Bab 9. Kebodohan Alena

1166 Words
Aldo menggelengkan kepala dia tidak tahu apa yang Luna pikirkan saat ini. Luna yang melihat Aldo menggelengkan kepala mendengus kesal dia memukul lengan Aldo dan meninggalkan Aldo seorang diri. Aldo yang melihat Luna pergi segera mengejarnya dan memanggilnya. "Luna, Luna, tunggu kamu belum memberitahukan kepadaku apa yang ada di pikiranmu. Bagaimana caranya kita bisa mendapatkan kontrak itu, kamu tahu sendiri dia pria berpengaruh walaupun masih muda dan jauh di bawahku, dia sudah memiliki semuanya, kamu harus pikirkan itu. Ini semua karena kamu, Luna. Kenapa kamu mengganggu perempuan itu, maksudku mengganggu Alena. Harusnya, kamu membiarkannya saja," kesal Aldo kepada Luna yang mengganggu Alena sehingga berakibat fatal untuk perusahaannya dan juga dirinya. "Aku sudah katakan, kamu tenang saja, Sayang, aku akan mengaturnya, sekarang ayo kita pergi ke pesta tersebut di sana banyak para pengusaha yang bisa kita dekati dan juga kita bisa dekati co muda itu lagi, kamu jangan takut. Rencanaku pasti akan berhasil," jawab Luna meyakinkan Aldo kalau dia bisa menaklukkan Bos Alena. Aldo pun hanya bisa terpaku mendengar keyakinan dari Luna, dia pun menganggukkan kepala dan mengikuti Luna pergi ke ballroom tempat di mana acara tersebut berada. Namun, berbeda dengan Alena. Dia segera keluar dari hotel tersebut, ia enggan untuk mengikuti acara di mana Luna dan Aldo berada. Arvin yang melihat sang sekretaris pergi begitu saja dan di belakangnya Rafli mengejar bingung. "Sekretaris Alena. Eh, ada apa itu. Kenapa mereka keluar?" tanya Arvin. Tanpa menunggu lama, Arvin segera mengejar keduanya keluar. Rafli yang terus mengejar Alena langsung memanggilnya. "Alena, tunggu aku katakan, tunggu. Kenapa kamu tidak mendengarkan ucapanku. Apa kamu mau aku pecat lagi. Alena, tunggu berhenti, aku katakan!" teriak Rafli dengan kencang. Rafli kesal karena Alena tidak berhenti juga. Walaupun dia sudah memanggilnya dan malah Alena berlari tanpa peduli dengan ancamannya Rafli. Rafli memaki dan mengumpat karena sekretarisnya begitu keras kepala, akhirnya Rafli meninggalkan Alena dia membiarkan Alena pergi begitu saja. Arvin yang mengejar keduanya berhenti tepat di samping Rafli. Dengan nafas yang naik turun, Arvin menanyakan apa yang terjadi. "Tuan, kenapa Anda berhenti, maksudku kenapa Anda pergi, acaranya baru saja dimulai. Apa yang terjadi dan kenapa sekretaris Alena pergi begitu saja, apa Anda memecatnya lagi?" tanya Arvin kepada Rafli yang saat ini hanya bisa diam. Arvin menunggu jawaban dari Rafli namun tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulut Rafli. Dia segera meninggalkan Arvin menuju ke parkiran. Arvin yang melihat Rafli pergi, mengangga dan akhirnya Arvin menyerah dan mengikuti Rafli, dia berlari menuju mobil dan membuka kunci. Rafli segera masuk, dia membanting pintu dengan cukup kencang hingga Arvin terkejut. "Ada apa ini. Kenapa dengan mereka berdua. Mereka seperti sepasang kekasih yang sedang marahan dan ketahuan selingkuh. Oh, ya Tuhan, lama-lama aku bisa gila berada di dekat mereka berdua," monolog Arvin yang segera masuk ke mobil dan langsung meninggalkan parkiran hotel. Ia tidak tahu apa yang akan dia jawab nanti kepada Tuan Abraham, namun ia yakin kalau Tuan Rafli akan memberitahukan apa yang terjadi. Alena terus berlari, dia ingin pergi dari kota ini karena rasa sakit hatinya kepada kedua manusia tersebut sudah sampai ke ubun-ubun. "dDasar tidak tahu diri, bisa-bisanya dia mengatakan aku w************n. Aku tidak pernah sedikitpun menggoda pria manapun dan menyerahkan keperawananku saja tidak. Aldo yang terus-terusan meminta itu, selalu aku tolak. Tapi, sekarang kenapa mereka mengatakan aku w************n dan sebagainya," tangis Alena. Alena terus menangis di sepanjang jalan, dia menghapus air matanya dengan tangan yang bergetar. Hatinya benar-benar sakit dan terluka namun balik lagi, dia harus berpikir waras agar tidak terpancing emosi nantinya. Alena berhenti sejenak, dia melihat sekeliling dan baru menyadari kalau dia tidak berada di hotel. "Ah, sial, apa-apaan aku ini. Kenapa aku bisa berada di sini. Bagaimana dengan Tuan Rafli, dia pasti marah denganku, ini semua karena mereka," ucap Alena yang menyadari kalau dia sudah meninggalkan Rafli. Saat Alena termenung, tiba-tiba suara klakson terdengar dari belakang mobil berhenti tepat di sampingnya. Kaca mobil terbuka, Arvin mengeluarkan kepalanya. "Sekretaris Alena, kenapa masih di sana. Ayo masuk." Arvin meminta kepada Alena untuk masuk. Alena melirik ke arah belakang kaca mobil Rafli masih tertutup, dia yakin kalau saat ini Rafli marah kepadanya karena tidak menemukan kendaraan umum, Alena segera masuk dan duduk di bangku depan tidak ada pembicaraan sama sekali. Rafli hanya bisa diam. Hawa di mobil yang dingin semakin dingin. Alena mengutuk kelakuannya yang pergi begitu saja, dia yakin saat ini Rafli pasti marah dengannya. Sesampainya, di rumah Alena, Arvin memandang ke arah Alena. "Sekretaris Alena, Anda sudah sampai, hati-hati dan sampai ketemu besok. Eh, maksud saya hari Senin," ucap Arvin dengan sopan. Alena menganggukkan kepala dan tersenyum kecil dia tidak berani untuk menoleh ke belakang atau mengeluarkan suara karena dia yakin kalau saat ini Rafli masih marah kepadanya. 'Terima kasih banyak, asisten Arvin," gumam Alena dengan pelan tapi masih didengar Arvi. Setelah itu, Alena langsung turun dari mobil dan berlari menuju ke rumahnya. Sesampainya, di depan pintu, Alena segera membuka pintu dan menutupnya dengan cukup kencang. "Aku benar-benar dalam masalah besar, ya Tuhan. ini semua karena kedua manusia itu. Awas saja kalau sampai dia mempersulitku, aku akan membalasnya," ucap Alena yang dendam dengan kedua orang tersebut Luna dan Aldo. Alena segera membersihkan diri, dia melepaskan semua pakaian mewah yang dibeli oleh Rafli, setelah itu Alena memakai baju piyama bergambar sapi dan merebahkan tubuhnya yang benar-benar lelah. "Besok libur, aku harus istirahat dan aku tidak boleh pergi kemana-mana," ungkap Alena yang perlahan menutup matanya. Sedangkan Rafli dan Arvin segera menuju ke rumah, namun suara Rafli membuat Arvin terkejut karena CEO mudanya meminta dirinya ke suatu tempat. "Saya mau ke sana," ujar Rafli. "Apa, Anda yakin mau ke sana, Tuan?" tanya Arvin. "Tentu, saja cepat ke sana dan jangan membantah jika tidak ingin berakhir di kolam Piranha," jawab Rafli. Arvin yang takut hanya menganggukkan kepala dia mengantar tuannya ke tempat yang ingin tuannya tuju. 1 jam perjalanan, akhirnya Arvin dan Rafli sampai di tempat tersebut. Rafli segera keluar tanpa menunggu Arvin membukakan pintu. Arvin segera mengikuti tuannya sampai di depan pintu, suara dentuman musik terdengar kencang sudah dipastikan kalau Rafli berada di klub malam. Arvin hanya mengikutinya saja, dia tidak mengerti ada permasalahan apa antara sang atasan dengan sekretarisnya itu. Rafli segera duduk, dia memesan minuman dan tidak peduli jika Arvin menarik minuman tersebut dia menatap tajam ke arah Arvin, karena takut Arvin pun membiarkan tuannya itu minum-minuman alkohol dan dia hanya menemani tuannya dan tanpa bersuara sedikitpun. Rafli masih bisa sadar walaupun dia sudah minum beberapa gelas, namun saat dia menoleh ke arah lantai dansa, Rafli menatap seseorang yang dia kenali dan aura Rafli seketika semakin berubah, dia mengepalkan tangan dengan cukup kencang hingga gelas yang dipegangnya pecah hingga membuat telapak tangannya berdarah. Arvin terkejut dan dia segera menarik tangan Rafli yang sudah mengeluarkan cairan merah, dia segera membawa Rafli pergi namun Rafli menepisnya. "Jangan ikut campur, tunggu di sini," ucap Rafli yang segera berjalan menuju lantai dansa. Arvin yang melihat kemana Rafli, terkejut dan melotot saat melihat aiapa yang ingin dihampiri oleh Rafli. "Selesai hidupmu, kawan," ucap Arvin dengan suara pelan dan dia segera menyusul Rafli.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD