Kambing hitam

1632 Words
Saat Olivia tengah mengecek berkas-berkas yang akan digunakan untuk bahan meeting. Tiba-tiba, ada seorang wanita yang berdiri di depan meja kerjanya. Ia begitu terkejut saat melihat siapa gadis itu. Bukankah dia wanita yang maki-maki gue di mall waktu itu? untuk apa dia datang kesini? Astaga! Apa jangan-jangan dia pacarnya Pak Devan? Wanita yang bernama Gadis itu pun sama terkejutnya dengan Olivia. “Kamu!” serunya sambil menunjuk ke arah Olivia. “Maaf, apa ada yang bisa saya bantu?” Olivia mencoba untuk tidak terpancing. Ingat, Vi. Lo sedang kerja sekarang, batin Olivia. “Apa kamu kerja disini? Jadi, kamu bekerja sebagai sekretaris Devan? Apa Devan ingat siapa kamu?” tanya Gadis sambil menyipitkan kedua matanya. Olivia menganggukkan kepalanya. “Lebih baik, sekarang anda katakan apa maksud kedatangan anda ke kantor ini, karena saya masih banyak pekerjaan,” pintanya secara halus. Gadis menyungingkan senyumannya. “Baru juga jadi sekretaris! Tapi kamu berlagak sok sibuk! apa kamu tau siapa aku, hah! Aku bisa dengan mudah meminta Devan untuk memecat kamu, karena ketidaksopanan kamu, mengerti!” serunya keras. Olivia mengepalkan kedua tangannya. Ternyata sifatnya nggak jauh beda dengan kekasihnya! Sialan! “Maafkan, saya,” ucapnya sambil menundukkan wajahnya. “Apa Devan ada di dalam?” Olivia menganggukkan kepalanya. “Tapi, anda tidak bisa langsung masuk begitu saja. Saya akan....” Olivia belum menyelesaikan ucapannya, Gadis sudah dulu melangkah menuju ruangan Devan. Aissh! Gue bakalan kena masalah baru nih, gara-gara tu cewek bar-bar! Olivia langsung mengejar Gadis. Tapi sialnya, Gadis sudah membuka pintu ruangan Devan dan masuk begitu saja, tanpa meminta izin terlebih dulu kepada sang pemilik ruangan. “Sayang,” panggil Gadis sambil berjalan mendekati meja kerja Devan. Devan terkejut melihat mantan kekasihnya ada di dalam ruangannya. “Kamu! bagaimana kamu bisa berada di dalam ruanganku?” tanya Devan terkejut lalu beranjak dari duduknya. Olivia masuk ke dalam ruangan Devan. “Maafkan saya, Pak. Saya sudah mencegah Nona ini untuk masuk, tapi Nona ini....” Olivia menghentikan ucapannya saat melihat atasannya yang kini tengah menatapnya tajam. Sial! Pasti Pak Devan sangat marah. “Gadis, untuk apa kamu datang kesini? apa kata-kata aku kemarin masih kurang jelas!” Astaga! Apa saat ini gue akan melihat drama pertengkaran sepasang kekasih? Gadis mengalungkan kedua lengannya ke leher Devan. “Sayang, aku tau, kamu waktu itu sedang marah sama aku. Aku minta maaf. Aku janji, aku nggak akan bersikap manja lagi sama kamu. Tapi, jangan putusin aku. Aku sangat mencintaimu.” Gadis bahkan dengan terang-terangan mencium bibir Devan di depan Olivia. Olivia hanya mampu membulatkan kedua matanya, setelah itu ia memilih untuk menundukkan wajahnya. Apa tu orang nggak tau malu ya? Kenapa dia main sosor aja saat masih ada gue disini? Devan mendorong tubuh Gadis. "Sorry, Dis. Aku nggak bisa. Selama ini aku nggak pernah serius dengan hubungan kita. Jadi, lebih baik sekarang kamu pergi dari sini. Aku nggak mau melihat kamu menginjakkan kakimu di kantor aku lagi.” Gadis menggelengkan kepalanya. “Aku nggak mau!” tegasnya. “Van! Kamu tega ya sama aku. Setelah semuanya aku berikan padamu. Apa ini balasan yang aku dapatkan!” serunya tidak terima. Devan menyungingkan senyumannya. “Apa aku pernah meminta kamu untuk memberikan semuanya padaku? Apa aku perlu mengatakan disini, kalau kamu sudah nggak virgin lagi saat aku memakaimu!” Olivia membulatkan kedua matanya saat kedua telinganya menangkap kata-kata yang keluar dari mulut Devan. Apa? jadi mereka sudah melakukan hubungan itu sebelum menikah? Astaga! Ternyata pergaulan Pak Devan gitu amat ya. Apa karena dia lama tinggal di Amerika, hingga dia terjerumus dalam pergaulan bebas kayak gitu? Olivia saat ini tengah bergelut dengan pikirannya sendiri, sampai ia tidak menyadari jika sejak tadi Gadis memanggilnya. “Hai! Apa kamu tuli, hah!” seru Gadis akhirnya. “Dis!” seru Devan. “Apa semua ini gara-gara dia, sampai kamu mutusin aku? apa kamu tertarik dengan w*************a ini?” tuduhnya. “Apa maksud anda? Siapa yang tertarik sama saya? Siapa yang w*************a?” tanya Olivia yang akhirnya kembali ke dunia nyata. Makanya jangan suka melamun Olivia. Gadis melangkah mendekati Olivia. “Kamu! siapa lagi! bukankah kamu yang merayu Devan, sampai dia mutusin aku, hah!” “Jaga mulut anda ya! Jangan menuduh tanpa bukti! Saya disini untuk bekerja. Selain itu, saya juga tidak mengenal Pak Devan sebelumnya. Disini, saya hanyalah sekretarisnya. Jangan bawa-bawa saya dalam masalah anda dengan kekasih anda!” tegas Olivia. Olivia lalu menatap Devan dengan tatapan kesal. “Kalau tidak ada yang bisa saya bantu disini, saya pamit undur diri,” lanjutnya. Tanpa menunggu jawaban dari Devan, Olivia melangkah keluar dari ruangan itu. Devan lalu melangkah mendekati Gadis. “Kali ini kamu sudah keterlaluan! Aku mutusin kamu bukan karena Olivia. Tapi, karena aku udah mulai bosan sama kamu! Jadi, lebih baik kamu pergi dari sini sebelum aku panggil keamanan!” “b******k kamu Devan!” Devan menangkap pergelangan tangan Gadis, saat Gadis melayangkan tangannya untuk menampar Devan. “Jangan sekali-kali kamu menyentuhku lagi! kalau nggak....” Devan menghempaskan tangan Gadis. “Pergi! Sebelum aku kehabisan kesabaran!” teriaknya. Gadis menghentakkan kakinya. “Jahat kamu, Devan!” serunya lalu melangkah keluar dari ruangan itu. Gadis menghentikan langkahnya di depan meja kerja Olivia. Ia lalu mengebrak meja kerja Olivia, hingga membuat Olivia terkejut. “Apa yang anda lakukan!” serunya terkejut. “Jangan sekali-kali kamu mendekati Devan! Karena aku nggak akan pernah tinggal diam!” Olivia beranjak dari duduknya. “Kenapa anda mengancam saya? Apa anda mempunyai bukti kalau saya mempunyai hubungan dengan Pak Devan?” Devan yang mendengar keributan, bergegas keluar dari ruangannya. Ia tidak ingin sampai ada keributan di kantornya hanya gara-gara Gadis. “Hentikan!” serunya sambil berjalan menuju meja kerja Olivia. Devan lalu menarik tangan Gadis. “Aku sudah memperingatkan kamu untuk tidak membuat keributan di kantor aku! apa kamu tidak paham juga, hah!” “Devan! Apa kamu membela sekretaris kamu ini? apa jangan-jangan kalian memang benar-benar mempunyai hubungan khusus, hah!” “Saya kan sudah....” Devan menarik tangan Olivia. Ia lalu merangkul bahu Olivia hingga membuat Olivia membulatkan kedua matanya. “Apa yang Anda lakukan? Lepaskan!” serunya. “Kalau memang iya, memangnya ada masalah buat kamu? diantara kita sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi, aku berhak untuk menjalin hubungan dengan siapa aja.” Olivia semakin membulatkan kedua matanya. Ia tidak menyangka Devan akan menjadikan dirinya sebagai kambing hitam dalam masalah asmaranya. Devan mendekap tubuh Olivia saat Gadis berniat untuk menampar wajah Olivia. Astaga! Situasi apa ini? kenapa juga dengan jantung gue? Kenapa jantung gue seperti ini? Devan pun berteriak untuk memanggil sekurity. Tak berselang lama, dua orang pria yang memakai seragam keamanan berlari menghampiri Devan, Olivia, dan Gadis. “Kalian bawa wanita ini keluar dari sini! Jangan biarkan dia menginjakkan kakinya di kantor ini lagi! apa kalian mengerti!” Kedua pria bertubuh kekar itu mengangguk mengerti. “Baik, Pak,” sahutnya kemudian. “Nona, silahkan ikut kami keluar sekarang,” pinta salah seorang petugas keamanan. Gadis mendengus kesal. “Aku bisa sendiri! jangan pernah kalian menyentuhku!” Gadis pun melangkah menuju lift dan diikuti oleh kedua petugas kemanan itu. Olivia masih berada dalam dekapan Devan. Ia seakan kehilangan separuh nyawanya. Tubuhnya terasa begitu lemas, apalagi detak jantungnya yang sejak tadi terus berpacu dengan sangat cepat. Devan tersenyum. "Apa dia nggak pernah di peluk oleh laki-laki? Kenapa detak jantungnya secepat itu? dia nggak sedang terpesona sama gue kan?" batinnya. Devan berdehem. Padahal sejak tadi, Devan sudah melepaskan dekapannya. Tapi, Olivia masih betah menempel padanya. “Mau sampai kapan kamu akan mendekap saya seperti ini?” godanya. Olivia yang mulai mendapatkan kesadarannya kembali, sontak langsung melangkahkan kakinya mundur menjauh dari atasannya itu. Olivia! Apa yang lo lakuin? Apa lo udah gila? kenapa jantung gue dari tadi nggak bisa kembali normal sih! “Lain kali, kalau dia datang ke kantor ini lagi, segera usir dia. Kalau perlu kamu panggil petugas keamanan.” Devan berbicara dengan intonasi biasa. Tidak seperti Devan yang selalu berbicara dingin dengan Olivia. “Ke—kenapa anda tadi bilang kepada kekasih anda, kalau anda dan saya ada hubungan? Apa anda ingin menjadikan saya kambing hitam dalam hubungan percintaan anda?” Olivia bertanya tanpa berani menatap wajah lawan bicaranya. Devan melangkah maju, ia lalu mendonggakkan wajah Olivia. “Jangan pernah menundukkan wajahmu saat sedang berbicara dengan saya! Apa kamu paham!” serunya. Kembali lagi deh sifat aslinya! Devan lalu memasukkan kedua telapak tangannya di saku celananya. “Saya mengatakan itu, karena saya tidak ingin memperpanjang masalah dengan wanita itu. Kamu pasti sudah bisa menebak bagaimana sifatnya, dan tidak mudah untuk melawan sifat keras kepalanya. Jadi, aku terpaksa menjadikan kamu sebagai kambing hitam,” ucap Devan tanpa rasa bersalah sedikitpun. “Tapi, kenapa harus saya? Saya bahkan tidak kenal anda dan juga kekasih anda itu. Tapi, sekarang, saya sedang dalam masalah besar gara-gara anda.” Olivia ingin berteriak dan memaki Devan. Tapi entah mengapa ia tidak mampu untuk mengucapkan kata-kata umpatan itu. Olivia masih takut untuk kehilangan pekerjaannya. Ia masih butuh pekerjaannya saat ini. “Itu bukan urusan saya. Yang terpenting, masalah saya sudah selesai.” Setelah mengatakan itu, Devan melenggang pergi kembali ke dalam ruangannya. Sedangkan Olivia mengumpat dalam hatinya. Brengsek! Kenapa gue punya atasan se-ngeselin itu! Olivia lalu memukul dadanya pelan. “Jantung gue kenapa lagi! kenapa jantung gue malah berdebar-debar pada pria b******k seperti itu!” umpatnya. Devan mendudukkan tubuhnya di kursi kerjanya. Ia lalu menyandarkan tubuhnya di kursi kerjanya, ia tatap langit-langit ruang kerjanya. Devan tersenyum saat mengingat apa yang baru saja ia lakukan. “Apa yang tadi gue pikirkan? Kenapa gue bisa langsung meluk Olivia seperti itu? lalu kenapa jantung Olivia berdetak secepat itu? dia nggak sedang jatuh cinta sama gue kan?” Tapi, kalau gue lihat dengan seksama, dia cantik juga. Apalagi saat dadanya menempel sepenuhnya tadi. Aish... apa sih yang sedang gue pikirkan? Sadar Devan... sadar! dia itu sekretaris lo. Lo jangan macam-macam. Jangan gila lo!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD