di daerah ini. Aku menyewakannya.” “Barang seperti apa yang ingin kalian jual? Apakah kalian perlu kios yang besar atau kios yang kecil, aku khawatir kalian membawa banyak dagangan yang memerlukan tempat yang besar,” imbuh Simon. “Kami menjual makanan, dan... Bahan pangan juga. Barang yang kami bawa tidak terlalu banyak, mungkin kami akan menyewa sebuah kios kecil saja,” jawabku. Simon terlihat agak kecewa mendengar yang ku katakan, rasanya dia juga kesal karena aku ingin menyewa kios kecil, tapi dia tidak berani komplain karena Hathor bersamaku. Hathor benar-benar berguna di setiap situasi, aku bersyukur. “Kebetulan ada beberapa kios kecil yang belum di sewakan. Bagaimana aku menuliskan namamu sebagai bentuk persetujuan kita?” “Ah benar! Kami belum memperkenalkan diri. Namaku adala Eishi, dan pria besar yang bersamaku adalah rekanku yang bernama Hathor. Kau bisa menggunakan namaku,” jawabku. “Baiklah, Tuan Eishi. Kau bisa memulai perdagangan di Kota ini, selamat!” dia memberikan sebuah surat persetujuan padaku. Lalu Simon menjabat tanganku. Aku hanya merasa dia sedang melakukan kebiasaannya. Aku tidak membahas soal berjabat tangan. Tapi yang ku bicarakan adalah, penandatanganan surat yang di lakukan sebelum pembayaran. Mungkin dia orang yang sering beralasan seperti ini, maaf Tuan... Suratnya sudah di tanda tangani, dan anda harus membayarnya. Cih! Jadi dari sana cincin dan pakaianmu berasal. Benar-benar orang yang cukup busuk juga si Simon ini. “Kami harus membayar berapa?” tanyaku. “Sepuluh keping emas untuk Kios kecil,” jawabnya. Tidak jauh dari perkiraanku tapi, sepuluh keping itu bukankah terlalu mahal? Orang ini sungguh ingin memeras, padahal jika itu di gunakan untuk menginap di Penginapan Bulan Bintang, dia bisa tinggal selama sebulan penuh dengan biaya makan di tanggung oleh Paman Jerome dan Bibi Merry. “Apa harganya terlalu tinggi? Ku rasa itu adalah harga yang sangat sesuai, mengingat Kota Damaa adalah kota yang ramai, berdagang di sini mendatangkan banyak untung, barang sekeping atau dua keping emas itu sangat mudah di dapatkan, Tuan Eishi.” Sangat mudah jidatmu mengkilap! Mudah itu untuk orang yang senang melakukan pemerasan seperti mu, sepuluh keping emas itu bukan uang kecil woy! “Jadi bagaimana Tuan Eishi?” “Tentu ku ambil, aku yakin akan semudah yang kau katakan Simon,” ucapku sambil memberikan senyum palsu padanya. “Ini sepuluh keping emasmu!” imbuhku. “Haha... Senang berbisnis denganmu, Tuan Eishi!” Dasar lintah darat! *** Sepuluh keping emas untuk kios kecil yang terlihat buruk, kayunya lapuk di beberapa tempat dan terdapat beberapa lubang juga. Simon si4lan... Apa dia terbiasa menipu pedagang di sini? “Kepala Desa, apa anda melihat simbol yang terdapat di beberapa kios itu? Tidak, kebanyakan kiosnya malah memiliki simbol itu.” “Em... Maksudmu simbol dengan gambar dua kuda yang saling membelakangi itu? Bukankah itu lambang Kota Damaa?” jawabku bertanya balik. “Tidak Kepala Desa, sewaktu di depan gerbang aku juga memperhatikan lambang Kota Damaa. Dan gambarnya bukan seperti itu, Kota Damaa memiliki simbol bunga Lima Kelopak, mungkin itu melambangkan kehidupan Kelima Kerajaan yang bisa hidup berdampingan di Kota ini, dengan sebuah gambar bintang di tengah bunga tersebut.” “Jadi lambang kuda yang saling membelakangi itu...” “Kemungkinan persatuan dagang yang di miliki Simon, apakah anda tidak melihat spanduk besar di belakang kursinya? Itu juga terdapat lambang dua kuda yang saling membelakangi.” Benar, kalau di pikirkan lagi aku memang melihat gambar semacam itu di Tenda Lintah Darat itu, itu artinya... Tunggu, mungkin di Kios sewaanku juga ada. Tidak! Tidak ada lambang itu di Kiosku, padahal aku juga menyewa dari orang itu. Hem... Hanya satu yang terlintas di pikiranku. Selain menyewakan kios, dia mempunyai persatuan dagang sendiri. Dia menyewa orang untuk menjual barangnya. Jelas ini adalah sebuah monopoli pasar. Makanan, Pakaian, kendi, permadani, dan peralatan sehari-hari. Simon hampir menjual semuanya. Karena orang ini telah membuatku kesal, mari kita buat kesal balik dia. “Simon itu terlalu rakus, kau tau. Hal yang membuat kesal orang seperti dia adalah kalah bersaing.” “Karena dia telah membuatku kesal, kita akan bersaing dengannya dan menang. Dapatkan lebih banyak pembeli dan keuntungan, buat orang itu iri!” imbuhku. “Ayo kalahkan dia, dengan Kentang-kentang milik kita!”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD