Pria yang Perhatian

1988 Words
Charuru? Itu adalah nama gadis ini, Levelnya 6. Itu adalah level yang di miliki oleh anak kecil pada umumnya, rata-rata anak-anak di desaku juga selevel dengan Charuru ini. Dia dari Ras Manusia, tapi kenapa dia menutupi dirinya? Ada sesuatu yang salah di sini. “Nyonya? Bolehkah saya mengetahui nama anda?” tanyaku. “Benar, saya lupa memperkenalkan diri, nama saya Dayaru. Saya seorang penjahit yang berasal dari Desa Fandhar. Dan yang berdiri di belakang saya adalah putri saya, Charuru. Dia sedikit pemalu, jadi dia enggan menunjukkan dirinya pada orang lain,” jawab Nyonya Dayaru. Sekilas aku melihat ada bintik-bintik dan juga ruam di tangan gadis kecil ini. Dugaanku gadis ini terserang cacar air. Itu sebabnya dia menyembunyikan wajah juga tubuhnya. “Apa kalian pernah terkena cacar air sebelumnya?” tanyaku. Nampaknya semuanya bingung dengan pertanyaan yang aku tanyakan, ini artinya tidak ada satupun dari mereka yang mengerti apa Cacar Air itu. “Kepala Desa, Cacar Air itu apa?” dengan bingung Hathor menanyakannya. “Jadi kalian tidak tau apa itu Cacar Air, ya. Itu adalah sebuah penyakit, orang yang terkena penyakit ini akan memiliki bintik merah pada kulitnya, terkadang bintik itu mengakibatkan ruam, kadang kulit juga akan terlihat seperti melepuh dan mengeluarkan nanah,” ucapku yang lalu menoleh ke arah Nyonya Dayaru. Ketika mataku menatap langsung ke arah matanya, wanita paruh baya ini terlihat ketakutan dan sangat khawatir. Jadi benar apa yang aku duga sebelumnya. Charuru telah terserang oleh Cacar Air. Jika orang-orang di dunia ini bahkan tidak tau jenis penyakit seperti apa itu, maka di kemunculan pertamanya ini akan menimbulkan sebuah kegemparan. Hal yang paling buruk, karena ketidak tahuan mereka, mereka akan mengusir gadis ini dari Desa dan mengasingkannya. Tapi karena aku sudah berada disini, mana mungkin aku akan membiarkan hal semenyedihkan itu menimpa gadis malang ini. “Charuru, apa tenggorokanmu terasa sakit? Kau mengalami pusing dan mual sepanjang waktu, bukan? Kau tidak perlu menahannya,” ujarku. “Tu-tuan, apa yang anda katakan?” Dayaru Gelagapan, dia sedikit mundur dan mencoba menyembunyikan putrinya di belakangnya. “Apa yang saya katakan adalah apa yang terjadi saat ini. Putrimu Charuru... Dia terkena Cacar Air.” Seketika wanita itu lemas dan jatuh berlutut lalu kemudian mulai menangis. “Sepertinya saya tidak bisa menyembunyikannya dari anda, Tuan. Persis seperti apa yang anda bilang. Charuru telah mengidap penyakit seperti yang telah anda deskripsikan. Tangan dan seluruh tubuhnya mulai mengeluarkan bintik-bintik, terkadang bintik itu melepuh dan menyebabkan ruam.” “Putriku Charuru juga selalu mual di sepanjang jalan, dan dia merasa pusing. Karena terlalu sering berhenti, kereta yang seharusnya membawa kami pulang ke Desa Fandhar menurunkan kami di tengah jalan,” imbuh Nyonya Dayaru. “Nak Eishi, kau sungguh memiliki mata yang tajam. Hanya dengan sekilas melihat kau bisa langsung mengerti apa yang di alami oleh gadis kecil ini. Padahal aku tidak merasakan adanya keganjilan dari gadis ini,” kata Paman Bern. “Saya pun tidak bisa menyadari keanehan yang di bilang oleh, Kepala Desa.” Nyonya Dayaru merangkak mendekat dengan lututnya dan memegang tanganku, sembari menangis wanita ini memohon. “Tuan, anda dapat melihat apa yang terjadi pada putri saya. Saya mohon... Jika anda memiliki cara untuk menyembuhkannya, saya rela melakukan apapun untuk anda. Tolong selamatkan Putri saya Charuru!” “Jika seseorang di Desa mulai menyadari keadaannya yang ganjil, maka orang-orang akan mulai menyebar gosip. Aku takut Charuru tidak di perbolehkan untuk tinggal di Desa lagi.” “Nyonya Dayaru, anda tidak perlu khawatir. Saya akan menolong putri anda! Untuk sementara waktu kita tidak bisa pergi ke Desa Fandhar terlebih dahulu.” “Apa kalian tidak keberatan jika kita berhenti untuk menolong Nyonya Dayaru?” tanyaku pada kelompok dagang yang pergi bersamaku. “Tidak ada masalah, Kepala Desa.” “Eishi, aku ingin kau membantu Nyonya Dayaru dan Charuru,” ujar Rya membantu memohon padaku. Aku mengangguk untuk permintaannya itu. “Baiklah, Torn dan Lyod... Apakah kalian bisa membantu Hathor untuk mendirikan tenda? Dirikan juga Tenda besar milik Hathor, aku akan menggunakannya sebagai kamar khusus untuk merawat Charuru.” “Dimengerti, Kepala Desa.” “Serahkan saja pada kami, Eishi.” “Baiklah Charuru, apa kau bisa membuka tudungmu dan memperlihatkan padaku seberapa parah Cacar Air yang kau derita?” ujarku. Gadis kecil itu nampak gemetaran dan tidak mau memperlihatkan wajahnya, aku mengerti. Siapapun akan malu jika dia memperlihatkan sisi terburuk pada tubuhnya, apalagi Charuru adalah seorang gadis, hal ini akan sangat mengganggu kepercayaan dirinya. “Charuru, tidak apa-apa. Percayalah pada Kakak ini, dia mampu menyembuhkanmu,” bujuk Nyonya Dayaru dengan lembut. Perlahan Charuru mengangguk dan mulai melangkah sedikit maju. Kemudian dia membuka tudungnya pelan-pelan, terlihat bintik-bintik merah cacar dan sedikit ruam di tubuhnya. Untungnya bintik-bintik itu belum sempat mengeluarkan nanah, jadi bisa di bilang Cacar Air yang Charuru derita masih tidak terlalu parah. Itu artinya penyakitnya bisa di sembuhkan secepatnya. “Rya, Paman Bern... Wajah kalian terlihat ketakutan, apa kalian baru pertama kali melihat sesuatu seperti ini?” ujarku tersenyum pada mereka. “Sebaiknya kalian menjauh dari Charuru, penyakit ini sangat menular, terutama pada orang yang belum pernah terjangkit sebelumnya. Anda juga Nyonya Dayaru, meskipun anda ibunya, saya sarankan untuk beberapa waktu jangan terlalu dekat dengan Charuru terlebih dahulu.” Nyonya Dayaru sedikit meragukan apa yang aku katakan, tapi kemudian dia mau mengikuti apa yang aku katakan padanya, dia benar-benar menjauhi Charuru. “Karena aku pernah terjangkit oleh penyakit Cacar Air yang saat ini di derita oleh Charuru, maka aku akan baik-baik saja,” ujarku sambil melangkah mendekat pada Charuru. “Tenang saja adik kecil, setelah kau sembuh... Kau akan terlihat sepertiku, bintik dan ruam itu tidak akan meninggalkan bekas di tubuhmu, aku janji,” sambil tersenyum pada Charuru, aku menepuk bahunya. *** Aku sudah selesai memberikan penanganan pertama pada Charuru, saat ini dia sedang tidur pulas di tenda yang telah di sediakan oleh Hathor. Hehe... Sisi baiknya adalah, saat ini aku kedatangan tamu seorang wanita. Aku bisa memintanya tidur dengan Rya nanti, aku akan tidur dengan Torn malam ini, dan Lyod... Karena dia yang paling menjengkelkan saat meledekku, aku akan menyuruhnya tidur dengan Paman Bern, bahkan aku bisa mendengar dengkurannya dari jauh. Bayangkan jika kau berada di dekatnya. Haha... Lyod... Nikmati tidurmu nanti malam. “Tuan Ichigaya, bagaimana dengan keadaan Charuru?” “Dia sudah tidur nyenyak, aku sudah memberikannya Paracetamol, itu membantu meringankan demam, pusing dan juga mual-mual yang dia alami.” “Pa-Para apa?” tanya Nyonya Dayaru kebingungan. “Paracetamol, itu adalah obat yang digunakan untuk menurunkan panas tubuh. Aku membuatnya saat orang-orang di desaku terkena demam.” “Ah... Obat yang anda gunakan untuk menyembuhkan istri saya,” celetup Hathor. “Kau benar,” sahutku. “Tuan Ichigaya? Apakah anda seorang tabib?” “Tidak-tidak-tidak, Eishi sama sekali bukan seorang tabib. Kami lebih suka menyebutnya sebagai orang yang serba tahu, seorang pemikir dan pencipta.” “Anda tidak akan pernah membayangkan benda-benda ajaib apa yang telah Eishi buat untuk mempermudah kehidupan di Desa kami.” Kenapa ke dua orang kony0l ini yang malah menjawab pertanyaan Nyonya Dayaru. “Apakah kuda besi yang anda tumpangi juga adalah buatan anda?” Hahah... Aku heran kenapa semua orang menyebutnya kuda besi, apa karena terbuat dari besi dan benda itu di tunggangi makanya begitu mereka menyebutnya. “Nyonya Dayaru, apa yang anda sebut kuda besi itu adalah sebuah Sepeda. Begitulah saya menamainya, dan ya! Saya yang membuat benda itu.” “Luar biasa, selain meracik obat-obatan, bahkan anda mampu membuat benda rumit yang bahkan seorang Dwarf tidak mampu membuatnya,” kata Nyonya Dayaru. “Dwarf? Apakah anda pernah melihat seorang Dwarf?” tanyaku. Kalau di pikir-pikir aku belum pernah melihat makhluk humanoid lain setelah tiba di dunia ini, makhluk seperti 1blis, Elf dan juga Dwarf. Dwarf di kenal sebegai mahluk yang menyerupai manusia, hanya saja mereka itu kerdil dan juga dikenal sangat pemarah. Biasanya mereka dikenal karena mereka adalah seorang ras pengrajin. Jadi di dunia ini benar-benar ada Ras Dwarf, ya? Aku ingin sekali melihat seperti apa mereka dalam wujud aslinya. Berbeda dengan menonton anime dan membaca manga, aku benar-benar berada di dunia yang bisa menunjukkan semua hal fantasi itu. “Tuan Ichigaya, kalau tidak salah anda mengatakan bahwa rombongan anda sedang menuju Kerajaan Palapis. Sebenarnya Kerajaan Palapis adalah Kerajaan yang di diami oleh para Dwarf, seorang Dwarf merupakan seorang pemimpin dari Kerajaan tersebut, bahkan populasi terbesarnya adalah Dwarf. Bisa dikatakan itu adalah Kerajaan Dwarf.” Jadi sebenarnya tempat yang akan ku kunjungi adalah negeri tempat tinggal para Dwarf? Haha... Aku semakin bersemangat untuk pergi kesana. Yosh!!! *** Setelah melakukan perbincangan dengan Nyonya Dayaru, aku mengajak Hathor juga Duo Kony0l untuk pergi bersamaku mencari bahan-bahan obat di sekitar tempat kami berkemah. Aku membutuhkan bahan untuk membuat Lotion Calamine, itu adalah sebuah minyak oles yang di gunakan pada tubuh untuk mengurangi rasa gatal. Selain itu aku juga perlu membuat sebuah tablet antihistamin untuk membuat gatal pada penyakit Cacar Air itu benar-benar hilang. Setelah berhasil mebuat semuanya aku segera memberikannya pada Charuru. Berkat keterampilanku sebagai seorang Crafter, barang-barang yang aku berikan memberikan efek yang sangat memuaskan. Charuru berhasil di sembuhkan hanya dalam kurun waktu semalam saja. Saat ini gadis kecil itu sudah bisa memperlihatkan wajahnya yang ceria. Dan Lyod... Haha... Karena semalam dia tidur dengan Paman Bern, giliran dia yang sekarang memiliki garis di bawah matanya. Kami memutuskan melanjutkan perjalanan untuk mengantar Nyonya Dayaru dan putrinya kembali ke kampung halaman mereka di desa Fandhar. Saat masuk... Keadaan di desa Fandhar tidak jauh berbeda dengan keadaan di Desa Nimiyan saat pertama kali aku datang untuk berkunjung. Bedanya, desa ini cukup ramai dan keadaannya lebih hidup jika di bandingkan dengan Desa Nimiyan. “Tuan Ichigaya, terima kasih karena sudah mengantarkan kami pulang dengan selamat, juga... Terima kasih karena telah menyembuhkan putri saya, Charuru. Saya benar-benar berhutang budi pada anda.” “Kakak, terima kasih. Berkatmu aku sekarang baik-baik saja,” kata Charuru dengan wajah yang ceria. Aku duduk berjongkok dan kemudian mengelus rambut gadis itu. “Karena kau sudah baik-baik saja maka berjanjilah pada Kakak agar kau selalu menjaga kesehatanmu. Jadilah anak baik Charuru, mungkin suatu hari nanti kau akan menjadi penjahit yang lebih hebat dari ibumu, seperti yang kau cita-citakan.” “Umm... Aku pasti bisa menjadi lebih baik dari ibu, jika Kakak akan menikah dengan Kakak Rya tolong kabari aku, Charuru yang akan membuatkan kalian baju pengantinnya. Charuru janji itu akan menjadi gaun pengantin yang paling indah yang pernah ada.” “Haha! Jika itu Charuru, Kakak sangat yakin Charuru mampu melakukannya.” “Nyonya Dayaru, mungkin sampai di sini saja, kami akan segera melanjutkan perjalanan kami. Tolong jaga diri kalian baik-baik!” “Tuan Ichigaya tunggu! Aku ada sesuatu untuk di berikan padamu.” Kelihatannya Nyonya Dayaru memikirkan biaya pengobatan untuk anaknya. Tapi mana mungkin aku bisa begitu pamrih saat aku menolongnya. Tapi jika di tolak, dia akan merasa tidak enak. Ah... Eishi... Pikirkanlah sesuatu. “Nyonya Dayaru, maaf... Tapi saya tidak bisa menerima uang dari anda, jika anda ingin membalas budi, bagaimana dengan anda menjahitkan pakaian untuk saya. Untuk desainnya, saya sudah menggambarnya di lembaran ini.” “Tuan Ichigaya... Ini...” “Itu kertas!” “Ehhh?!! Ini kertas?!” “Kalau begitu kami permisi Nyonya Dayaru, sepulangnya dari Kerajaan Palapis kami akan pergi mampir ke desa ini, jika pakaian yang saya pesan sudah selesai, saya akan mengambilnya.” “Baik Tuan Ichigaya. Semoga perjalanan anda menyenangkan!” “Terima kasih, sampai jumpa!” **** Saat berangkat pergi Rya semakin memelukku dengan erat entah apa yang terjadi padanya. “Charuru ingin membuatkan kita sebuah Gaun Pengantin? Sepertinya kau menceritakan banyak hal dengan gadis kecil itu, Eishi.” “Haha... Aku hanya bercerita sedikit padanya agar dia tidak kesepian di dalam tenda.” “Kau sangat perhatian, kau pasti akan menjadi ayah yang luar biasa.” “Aku ragu, tapi aku akan mencoba yang terbaik.” “Eishi... Aku mencintaimu.” Ini adalah kali kedua dia mengutarakan perasaannya padaku. Bukan berarti aku bod0h untuk tidak menyadari hal sejelas ini. Tapi aku mungkin akan mengatakannya, bahwa aku juga... Mencintai Rya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD