30. Kecelakaan

1942 Words
"Mami nggak apa-apa kok, cuma lecet-lecet aja. Kalian nggak perlu khawatir." Melvin benar-benar tidak paham, bagaimana ibunya masih bisa berkata begitu di saat Melvin dan Abby datang untuk menjenguknya di rumah sakit. Setelah dapat kabar bahwa sang ibu mengalami kecelakaan, keduanya pun langsung panik, dan segera saja pergi menuju rumah sakit tempat orang yang menjadi saksi dari kecelakaan itu mengabarkan mereka. Di perjalanan menuju ke sana, Abby tidak bisa berhenti menangis, sementara Melvin hanya diam dengan wajah pucat pasi. Pikiran-pikiran buruk pun menghantuinya, membayangkan jika kecelakaan tesebut merupakan kecelakaan parah yang bisa saja membuat dirinya dan Abby jadi kehilangan ibu mereka. Hal itu tentu saja tidak terbayangkan. Mereka tidak akan pernah siap jika harus kehilangan satu orang tua lagi dalam waktu dekat, di saat duka akibat kehilangan sang ayah saja belum sepenuhnya hilang. Syukurnya, keadaan Mayana bisa dibilang tidak parah, meski tidak bisa dibilang hanya lecet-lecet juga. Salah satu lengan wanita itu justru bersimbah darah karena luka yang cukup dalam sehingga harus dijahit. Selain itu, baru yang didapatnya adalah luka-luka lecet di dahi, tangan, serta kaki. Saat ini, Abby tidak bisa berhenti memeluk sang ibu. Dia jadi yang paling shock berat karena kabar ini. Sementara Melvin yang berdiri di sebelah bed IGD ibunya pun berusaha untuk tetap tenang menghadapi kondisi ini. "Udah Abby, Mami nggak apa-apa. Kamu jangan nangis lagi." Mayana menepuk-nepuk bahu Abby untuk menenangkannya. Sedari tadi, airmata Abby memang masih terus mengalir. "Aku tetap mau Mami di-check up keseluruhan nanti," ujar Melvin kemudian. Mayana menggelengkan kepala, menolak itu. "Udah dibilang Mami cuma luka-luka aja kok, ngapain harus check up segala?" "Ya harus check up dong, Mi. Buat mastiin Mami ada luka dalam atau enggak. Aku nggak nerima penolakan untuk ini." "Aku juga setuju sama Melvin." Abby menyahut sang kakak. "Mami harus di-check up untuk menghindari hal yang nggak diinginkan. Setelah kehilangan Papi, aku nggak mau kehilangan Mami juga." Mayana pun hanya bisa menghela napas dan memilih untuk tidak memberi penolakan lagi karena tahu dia sudah kalah suara untuk ini. "Tapi kalian janji untuk rawat Pak Suroso baik-baik juga, sampai beliau sembuh total," ujar Mayana kemudian, menyebutkan supir yang menyetirinya dalam kecelakaan di perjalanan mereka menuju ke rumah setelah dari pemakaman tadi. Melvin mengangguk. "Aku janji bakal pastiin itu," katanya. "Sekarang aku mau liat kondisi Pak Suroso sama ngurus hal lain dulu. Abby, jagain Mami ya." Abby hanya menjawabnya dengan anggukan kepala, begitu pun dengan Mayana. Lalu, mereka pun membiarkan Melvin pergi dari sana. Melvin sendiri tidak bohong, ia memang ingin melihat keadaan supir ibunya. Dari kecelakaan itu, beliau lah yang memang terluka parah, bahkan sampai tidak sadarkan diri dan harus segera dioperasi. Parahnya kondisi Pak Suroso benar-benar menunjukkan separah apa kecelakaan itu. Ibunya hanya beruntung saja karena bisa selamat dan tidak terluka parah. Dari kabar yang Melvin dengar dari saksi kejadian, katanya mobil yang dikendarai Pak Suroso tadi tidak melaju dengan kencang. Hanya saja, dari arah yang sama, ada sebuah truk besar yang memepet mobil mereka ketika hendak memotong jalan. Memang truk tersebut tidak sampai menyerempet, namun Pak Suroso yang sepertinya kaget karena truk itu melaju dengan cepat dan seolah hampir mau menabraknya pun jadi oleng banting setir ke sisi jalan yang lain. Dan entah bagaimana, hilang kendali hingga menabrak pembatas jalan dengan kelas. Kebetulan sisi yang ditabrak oleh Pak Suroso adalah sisi sebelah kanan, sementara ibunya duduk di sisi sebelah kiri. Karena itu, kondisi Pak Suroso jadi yang lebih parah. Sesampainya Melvin di depan ruang operasi, ternyata Pak Suroso masih ditangani oleh dokter dan belum keluar dari sana. Keluarga Pak Suroso pun sudah dihubungi, hanya saja mereka belum sampai karena memang tinggal di kota yang berbeda. Melvin pun memilih untuk duduk di bangku tunggu yang ada di dekat ruang operasi. Tidak lama setelah Melvin duduk di sana, Savero muncul. Begitu tahu ibunya kecelakaan, Melvin memang langsung menghubungi Savero dan menyuruhnya untuk mengurusi beberapa hal, termasuk untuk memeriksa mobil bekas kecelakaan tadi. Savero segera duduk disebelah Melvin di bangku tunggu itu. Keduanya terlebih dahulu melihat ke sekitar sebelum bicara. Dan begitu memastikan jika tidak ada orang yang sekiranya akan mendengar pembicaraan mereka, baru lah Melvin berani bicara. "Gimana? Ada sesuatu?" Anggukan kepala Savero menjadi jawaban atas pertanyaan itu. Seperti biasa, Savero membawa sebuah map berisikan dokumen. Kali ini, Savero membuka sendiri map tersebut dan menarik kertas dokumen dari dalam sana. Di kertas itu, terdapat foto-foto mobil bekas kecelakaan tadi. Melvin sampai berjengit melihat keadaan mobil yang rusak karena memang kondisinya yang semengerikan itu. Lagi-lagi, ia merasa bersyukur karena ibunya bisa selamat dan tidak mengalami luka parah dari kecelakaan yang menimpanya. Yah, meski Melvin sendiri baru akan merasa yakin sepenuhnya setelah sang ibu melalui check up keseluruhan nantinya. Savero pun menunjuk salah satu foto yang memperlihatkan salah satu bagian dari mobil yang Melvin sendiri tidak mengerti apa. Spesifiknya, ia menunjuk pada gambar sebuah kabel yang putus. "Lo liat kabel ini, Melv? Ini kabel yang ada di rem, dan kabelnya putus. Ini ngebuat kerja rem mobil itu jadi nggak optimal lagi," jelas Savero. "Dan tadi, orang yang gue suruh untuk cari tau ada masalah apa sama mobil ini pun bilang kalau kabel rem ini putusnya nggak wajar. Lo liat deh, bentuk putusnya rapi dan agak nyerong gitu, kayak sengaja digunting." Melvin bisa melihat sendiri penjelasan Alvaro dengan gambar yang ditunjukkannya. Memang benar, kabel itu putus dengan keadaannya yang terlihat seperti digunting. Jelas saja mengetahui itu membuat Melvin kembali murka. "Jadi, maksud lo ada yang sengaja ngegunting itu karena mau bikin Mami celaka?" Dengan berat hati, Savero menganggukkan kepala. "Gue rasa begitu." "f**k," umpat Melvin marah. "Baru beberapa hari Papi meninggal, dan sekarang udah ada yang mau nyelakain Mami juga? Udah gila!" "Gue juga nggak nyangka, Melv. Dan gue rasa, orang itu ngegunting kabel remnya waktu di pemakaman deh, karena nggak mungkin siapa pun itu ngelakuinnya di rumah lo yang CCTV ada dimana-mana. Sementara di parkiran pemakaman, nggak semua area dijangkau CCTV dan kondisinya sepi. Pak Suroso juga kayaknya ikut turun sama Tante Mayana, jadinya nggak tau kalau ada yang jahilin mobil." "Lo udah cek CCTV di sana?" "Udah. Dan kebetulan, Pak Suroso markirin mobil di area yang nggak kelihatan CCTV, jadinya nggak tau siapa pelakunya." "Bener-bener anjing," umpat Melvin sekali lagi. "Ini namanya, orang jahat itu ngincer satu keluarga gue, Ro!" Savero diam saja, namun ia setuju pada gagasan Melvin itu, dan paham betul semarah apa Melvin sekarang. Di saat mereka saja belum menemukan bukti apapun terkait siapa yang telah meracuni Arthur Wiratmaja, kini mereka sudah harus memecahkan misteri siapa yang ingin mencelakai Mayana Wiratmaja. Dan tidak hanya marah, Melvin sendiri juga khawatir sekaligus takut. Kecelakaan ini dengan jelas membuktikan bahwa siapapun yang menjadi dalang di balik ini semua, mengingikan sekeluarga Melvin celaka. Ayahnya sudah tumbang, sekarang ibunya yang hampir dibuat tumbang oleh mereka. Setelah ini, bisa saja Melvin dan Abby yang akan jadi incaran mereka. "Lo udah berhentiin semua orang yang kemarin di-hire Papi dari The K kan, Ro?" Savero mengangguk. "Gue langsung ngelakuin itu setelah pergi dari ruangan lo tadi." "Bagus. Sekarang, gue minta lo hire orang-orang dari perusahaan jasa keamanan lagi untuk jaga di kantor, rumah gue dan rumah Mami, juga orang-orang yang secara khusus bisa ngelindungin Mami, Abby, dan gue. Kalau mau, lo juga bisa hire orang untuk ngelindungin lo juga. Gue udah beneran ngerasa nggak aman sekarang." "Okay, I'll do it." Usai Savero menjawab begitu, Melvin pun beranjak dari duduknya. "Lo mau ke mana?" Savero pun spontan bertanya melihat Mevin yang tiba-tiba berdiri dan hendak pergi dari sana. Singkat Melvin menjawab, "Divorce my wife." *** Melvin serius dengan jawaban yang diberikannya pada Savero tadi. Ia sudah terlalu muak dengan segala hal yang terjadi hingga pikiran untuk menceraikan Lea pun terlintas di benaknya detik itu juga. Melvin sudah tidak bisa percaya lagi pada keluarga Sadajiwa, karena itu ia ingin bercerai dari Lea agar mereka tidak perlu berhubungan lagi setelah ini. Setelah pertengkarannya dan Lea semalam, Melvin akhirnya menghubungi Lea, dan menanyakan keberadaannya. Bukan untuk mengajak perempuan itu berbaikan seperti yang disarankan oleh Savero, melainkan untuk memberikan bom untuknya. Lea sendiri tidak menutupi keberadaannya dan secara gamblang memberitahu Melvin bahwa ia sedang berada di apartemen yang dulu ditinggalinya bersama Ella. Melvin ingat jika apartemen yang dimaksud adalah apartemen yang pernah didatanginya untuk menjemput Lea ketika mereka hendak pergi ke pesta dulu. Tanpa pikir panjang, Melvin pun segera pergi menuju apartemen itu. Kali ini ia memilih menyetir sendiri dan berhati-hati di perjalanannya, karena tidak mau hal yang sama pada sang ibu justru terulang padanya. Perjalanan yang ditempuh Melvin dari rumah sakit tempat ibunya dirawat menuju gedung apartemen Lea pun tidak memakan waktu terlalu lama. Sesampainya di sana, Melvin berjalan cepat menuju unit apartemen tempat Lea berada. Begitu dia menekan bel unit apartemen tersebut, ia agak terkejut karena yang membukakan pintu untuknya bukan lah Lea, melainkan Hermadi Sadajiwa, sang ayah mertua. Jika biasanya Melvin merasa terintimidasi dengan kehadiran Hermadi, kali ini Melvin terlalu marah sehingga ia tidak merasa terintimidasi maupun takut lagi padanya. Melvin bahkan tidak mau repot-repot bersikap ramah pada Hermadi. Setelah Hermadi mempersilahkannya untuk masuk, Melvin pun menurut dan ia langsung duduk di sofa yang ada di ruang tamu apartemen itu. Duduk di hadapan Hermadi, sementara Lea belum kelihatan batang hidungnya. Begitu juga dengan anggota keluarga Sadajiwa yang lain. Berbeda dengan Melvin yang memasang raut wajah datar, Hermadi justru tersenyum ramah pada menantunya, seperti biasa. Senyum ramah yang menurut Melvin, selalu saja menyimpan banyak misteri. "Jadi, Melvin, kamu ke sini mau menjemput Lea?" Tanya Hermadi. Melvin tidak langsung menjawab dan sesaat berpikir. Ia rasa, dari cara Hermadi bicara padanya sekarang, pria itu sudah tahu mengenai keributan yang terjadi antara Melvin dan Lea. Entah sampai mana Hermadi sudah tahu, tapi sepertinya Lea sengaja meminta ayahnya untuk datang ke sini untuk mengadukan itu. "Aku bukan mau jemput Lea kok, Om." Akhirnya Melvin bersuara. Sebelah alis Hermadi terangkat mendengar jawaban Melvin. Pertama, karena Melvin yang dengan jujur berkata bahwa dirinya tidak berniat untuk menjemput Lea atas kehadirannya di sini sekarang. Dan yang kedua, karena panggilan Melvin padanya yang berubah. Seharusnya, Melvin memanggil 'Papa' bukannya 'Om', karena status mereka yang kini sudah jadi mertua dan menantu. Namun, Hermadi menutupi keterkejutannya itu dengan sebuah senyum dan kekehan. "Oh, jadi masih mau berantem ya? Padahal, di kamar Lea udah siap-siap mau pulang sama kamu." Melvin menghembuskan napas. "Aku nggak tau Lea udah cerita sampai mana aja sama Om. Apa dia cerita sepenuhnya, atau masih ada yang ditutup-tutupin. Kalau memang Lea udah cerita sepenuhnya dan sebenarnya sama Om, bagus deh. Jadinya aku nggak perlu ngulang cerita lagi." "Soal apa?" "Soal aku yang udah nggak percaya lagi sama Lea dan juga semua anggota keluarga Sadajiwa." Hermadi masih tetap tenang, meski perkataan Melvin jelas begitu pedas terhadapnya. "Karena itu kamu berhentiin semua anggota The K Royal Security yang sebelumnya dipekerjakan oleh Papi kamu?" Melvin mengangguk. "Bagus kalau Om udah tau." "That's not the right choice, Melvin." "Maaf Om, tapi aku sendiri yang berhak untuk memutuskan mana keputusan yang baik dan benar bagi aku dan keluargaku. Dan atas semua yang udah terjadi, aku memutuskan untuk nggak percaya lagi sama keluarga Sadajiwa." Hermadi tidak merespon dan hanya memandangi Melvin dengan tatapan yang sukar untuk diartikan. Melvin pun kembali melanjutkan. "Sekarang, Papi udah nggak ada lagi. Jadi, aku rasa udah nggak ada alasan lagi juga bagi aku untuk terus berhubungan sama kalian." "Dan maksud kamu bilang begitu?" "Aku mau cerai dari Lea." Bertepatan dengan Melvin yang mengatakan itu, Lea baru saja keluar dari kamar dan ia bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Melvin dengan jelas. Hermadi masih diam saja, sementara tatapan Melvin dan Lea bertemu. Lea sama sekali tidak terluka mendengar bagaimana Melvin bilang ingin menceraikannya. Tidak lama kemudian, perempuan itu justru menyunggingkan senyum untuk Melvin, lalu bertepuk tangan. "That's nice!" Serunya riang. "Jadi, kapan kita mau cerai?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD