KASUS DIMULAI
Malam itu sama seperti malam-malam biasanya. Aruna masih berada di ruang senat. Ia sedang membuat proposal untuk masuk ke media masa. Rencananya, ia akan membuat seminar untuk semua mahasiswa kampus dnegan biaya yang murah. Maka dari itu, ia harus banyak mencari donatur untuk acaranya ini.
Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Kampus sudah sepi dan tidak ada satu pun orang yang masih terjaga. Satpam kampus juga terlihat meletakkan kepalanya di meja. Memang kebetulan hawa malam itu sanagt dingin.
Aruna sudah selesai mengerjakan pekerjaannya. Ia mematikan lampu ruang senat dan menutup pintu ruangan itu dan menguncinya.
Pulang malam sudah jadi makanan tiap hari bagi Aruna.
Saat kakinya melangkah menuju lorong lantai dasar kampus. Sayup terdengar suara desahan yang tak biasa. Suara itu mirip sekali seperti suara yang pernah ia dengan dari video porn0.
Awalnya Aruna tak peduli. Tapi, lama-lama ia penasaran. Suara itu semakin terdengar keras dan dekat sekali. Padahal dibagian bawah lantai satu itu hanya berjejer ruangan kelas dan biasanya dikunci. Masa iya ada ruangan yang lolos tak dikunci dan digunakan untuk m3sum.
Aruna berjinjit dan mendekati ke arah suara. Suara itu smekain jelas. Suara dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin.
"Hei! Siapa kalian! Sedang apa?" teriak Aruna dengan berani. Ia menyorot lampu senter dari ponselnya dan satu tangannya mengabadikan hasil apa yang ia lihat.
Ya, satu ruangan kosong yang biasa dipakai kelas itu kini mendadak menjadi saksi bisu dua orang dewasa yang sedang asik b******u dan bahkan mereka terlihat menanggalkan smeua pakaiannya.
Posisi perempuan yang tak asing itu berada di meja kelas dan posisi pria paruh baya itu sedang menyod0k dari arah depan dengan posisi tubuh setengak menindih.
Sorot lampu senter memebuat mata kedua pasangan itu silau. Dan mereka tahu, siapa gadis kecil yang berani mengganggu keasikan mereka.
Mulut Aruna menganga dan ia berbalik lalu berlari keluar.
Namun sayang wajahnya terekam jelas oleh kedua pasangan yang sedang dimabuk asmara.
***
Aruna memukul papan pengumuman di Kampus. Beasiswanya dicopot sepihak oleh pihak Kampus. Sedangkan dirinya hidup sebatang kara yang hanya mengandalkan uang saku dari part timenya saja.
"Mau gue bantu?" ucap Aksara yang berdiri dibelakang Aruna, seolah ia tahu apa yang sedang dihadapi Aruna.
Aruna menoleh ke belakang dan tersenyum sengit. Ia beberapa kali bersinggungan dengan Aksara. Dan itu membuatnya malas. Aksara yang hanya luntang lantung di Kampus tanpa mengambil mata kuliah karena ia malas lulus. Hingga ia dijuluki mahasiswa abadi.
"Gak usah, Kak. Kakak urus saja urusan kakak sendiri. Minimal cepet lulus biar gak jadi beban orang tua," ucap Aruna begitu tegas.
Aruna segera pergi dari tempat itu dan Aksara berhasil memegang erat lengan Aruna. Cengkeraman tangan Aksara begitu kencang sekali sampai membuat lengan Aruna merasa sakit.
"Berani lo sama gue?" ucap Aksara denagn tatapan tajam ke arah Aruna.
"Kenapa harus takut?!" jawab Aruna denagn sangat berani.
"Suatu hari, lo bakal butuh bantuan gue, Aruna!" jelas Aksara. "Dan, lo bakal cinta mati sama gue!"
"Sh1t! Mimpinya jangan ketinggian, Kak! Kalau jatuh sakit. Awas!" sentak Aruna kesal.
Gosip tentang Aruna yang berani dengan Aksara juga dengan mudah tersebar di Kampus. Banyak orang menasehati Aruna agar tidak macam-macam dengan Aksara. Tapi, Aruna tidak peduli dengan nasihat itu.
***
Aruna berlari sekencang mungkin. Setelah ini entah bagaimana kehidupannya nanti. Nyawanya berada di ujung tanduk.
Sebagai aktivis perempuan di Kampus yang sangat aktif membuat nama dan hidupnya tidak baik-baik saja. Berorasi untuk menurunkan salah satu petinggi Kampus karena sebuah skandal malah menghancurkan karir berorganisasinya. Tidak hanya itu saja. Sudah beberapa minggu ini, setiap pulang dari Kmapus, seperi ada yang membuntutinya. Belum lagi ada beberapa kejadian aneh juga di kamar kosnya. Benar-benar hidupnya tak ada privasi lagi.
"Ahhh! Siapa kalian?!" teriak Aruna dengan keras.
Ini sudah larut malam, tepatnya pukul setengah dua belas malam. Aruna baru selesai rapat koordinasi untuk acara orasi besok di halaman Kampus. Mana ada yang mendengar teriakannya. Apalagi ini daerah persawahan.
Ini juga satu kesalahan Aruna yang memilih kos jauh sekali dari jalan besra dan kampusnya karena hanya ingin harga murah dengan fasilitas lengkap.
Tangan Aruna dipegang erat oleh dua lelaki berbadan besra dan hitam. Wajahnya tertutupi dnegan masker. Tapi dari aroma badannya, khas sekali dengan aroma tubuh orang timur. Ditambah lagi, banyak sekali bulu-bulu di bagian dagu dan dad4nya.
Dengan cepat dua lelaki itu menarik Aruna dan membawa Aruna masuk ke dalam mobil. Aruna tidak bisa berkutik lagi. Ilmu bela dirinya yang hanya sampai disabuk kuning itu sama seklai tidak bisa diandalkan.
"Kalian mau apa!" teriak Aruna keras saat tubuhnya dimasukkan ke dalam mobil.
"Diam! Kalau tidak bisa diam, aku pastikan detak jantungmu berhenti saat ini juga!" ancam seorang laki-laki yang tubuhnya paling besar. Tangannya penuh dengan tato dan memakai gelang rantai yang berasal dari rantai kecil motor.
Aruna memilih diam. Ia lebih baik mengikuti kata-kata lelaki preman itu dari pada harus mati sia-sia. Semester depan dia baru ambil skripsi dan setelah lulus nanti, Aruna berjanji pada dirinya sendiri harus menjadi orang hukum yang berpihak pada masyarakat.
Kepalanya masih dipenuhi dengan impian dan rasa sakit dipergelangan tangan. Tiba-tiba saja ada suara pukulan yang keras dan membuat teman si preman itu tumbang. Padahal tubuhnya besar sekali.
Bugh!
Bugh!
Begitu kira-kira suara pukulan yang mengenai tubuh dan wajah dua preman itu.
"Ayo!" teriak lelaki itu menyadarkan Aruna yang kemudian loncat dari dalam mobil dan berlari mengikuti lelaki yang kini ada di depannya.
Lelaki itu mengambil motor besarnya danmenyruh Aruna naik ke atas motor itu.
"Ka -kamu?!" teriak Aruna pada lelaki itu dengan suara keras.
Rasanya ini sama saja keluar dari kandang singa dan masuk ke kandang macan.