Lamaran

1951 Words
Erin sangat bahagia setelah mendapat kabar dari kedua orang tuanya, jika Devan akhirnya menerima perjodohan mereka. Malam ini Erin ingin berdandan secantik mungkin. Ia ingin membuat Devan jatuh cinta padanya. Erin menyadari, jika hanya dirinya yang mencintai disini. Tapi, ia tidak akan pernah menyerah untuk bisa mendapatkan hati Devan sepenuhnya. Erin sengaja membeli gaun dari desainer terkenal untuk acara itu. Kepulangannya ke Jakarta memang hanya untuk mengikat Devan menjadi miliknya untuk selamanya. Erin memang sudah merencanakan semua itu jauh-jauh hari, dan ia yakin jika apa yang ia rencanakan akan berhasil, dan itu terbukti, dengan Devan menerima perjodohan mereka. “Van. Aku akan pastikan, hanya aku yang ada di hati kamu. Bukan hanya tubuhmu, tapi aku juga akan mendapatkan hatimu.” Erin menyungingkan senyumannya, sambil menatap wajah cantiknya dari balik cermin hias yang ada di dalam kamarnya. Terdengar suara pintu di ketuk. “Masuk,” sahutnya dari dalam. Pintu terbuka dengan perlahan. Mama Erin masuk ke dalam kamar putri tunggalnya dengan senyuman di wajahnya saat melihat kecantikan yang terpancar dari wajah putrinya. “Sayang, kamu cantik sekali. Mama yakin, Devan akan semakin cinta sama kamu,” pujinya. “Devan nggak akan pernah berpaling dari Erin kan, Ma?” Mama Erin tidak tau, jika disini hanya Erin yang begitu mencintai Devan. “Nggak akan Sayang. Mama yakin,” ucap Mama Erin sambil mengusap lengan putrinya. “Apa mereka sudah datang, Ma?” “Mungkin sebentar lagi. Katanya mereka sedang dalam perjalanan.” Erin mendengar suara mobil berhenti di halaman rumahnya. Ia lalu bergegas lari menuju balkon kamarnya. Ia melihat Devan dan kedua calon mertuanya keluar dari mobil. Devan tampan sekali memakai jas itu. Dia memang selalu tampan saat memakai apapun. “Sayang, Mama keluar dulu ya. Setelah itu kamu juga keluar,” ucap Mama Erin. “Iya, Ma.” Mama Erin melangkah keluar dari kamar putrinya. Ia juga ingin menyambut kedatangan calon menantu dan juga calon besannya. “Malam Tante, Om,” sapa Devan sambil mencium punggung tangan kedua calon mertuanya. “Devan, Tante tidak menyangka, kamu akan tumbuh menjadi pria setampan ini,” puji Mama Erin. “Terima kasih, Tante.” Kedua calon besan saling berjabat tangan dan memeluk satu sama lain. Mama dan mama, papa dan papa. Mereka lalu duduk di sofa ruang tamu. “Erin nya mana, Jeng. Saya sudah tidak sabar ingin bertemu dengan calon mantu saya,” ucap Mama Mayang. “Itu dia yang dibicarakan baru muncul,” ucap Mama Erin sambil menatap putrinya yang tengah melangkah menuju ruang tamu. “Tante,” sapa Erin sambil mencium punggung tangan mama nya Devan. Ia juga melakukan hal yang sama kepada papa nya Devan. “Duduk sini, Sayang,” pinta Mama Mayang sambil menepuk sofa di sebelahnya. Erin menatap mama nya. Mama Erin menganggukkan kepalanya. Erin lalu mendudukkan tubuhnya di samping calon mama mertuanya. “Malam ini kamu sangat cantik, Sayang. Iya kan Devan?” tanya Mama Mayang kepada putra tunggalnya. “Iya, Ma,” sahut Devan sambil menepiskan senyumannya. Devan tidak akan memungkiri, jika malam ini Erin memang terlihat sangat cantik dengan gaun berwarna merah maron. Gaun itu bahkan terlihat sangat pas di tubuh mungil Erin. “Terima kasih, Van.” Erin terlihat tengah tersipu malu mendengar pujian dari Devan. “Mama sudah bilang kan, Sayang. Devan pasti mau menerima perjodohan ini,” ucap Mama Mayang sambil mengusap lengan Erin. “Iya, Tante,” ucap Erin dengan senyuman di wajahnya. Seorang wanita paruh baya melangkah menuju ruang tamu. “Tuan, Nyonya, makan malam sudah siap,” ucapnya sambil sedikit membungkukkan tubuhnya. “Terima kasih, Bi,” ucap Mama Erin. Wanita paruh baya itu langsung pamit undur diri. “Lebih baik sekarang kita makan malam dulu, setelah itu kita baru membicarakan tentang masa depan putra, putri kita,” lanjutnya. Mereka lalu lanjut menuju ruang makan. Erin mendudukkan tubuhnya di samping Devan. “Aku ambilkan makanannya ya,” tawarnya dengan senyuman di wajahnya. Kedua orang tua mereka hanya tersenyum melihat sepasang insan yang tengah malu-malu. Erin mengambil kan makanan kesukaan Devan, lalu meletakkannya di depannya. “Aku masih ingat semua makanan kesukaan kamu,” ucapnya. “Terima kasih ya, Rin.” “Kalian memang pasangan yang serasi. Mama sudah tidak sabar ingin melihat kalian berdua menikah,” ucap Mama Erin dengan senyuman di wajahnya. “Sudah-sudah, lebih baik sekarang kita makan malam dulu,” ucap Papa Erin dan langsung mendapatkan anggukkan kepala dari semua orang yang ada di ruang makan itu. Setelah makan malam selesai, mereka kembali duduk di ruang tamu. Kedua orang tua Devan mulai membicarakan tentang niat kedatangannya ke rumah Erin. “Jeng pasti sudah tau, niat kedatangan kami ke rumah ini. Saya juga tidak menyangka, kalau pertemanan kedua anak kita akhirnya akan berakhir di pernikahan,” ucap Mama Mayang memulai pembicaraan. “Saya sekeluarga, berniat untuk melamar putri anda untuk putra saya, Devan. Apakah anda setuju dengan rencana perjodohan ini?” tanya Papa Farhan. “Saya tidak bisa mengambil keputusan, karena yang akan menjalani hubungan ini adalah Erin. Jadi, saya serahkan semuanya kepada putri saya,” sahut Papa Erin sambil menatap putri semata wayangnya. “Bagaimana, Sayang?” tanya Mama Mayang. Erin menatap Devan, ia lalu menganggukkan kepalanya. “Saya setuju Tante. Saya mau menikah dengan Devan. Tapi....” Erin menggantungkan ucapannya, membuat semua orang yang berada di ruangan itu mengernyit bingung dengan penuh tanda tanya. “Tapi apa, Sayang?” tanya Mama Mayang penasaran. “Maaf, Tante. Erin memang sangat ingin menikah dengan Devan. Tapi, Erin tidak bisa menikah dengan Devan dalam waktu dekat ini. Itu karena Erin sudah menandatangani sebuah kontrak pekerjaan yang mengatakan jika dalam kurun waktu dua tahun, Erin tidak diperbolehkan untuk terikat dengan pernikahan,” jelas Erin. Devan tersenyum. “Ma, Devan juga tidak ingin menikah secepatnya. Karena Mama dan Papa ‘kan tahu, kalau Devan baru beberapa bulan menjabat sebagai CEO di perusahaan Papa. Pekerjaan Devan saat ini juga sedang menumpuk,” timpalnya. “Kalau begitu, bagaimana kalau kalian bertunangan dulu. Mama tidak masalah kalian akan menikah kapan saja, yang terpenting Mama sudah mempunyai calon menantu,” ucap Mama Mayang sambil mengusap lengan Erin. “Kalau kami terserah anak-anak saja, ya kan Pa?” tanya Mama Erin kepada suaminya. “Iya, Ma. Ya mau bagaimana lagi, putri kita kan seorang model, pasti sangat sibuk, begitu juga dengan Devan, pasti saat ini dia juga tengah disibukkan dengan pekerjaannya,” sahut Papa Erin yang sangat bangga dengan kesuksesan putri semata wayangnya. “Baiklah, kalau begitu, kita akan mengadakan pesta pertunangan kalian secepatnya. Mama akan membuat acara yang sangat megah, hingga semua orang akan terkagum-kagum saat melihatnya. Devan menggelengkan kepalanya, begitu juga dengan Erin. Ia tidak ingin sampai publik mengetahui tentang pertunangan mereka. “Tapi, Sayang....” “Ma, Devan janji. Saat Devan menikah sama Erin, Mama boleh membuat pesta semewah dan semegah mungkin. Tapi, untuk pertunangan, Devan dan Erin hanya ingin kedua belah pihak keluarga aja yang tahu,” pinta Devan. “Iya, Tante. Erin juga setuju dengan usul Devan,” timpal Erin. Erin dan Devan memutuskan untuk duduk di taman depan rumah Erin. Mereka ingin keluar dari perdebatan antara kedua orang tua mereka. “Rin, kalau boleh aku tau, sejak kapan kamu jatuh cinta sama aku?” “Sudah lama sih, tapi kamu bahkan nggak menyadari itu,” sahut Erin sambil mengerucutkan bibirnya. “Aku bahkan sering sakit hati saat melihat kamu jadian sama wanita-wanita ganjen itu,” cebiknya. “Kamu tau siapa aku, kamu bahkan sangat mengenalku dengan baik. Tapi kenapa kamu bersikeras ingin menikah denganku?” Erin menarik wajah Devan agar menatapnya. Ia lalu menangkup kedua pipinya, lalu mengecup bibir Devan, hingga membuat Devan membulatkan kedua matanya. “Karena aku yakin. Setelah ini, hanya akan ada aku di hati kamu. Hanya aku wanita satu-satunya yang akan kamu cintai, dan akan menemanimu sepanjang hidupmu, hingga maut memisahkan kita,” ucap Erin dengan senyuman di wajahnya. “Tapi, Rin. Kamu pasti tau, kalau selama ini aku hanya menganggap kamu sebagai sahabat, nggak lebih.” “Aku tau. Tapi kamu juga sudah mengenal aku dengan sangat baik, kalau aku nggak akan pernah menyerah untuk mendapatkan cinta dan hati kamu.” Erin lalu kembali menangkup kedua pipi Devan. Membenamkan bibir tipisnya ke bibir seksi Devan. Devan adalah pria yang normal. Mendapatkan serangan seperti itu, tentu saja tidak akan pernah ia sia-sia kan begitu saja. Bahkan tidak ada cinta untuk gadis itu. Devan melumat bibir tipis Erin dengan sangat lembut. Ia tidak akan bermain kasar, bagaimanapun Erin adalah sahabatnya. Erin sengaja membuka mulutnya, membiarkan lidah Devan membelit lidahnya, saling bertaut satu sama lain. Hingga nafas mereka saling memburu, mereka baru melepaskan pertautan itu. Devan menatap Erin yang saat ini masih memejamkan kedua matanya dengan nafasnya yang memburu. Erin membuka kedua matanya, kini nafasnya sudah kembali normal. Ia lalu tersenyum saat mendapati Devan tengah menatapnya. “Bagaimana ciuman aku? nggak kalah dengan ciuman mantan-mantan pacar kamu kan?” Devan mengusap puncak kepala Erin. “Lumayan sih. Tapi, sepertinya kamu masih harus belajar,” godanya. Erin mengerucutkan bibirnya. “Ihh... sebel deh. Padahal aku udah berusaha sebaik mungkin,” kesalnya. Devan tertawa. “Jangan bilang itu ciuman pertama kamu?” Erin menggelengkan pertamanya. “Ya nggak gitu juga. Tapi kan biasanya aku hanya melakukan kecupan saja, itu pun hanya untuk pemotretan doang,” sahutnya sambil mengerucutkan bibirnya. Devan mengernyitkan dahinya. “Memang ada pemotretan seperti itu? jangan bilang kamu juga menjadi model majalah dewasa?” tanyanya penasaran. Erin menggelengkan kepalanya. “Ada kok, tapi hanya beberapa aja.” “Rin, apa kamu pernah pacaran?” Erin terdiam. “Aku ingin kamu jujur sama aku. Tenang aja, aku nggak akan marah kok. Itu kan masa lalu kamu,” lanjutnya saat tak mendengar jawaban Erin. “Hem, aku pernah berpacaran dengan sesama model. Kami menjalin hubungan selama dua tahun. Aku menerima cintanya hanya untuk pelampiasan akan sakit hati aku ke kamu,” sahut Erin jujur. Devan terlihat biasa saja. Ia juga sama sekali tidak merasa bersalah, toh ia tidak tau jika Erin diam-diam menaruh hati padanya. “Apa kalian juga pernah melakukan making love? Karena aku ragu, jika kalian nggak pernah melakukan itu, apalagi melihat lingkup pekerjaan kamu aja begitu.” Erin menundukkan kepalanya. “Apa aku boleh nggak menjawabnya?” Devan mendesah. “Asal kamu tau. Aku juga nggak sebaik seperti yang kamu pikirkan. Bagiku, berpacaran tanpa melakukan making love itu rasanya hambar,” jujurnya. “Tapi kasusnya beda, Van. Kamu seorang pria, dan itu adalah hal biasa untuk kalian. Sedangkan aku, seorang wanita. Dimana mahkota dan harga diri seorang wanita ada pada keperawanannya.” Erin lalu memiringkan wajahnya menatap Devan. “Apa kamu tetap akan melanjutkan perjodohan ini saat tau kalau aku sudah....” Devan menutup mulut Erin dengan telapak tangannya. “Cukup kamu aja yang tau. Jangan mengumbar aib kamu di depan siapapun.” Erin menurunkan telapak tangan Devan yang menempel di bibirnya. “Tapi kamu adalah calon suami aku, dan kamu berhak tau semuanya.” Siapa sih yang nggak mau mempunyai istri yang masih perawan? Gue juga menginginkannya. Tapi, gue juga nggak bisa menghakimi Erin begitu saja, sedangkan gue juga tak jauh beda dengannya. Membatalkan rencana perjodohan ini pun nggak akan bisa, Mama dan Papa juga nggak akan pernah setuju. Jadi, gue hanya bisa menerima perjodohan ini, meskipun hati gue gak setuju. “Van, apa kamu akan....” Devan menggelengkan kepalanya. “Aku sudah berjanji akan menerima perjodohan ini. Itu berarti aku akan menerima kekurangan kamu.” Erin langsung memeluk Devan dengan sangat erat. Ia begitu bersyukur mempunyai sahabat sebaik Devan, apalagi sahabatnya itu adalah calon suaminya, masa depannya. “Aku mencintaimu,” ucapnya lalu mencium bibir Devan. Ciuman panas itu kembali terulang. Erin, maafin gue. Gue belum bisa mencintai lo. Gue sebenarnya juga masih ragu akan keputusan yang gue ambil. Tapi, gue juga nggak mau menyakiti hati lo dan kedua orang tua gue.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD