2. Keluarga Adhitama

1998 Words
Naraya mengerejapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk kematanya. Dia mellihat sekeliling tempat tidur dan mendapati dia terbangun di tempat yang sangat asing baginya. Ruangan ini bernuansa putih dengan ranjang kulambu yang menjuntai serta perabot kayu berpernis yang khas. Pintu ruangan kamar itu terbuka disusul seorang wanita masuk ke kamar itu. Seorang wanita berparas timur tengah yang masih terlihat cantik meskipun sudah tidak muda lagi. “Kamu sudah bangun sayang?” Tanya wanita itu ramah. Naraya bangkit dari posisi terlentangnya dan mencoba untuk duduk, dia diam saja ketika wanita paruh baya itu menggenggam tangannya. Dari ekor matanya Naraya meemperhatikan wanita itu seksama, Naraya taksir mungkin wanita dihadapannya masih berusia awal 50an, dengan kulit putih dan rambut ikal berwarna hitam yang tebal. “Kamu sudah besar sayang, dan kamu juga sama cantiknya dengan ibumu.” Ucap wanita itu memuji. “Saya berada dimana sekarang?” Tanya Naraya bingung. “Kamu aman sayang, kamu di rumah tante.” “Tante ini siapa? Apa tante mengenal saya?” “Ini tante Ava sayang, kamu lupa sama tante?” Tanya wanita itu memperkenalkan diri. Naraya mengerutkan kening bingung, mengingat-ingat apa benar dia pernah bertemu dengan wanita yang mengaku bernama Ava ini. “Nara tidak mungkin ingat sayang, terakhir kita bertemu dengannya saat ibunya meninggal, saat itu, usiannya masih 3 tahun.” Ucap seorang pria berwajah oriental yang memasuki kamar tempat Naraya terbaring. Naraya melihat pria dan wanita paruh baya itu bergantian, mencoba menggali ingatannya tentang dua orang itu tapi nihil tidak ada sedikitpun yang dia ingat tentang mereka. apa mereka membohongiku? Apa mereka orang jahat? Pikir Naraya di otaknya. “Kami tidak berbohong sayang, jangan takut kami bukan orang jahat.” Sahut pria paruh baya berwajah oriental itu sambil tersenyum geli. Bagaimana mereka bisa membaca pikiranku? Tanya Naraya di benaknya. “Kami tidak membaca pikiranmu sayang, tapi kamu sendiri yang mengutarakan apa yang kamu pikirkan barusan.” Ucap wanita bernama Ava. “Benarkah?” Tanya Naraya tidak percaya. “Kamu ini lucu sekali, persis ibumu.” Ucap tante Ava. “Om dan Tante sudah sangat mengenalmu Nara, bahkan om juga yang menjadi mak comblang ayahmu untuk mendekati ibumu dulu. Kami mengenalimu sejak kamu masih dalam kandungan ibumu, hanya saja setelah ibumu meninggal ayahmu memilih hidup barunya tanpa pernah mengabari kami lagi.” “Om ini siapa? Bagaimana om bisa mengenal papa?” Tanya Naraya heran. “Om ini teman papamu dulu nama Om Faridan panggil saja om Farid, om sangat mengenal ayahmu bahkan kami berbagi kamar yang sama saat di akademi.” Ucapnya. “Akademi? Maksud om?” Tanya Naraya menyelidik. “Kami bertemu di akademi awalnya kami dari bataliyon yang berbeda, kami bertugas di kelompok yang sama saat itu khususnya…” ucpan om Farid langsung terhenti karena tante Ava menyikutnya dan semua itu tidak luput dari penglihatan Naraya, “Khususnya?” Tanya Naraya mengehentikan pasangan dihadapannya yang sepertinya saling bicara lewat mata mereka. “Khususnya dalam bidang seni, iya dalam bidang seni, ayahmu berakhir menjadi pelukis sedangkan Thian berakhir menjadi designer pakaian” ucap tante Ava. “Thian? Siapa Thian?” Tanya Naraya bingung. “Faridan Athian Adhiatama, itu nama om, waktu kecil kamu manggil om, om Ian karena kamu cadel R parah saat kecil jadi terdengar aneh kalau menyebut om Farid.” Terang pria paruh baya itu. Naraya masih memperlihatkan tatapan menyelidik pada pasangan suami istri yang mengaku kolega ayahnya itu. Untuk meyakinkannya, pasangan suami istri itu memperlihatkan album foto lama yang berisi potret kebersamaan dirinya dan kedua orangtuanya dengan keluarga ini. Terdapat banyak juga foto-foto ayah dan ibunya semasa muda dengan om Farid yang sama-sama berseragam tentara. Naraya tidak tahu jika ayah ibunya suka cosplay saat masih muda dulu. “Dulu ketika ibumu masih ada, kita sering kumpul bersama bahkan tak jarang ibumu menitipkan kamu di rumah ini untuk bermain dengan Vian dan Bila jika mereka sama-sama harus menjalankan misi.” Kenang om Farid. Tante Ava kembali menyikut om Farid dan menghadiahi tatapan mematikan pada suaminya itu. “Menunaikan misi? Maksud om apa?” Tanya Naraya bingung. “Ah itu…” ucap Farid bingung sambil menggaruk kepalanya tidak gatal. “Untuk saat ini, kami tidak bisa menjelaskannya padamu tapi suatu saat nanti kamu pasti akan tahu. Sekarang ada hal yang lebih penting dari itu yang ingin tante tunjukan padamu.” Ucap tante Ava membantu suaminya lepas dari kebingungan. Ava mengulurkan tangannya pada Naraya, meskipun ragu Naraya akhirnya menyambutnya dan mengikuti langkah Ava untuk keluar dari kamar itu. Tante Ava membawanya ke lantai satu rumah itu dan berjalan menuju lorong yang lumayan jauh dan sedikit tersembunyi dari ruangan lain.Sejenak mereka bertiga terjebak dalam keheningan hingga Ava menghentikan langkahnya di sebuah pintu yang Naraya yakini sebagai pintu sebuah kamar. “Tante ingin kamu kuat, jangan histreris saat kamu melihat kondisi di dalam sana.” Ucap Ava sambil menggenggam lembut kedua tangan Naraya. Naraya hanya mengikuti langkah Ava memasuki kamar yang sudah disulap seperti ruang ICU rumah sakit, dia mengedarkan matanya kesekeliling ruangan yang dipenuhi alat medis itu. Naraya melihat seseorng terbaring di atas ranjang rumah sakit yang sepertinya sengaja di letakkan di tengah ruangan ini. Hati Naraya tiba-tiba berdesir melihat keadaan seseorang yang tubuhnya hampir semua terbalut perban, dengan mesin pendeteksi jantung dan masker oksigen menempel pada orang tersebut. Ava melepskan genggaman tanganya pada tangan  Naraya, dia menuntun Naraya untuk menggenggam tangan orang yang terbaring di atas ranjang rumah sakit itu. “Apa kamu dapat merasakannya?” Tanya Ava halus. Hati Anaya berdesir ketika tangannya bersentuhan dengan orang itu, air matanya menetes tanpa di komando. Dia tidak mungkin salah mengenali perasaan hangat yang menjalar dari genggaman tanganya pada orang ini. meskipun mereka terpisah cukup lama tapi Naraya kenal betul dengan tangan yang dia genggam, tangan yang selalu menyalurkan rasa hangat untuknya, tangan dari sang ayah. “Papa…” panggil Naraya parau. “Apa yang terjadi pada papa?” Tanya Naraya berbalik kearah Ava yang masih setia berdiri di sampingnya dengan wajah berkaca-kaca. Ava menggeleng tak sanggup menjawab pertanyaan dari Naraya. “Om? Apa yang terjadi pada papa?” Tanya Naraya beralih pada Farid yang berdiri tak jauh darinya. “Ayahmu mengalami kecelakaan” ucap Farid singkat. “Aku tahu papa mengalami kecelakaan, tapi kenapa papa bisa ada disini, lalu siapa jenazah yang ada dirumah papa kalau papa ada disini?” tuntut Narya. “Om tidak tahu siapa jenazah itu, karena dia berada di mobil yang sama dengan ayah kamu, om hanya berhasil menyelamatkan ayah kamu dan membawanya kesini.” “Kalau papa masih hidup kenapa tante Vanny tidak mengetahuinya? Kenapa tante Vanny malah menyangka orang lain sebagai papa?” “Untuk saat ini, itulah jalan yang terbaik untuk membuat ayahmu dan keluarganya aman.” “Maksud om?” Tanya Naraya bingung “Om tidak bisa menjelaskannya padamu sekarang, intinya semakin sedikit yang tahu ayahmu masih masih hidup itu akan semakin baik untuk keselamatan ayahmu dan juga keluarga kecilnya. Biarlah untuk sementara ibu tirimu mengetahui ayahmu sudah meninggal demi keamanan dia dan anak-anaknya. Setidaknya kita harus menjaga rahasia ini sampai om tahu siapa dalang dari semua ini.” Naraya mengerutkan keningnya bingung, dia tidak mengerti sebenarnya apa yang terjadi disini. Ayahnya hanya seorang pelukis, ayahnya juga bukan pelukis terkenal yang lukisannya bernilai miliaran rupiah. Kenapa bisa ada yang berniat mencelakainya? Seingatnya ayahnya orang yang baik dan tidak pernah menyakiti siapapun tapi kenapa ada yang menaruh dendam pada ayahnya? Tidak mungkinkan ayahnya memiliki pekerjaan sampingan selain pelukis? p**************a misalnya? ah tidak mungkinkan?   *********   Naraya meregangkan ototnya yang kaku setelah bangun tidur, setelah sholat subuh dia memang memilih untuk tidur lagi, semalaman dia tidak tidur karena tiba-tiba kondisi ayahnya drop. Padahal dia membutuhkan energi lebih hari ini untuk mencari pekerjaan. Sejak om Farid membawanya kerumahnya memang Naraya memutuskan untuk menerima tawaran kedua orang baik hati itu untuk menumpang di rumah mereka. Bukan tanpa alasan dia memilih untuk menumpang di rumah ini, dia terpaksa menumpang di rumah orang yang masih asing dengannya agar bisa selalu dekat dengan ayahnya. Dari laporan dokter yang menangani ayahnya, saat ini ayahnya mengalami kelumpuhan otak alias koma dan entah sampai kapan ayahnya bisa kembali sadar lagi. Kecelakaan itu sangat berakibat fatal pada tubuh sang ayah, ditambah lagi usia ayahnya yang sudah tidak muda lagi menambah kecil peluang sang ayah akan kembli sehat. Peerlahan luka-luka di tubuh papa memang sembuh sehingga perban yang membungkusnya sedikit demi sedikit berkurang. Kini Naraya bisa meihat jelas bagaimana wajah ayahnya, wajah yang dia rindukan karena terakhir mereka bertemu adalah satu tahun lalu. Selama ini keluarga om Farid atau di kenal sebagai keluarga Adhitama pemilik Farva fashion company sangat baik padanya. Mereka berdua berterima kasih karena Naraya mau tinggal bersama mereka karena kedua anak di keluarga ini sedang berada di luar negeri. Anak pertama mereka Kavian Zeferino Adhitama sedang perjalanan bisnis ke Singapura dan anak bungsu mereka Abila Zetana Adhitama sedang mengenyam pendidikan di Prancis hingga tahun depan. Sejujurnya tante Ava memintanya untuk tidak bekerja dan tinggal dirumah saja untuk menemani ayahnya tapi dia merasa tidak enak pada keluarga ini. Dia sudah menumpang tempat tinggal secara gratis di rumah ini, masa dia juga harus menumpang hidup tanpa melakukan apapun. Lagipula dia juga membutuhkan sebuah pekerjaan untuk mengalihkan pikirannya dari kondisi sang ayah. Dia butuh pekerjaan agar pikirannya sibuk hingga dia tidak terus-terusan kepikiran dengan kondisi sang ayah yang masih belum ada perkembangan. Om Farid juga menawarkan Naraya untuk bekerja di perusahaannya karena tahu sendiri susahnya mencari pekerjaan di zaman sekarang ini. Tapi, Naraya menolaknya secara halus karena bidangnya di interior design bukan di fashion design. Sebenarnya Naraya juga tidak yakin bagaimana cara dia melamar kerja karena ijazahnya tertinggal di Australia. Perusahaan mana yang akan menerima karyawan tanpa bukti ijazah? Dia juga tidak bisa minta tolong Ariana atau Isabel untuk mengirimkan ijazahnya karena mereka berdua masih berlibur dengan pasangan mereka masing-masing. Sebenarnya dia sudah menerima tawaran kerja dari Raras salah satu temannya saat kuliah di Australia. Raras dan Naraya cukup dekat saat kuliah karena mereka sama-sama berasal dari Indonesia. Secara kebetulan mereka bertemu saat Naraya pergi ke supermarket kemarin, Raras langsung heboh saat tahu Naraya juga berada di Indonesia padahal mereka baru berpisah sekitar 1-2 bulanan saja. Raras memang langsung pulang saat acara wisuda usai dan dia sekarang sudah bekerja di perusahaan milik kakaknya yang baru berdiri beberapa tahun belakangan ini. tahu Naraya akan menetap cukup lama di indonesia membuat Raras bersemangat mengajak Naraya untuk kerja di perusahaan yang sama dengannya. “Kak Radit pasti senang melihatmu sudah kembali” ucap Raras waktu itu.  Mengingat tentang Raditya membuat Naraya mengurungkan niatnya untuk bekerja di perusahaan yang sama dengan Raras. Naraya sudah mengenal Raditya sejak lama karena selain kakak dari Raras, Radit juga kakak senior mereka saat kuliah. Terjadi insiden tidak menyenangkan antara mereka saat kuliah dulu, dan membuat hubungan mereka yang awalnya dekat menjadi renggang begitupun hubungannya dengan Raras. Setelah Radit lulus hubungan dengan Raras kembali dekat. Naraya tidak nyaman dengan Radit karena kelakuan  pria itu yang memaksakan perasaannya pada Naraya dan bersikap berlebihan padanya. Tapi dia sangat membutuhkan pekerjaan saat ini dan cara terbaik untuk mendapatkan pekerjaan adalah dengan memiliki relasi. Tidak mudah mendapatkan perusahaan yang mau memperkerjakan karyawan tanpa ijazah sepertinya. Naraya sibuk dengan pikirannya sendiri hingga dia tidak menyadari ada pria tampan campuran wajah oriental dan timur tengah yang memperhatikannnya sejak tadi dari balkon sebelah kamarnya. Naraya masih bermonolog dengan dirinya sendiri, memikirkan apa yang harus dia lakukan setelah ini. Tidak ada yang tahu kapan ayahnya akan sadar tapi Naraya ingin menjadi orang pertama yang dilihat ayahnya, jadi jelas kembali ke Australia bukan pilihan yang tepat untuknya. Naraya menggerutu, menggelengkan kepala sampai memukul kepalanya sendiri dan semua itu tidak luput dari perhatian pria yang berdiri di samping balkon kamarnya. Pria itu tidak mengenal siapa wanita asing yang menempati salah satu kamar di rumahnya. Melihat wanita itu berpakaian tidur santai, dan mendapat kamar di lantai atas, bukan di kamar tamu di lantai bawah, pastilah orang itu, tamu dekat keluarganya. Pria itu tidak memiliki kepedulian tinggi pada sekelilingnya, apalagi pada orang yang tidak di kenalinya. Anehnya, dia tidak bisa beranjak dan mengalihkan perhatiannya dari perempuan asing yang sedang menggerutu di balkon sebelahnya itu.    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD