bc

Kedua Kali

book_age18+
1.4K
FOLLOW
7.9K
READ
fated
friends to lovers
goodgirl
drama
sweet
bxg
lighthearted
affair
sacrifice
substitute
like
intro-logo
Blurb

Nara, tak pernah membayangkan rencana pernikahan yang sudah disusun dengan kekasihnya itu hancur hancur begitu saja. Sebab, kekasih yang dicintainya itu berselingkuh dengan wanita lain.

Trauma, tentu saja di alami Nara. Bahkan ia sangat membenci mantan kekasihnya.

Tapi, apa jadinya jika Nara kembali dipertemukan dengan mantan kekasihnya disaat Nara sudah membuka hati untuk pria lain? dan, apakah hubungannya dengan pria lain akan berjalan mulus? atau Nara kembali dipermainkan takdir?

chap-preview
Free preview
Ke-satu
Nara terbangun dari tidurnya, matanya mengarah ke jam dinding di kamar kosnya dan sontak membuatnya kaget karena jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi yang artinya ia harus memutar otak memikirkan cara agar sampai di kantor tepat pukul delapan pagi. Dengan cepat ia bergegas pergi ke kamar mandi, waktunya tidak banyak untuk mandi sehingga ia hanya menggosok gigi dan mengganti pakaian tidurnya. Lalu ia mematut diri di depan kaca, syukurlah sisa make up yang ia kenakan semalam masih menempel di wajahnya sehingga ia tidak butuh waktu lama untuk berdandan paling hanya memoleskan lipstik di bibir merahnya. Entah sudah berapa lama Nara memiliki kebiasaan seperti ini, sebelum tidur ia pasti berdandan terlebih dahulu berjaga-jaga kalau esok ia telat yang terpenting wajahnya sudah dalam mode on. Risiko tinggal berjauhan dengan orang tua ya memang seperti ini, tidak ada yang mengingatkan Nara untuk bangun, makan, apalagi untuk bekerja. Kalau bukan tanggal satu yang ia lingkari setiap bulannya di kalender yang tidak lain dan tidak bukan adalah tanggal gajiannya mungkin ia akan lupa bekerja dan memilih tidur di kosnya saja sepanjang hari. "Pagi mbak Nara," sapa satpam kosnya ketika melihat Nara berjalan menuju mobilnya yang terparkir di garasi kosan. Dengan senyum tipis Nara mengangguk, "Pagi pak." katanya dengan ramah sebelum ia masuk dan menyalakan mesin mobilnya. Nara menarik napasnya, ternyata berangkat kerja pada pukul tujuh lewat dengan mobil di Jalanan Jakarta yang terkenal tak pernah sepi itu bukan suatu ide yang baik. Karena sekarang di depannya terlihat keadaan jalan yang nyaris membuat mobilnya tidak bisa bergerak. Di depan ada mobil. Di belakang pun sama. Di sampingnya juga berderet mobil, lalu ditambah dengan motor-motor yang juga tidak bisa bergerak membuat kepala Nara sakit sekali, belum lagi ia harus memikirkan alasan yang akan diberikan kepada atasannya agar gajinya bulan ini tidak dipotong karena keterlambatan. Nara tersenyum, ibarat di atas langit masih ada langit mungkin situasi ini sama seperti itu. Ibarat menyalip satu mobil dikemacetan eh di depannya ada mobil lagi. Percuma. Nara menarik napasnya, memanjang kesabarannya yang mulai menipis. Aku dan keinginanku Di atas kebutuhan Nara mengalihkan perhatiannya ke sebuah lagu yang sedang di putar di radio. Hidup di akhir bulan Dengan teman mie instan Hidup di akhir bulan Aku harus bertahan Nara tersenyum, kalau dipikir-pikir lagu ini seperti curhatan siapapun yang jauh dari orangtua, hidup dalam kosan dan tinggal di sebuah kota yang besar. Kadangkali, menyampingkan kebutuhannya di atas keinginan yang sebenarnya tidak perlu hanya karena membesarkan gengsi dan menyombongkan diri karena bisa lebih dari yang lainnya. Namun, lagu yang dibawakan Kunto Aji nyatanya membuat Nara kangen dengan orang tuanya, suasana rumahnya dan hal-hal lain yang hanya ada di rumahnya. Kangen ibunya yang setiap pagi selalu berisik dengan wajan di dapur untuk memasakan sarapan yang enak, kangen Ayahnya yang setiap pagi selalu berdendang sambil membaca koran dan menyeruput segelas kopi hitam yang dibuat dengan cinta sang Ibu. Huh. Nara menarik napasnya lagi. "Besok gajian, kita beli berlian, biar ngga makan mie instan di akhir bulan~" lanjut Nara menghibur diri dengan mengikuti nada persis seperti Kunto Aji di lagunya itu. Ddrrtt ddrrttt Nara melihat ponselnya ada panggilan masuk di sana, ia berdiam sebentar mana mungkin Nara mengangkatnya sedangkan ia dalam perjalanan, membawa mobil pula, namun jika bukan nama 'Ibu' yang tertera di sana Nara tidak akan mengangkatnya. "Hallo, bu?" "Assalamualaikum nak." "Ehh- waalaikumsalam Bu." "Kamu apa kabar? Udah seminggu belum telepon Ibu. Jangan keasyikan kerja inget badan dia bukan mesin yang bisa kamu forsir terus-terusan." Nara kalau ngga inget gajian juga males kerja Bu, bener deh. "Baik bu, Ibu apa kabar? Iya, Nara ngga kaya gitu kok bu." "Kami semuanya baik nak, oh iya persiapan pernikahan kamu udah sampai mana?" Deg! "Bu, Nara lagi di jalan nih lagi nyetir, ngobrolinnya nanti aja ya bu. Dadah Ibu, Assalamualaikum." Belum sempat Ibunya berbicara Nara sudah terlebih dahulu mematikan sambungan teleponnya, sejujurnya bukan Nara ingin menghindar ataupun tak ingin membahas mengenai rencana pernikahannya hanya saja Nara belum siap dan iapun belum menerima dan mengerti atas apa kenyataan yang ia hadapi saat ini. Jadi, maaf Bu, Nara tidak bermaksud menyakiti Ibu atau apapun bahasanya itu, Nara minta maaf. ∞ Setibanya Nara di kantor ia disibukkan kembali dengan tempat parkir yang sudah penuh, sebenarnya ia sedikit heran kaena sebanyak-banyaknya karyawan yang membawa mobil parkiran tidak sampai sepenuh ini. Nara sih udah ngga peduli ini jam berapa biarin telat yang penting si biyu aman di tempatnya, iya Nara menamai mobil jazz putihnya dengan nama biyu. Mata Nara terus gencar mencari lahan yang kosong sampai akhirnya ia menemui tempat parkir untuk si biyu miliknya meski jaraknya sedikit jauh dari gedung parkirnya. "Ada apa sih pak? Kok rame banget ya." tanya Nara ke juru parkir di kantornya. "Ah, neng Nara aja kali yang datangnya telat jadinya ngga kebagian parkir," balas Pak Usup sambil tertawa, Pak Usup tahu betul setelat-telatnya Nara terlambat ia tidak sampai harus repot-repot mencari parkir. "Bercanda ko neng, di gedung sebrang ada yang nikahan karena di sana ngga muat jadinya dialihin kesini." jelas Pak Usup dan Nara hanya mengangguk. “Emang yang nikah siapa sih Pak? Orang penting? Sampe-sampe banyak banget tamunya.” Tanya Nara pada Pak Usup. “Denger-denger sih artis, Neng.” Jawab lelaki paruh baya itu sambil memainkan kumisnya. “Wah asik dong, saya mau kondangan ah. Itung-itung dapet makan siang.” Pak Usup tertawa, “Ah Neng Nara bisa aja becandanya padahal gaji Neng Nara kan berkoper-koper ya.” Berkoper-koper emangnya baju kotor. “Aamiinin aja deh.” Kata Nara sambil mengangkat kedua tangannya. “Yaudah saya masuk ke dalam ya pak.” Lanjutnya seraya pamit untuk masuk ke dalam kantor. Nara melirik ke arah jam tangannya. Sembilan lewat sepuluh menit. Pantas saja keadaan kantor sudah seramai ini. Nara masuk mengendap-endap agar tak ada orang yang sadar akan keberadaan dirinya dan segera duduk di kursi kerjanya serta bekerja seperti biasanya. "Nara!" Nah kan. Belum juga Nara duduk dengan tenang. Panggilan dari Bu Ina, atasannya membuat Nara kikuk, pasti Bu Ina akan meminta penjelasan mengapa ia telat hari ini atau lebih buruknya ia akan menanyakan mengenai laporan yang Nara taruh di mejanya kemarin. “I-iyaa Bu.” Katanya sambil berjalan pelan menuju ruangan Bu Ina. Kalau bisa menghentikan waktu, rasanya Nara ingin sekali menggunakannya. Sayangnya, dia bukan doraemon. Hingga mau tidak mau, langkah kakinya menghantarkan Nara tepat di hadapan Bu Ina saat ini. Pahit, pahit, pahit. Katanya dalam hati. Nara tidak tahu ini hari apa tapi Nara sangat berharap ini bukan hari buruknya. Sebab yang Nara tahu besok adalah hari gajiannya dan entah mengapa pasti selalu ada cobaan untuk menikmati hari gajiannya itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.1K
bc

My Secret Little Wife

read
98.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook