bc

Gentle Husband

book_age18+
758
FOLLOW
9.0K
READ
billionaire
love after marriage
goodgirl
boss
student
drama
sweet
bxg
love at the first sight
naive
like
intro-logo
Blurb

"Sal, kamu jangan deket-deket Felix ya?"-Chandra Eran Walter

"Lah? Kenapa sih? Felix kan adik kamu sendiri!"-Saluna Rembulan Danashtari

Bridal Tales Series #1

chap-preview
Free preview
Penjajahan
Kalau kamu tanya apa hal yang paling melelahkan di dunia ini, maka jawabannya adalah menjadi adik Saruna. Buat Saluna, jadi adik Saruna rasanya sebelas dua belas dengan kerja rodi jaman Belanda atau dipaksa jadi Romusha jaman penjajahan Jepang. Saruna yang badannya semungil cabai rawit itu super bossy. Sangat tidak sesuai dengan gaya make up dan fashion-nya yang serba imut-imut bak perempuan Korea. Kalau kata Saluna, angel outside, devil inside. Begitu Saluna sadar dari tidurnya tadi pagi, suara pertama yang dia dengar adalah perintah milik Saruna, "Sal, cuci piring sama nyapu ya! Oh iya, sekalian bilas cucian sama jemur, udah gue kucek semalem!" Sialnya lagi, Saluna tidak bisa menolak perintah karena Bapak dan Ibunya sedang pergi ke rumah Eyang yang ada di daerah Bintaro. Kalau sudah dalam situasi begini, artinya Saruna menguasai rumah. Bukannya nggak pernah, dulu Saluna pernah membantah kata-kata Saruna. Ujung-ujungnya malah Saluna kena marah Bapak dan Ibu. Kakaknya itu memang super handal kalau urusan mengadu. Dan ya, belum sampai sepuluh menit Saluna mengistirahatkan punggungnya, Saruna udah jejeritan lagi, "Sal! Sini!" Saluna memutar bola matanya malas. Heran, salah apa gue dulu sampai punya Kakak diktator macem gini? Sebenarnya tidak heran lagi kalau Saruna seenaknya begini. Sejak awal pun porsi pekerjaan rumah antara Saruna dan Saluna tidak pernah imbang. Saruna selalu saja bisa cari-cari alasan agar pekerjaan rumahnya sedikit. Dia selalu menggunakan kegiatan perkuliahannya sebagai tameng kalau disuruh Ibu melakukan ini dan itu. Ngerjain tugas lah, besok ujian lah, rapat BEM lah, diskusi kelompok lah, praktikum lah. Pokoknya ada saja ini itunya. Saluna mau nggak mau keluar dari kamarnya dan menuju Saruna yang ada di kamar sebelah. Saruna sudah rapi dengan hoodie dan celana hitamnya. Saluna bertanya, "Mau kemana, Mbak?" "Nggak kemana-mana. Temen gue mau dateng," jawab Saruna. Saluna mengangguk-angguk. Wajar kalau perempuan itu penasaran. Biasanya kalau di rumah, Saruna itu paling anti pakai celana panjang. Dia juga anti mandi di bawah jam 12 kalau lagi nggak ada jadwal kuliah. Tindak-tanduknya sehari-hari sudah mirip sapi. Saruna menyodorkan uang lima puluh ribuan pada Saluna, "Nih, beli sirup!" Nadanya jelas seperti seorang ratu yang memerintah babunya. Menyebalkan dan tidak ada sopan-sopannya sama sekali. "Di warung Bude nggak jual sirup, Mbak," jawab Saluna. "Ya emang gue nyuruh lo ke warung Bude? Kayak nggak ada minimarket aja!" seru Saruna. Saluna menahan napas. Mencegah agar amarahnya tidak ikut meledak seperti gunung berapi. "Lah tapi aku kan belum mandi, Mbak. Masa iya kayak gembel begini disuruh ke minimarket?" protes Saluna. "Dih! Emang siapa sih yang mau merhatiin lo udah mandi apa belum," ketus Saruna. Saluna cuma bisa mengembuskan napas berat dan menerima uang lima puluh ribuan itu dengan lapang d**a. Perempuan berkaus merah jambu itu menyambar jaket serta kunci motor. Persetan dengan rambutnya yang acak-acakan dan muka yang bentuknya udah nggak jelas. Berdebat dengan Saruna tidak akan ada beresnya, yang ada malah memancing terjadinya perang dunia ketiga. Mending dihindari selagi bisa. *** Setelah membeli sirup untuk Big Boss--panggilan ejekan dari Saluna--Saruna, akhirnya Saluna punya kesempatan untuk membersihkan diri dan berbaring di kasurnya. Terdengar suara orang berbicara dan sesekali cekikikan dari arah luar. Cukup berisik. Pasti temennya Mbak Runa. Situasi begini ini yang Saluna manfaatkan untuk mengistirahatkan diri. Pasalnya, Saruna tidak akan menyuruh-nyuruh ketika ada teman-temannya. Entahlah, mungkin Saruna tidak ingin terlihat 'diktator' di depan temannya. Cih, pencitraan! "Sal! Saluna!" panggil seseorang yang pasti Saruna. Malas, Saluna membuka pintu kamarnya, "Apa, Mbak?" "Dicariin Jinjin noh," kata Saruna. Jinjin. Satu lagi malapetaka buat Saluna. Saluna lalu keluar dari kamar mengekor Saruna. Sesampai di ruang tamu, ternyata ada dua orang laki-laki di sana. Satu berkemeja biru denim, satunya lagi memakai kaus hitam dan celana senada, sekilas couple-an sama Saruna. Laptop dan kertas-kertas tersebar di seluruh meja. Mereka sepertinya mengerjakan sesuatu yang amat penting. Kata Saruna sih latihan buat sidang skripsi. Heran juga kenapa harus latihan di rumah orang begini? Jaman sudah maju, latihan di rumah masing lewat aplikasi video chat tampaknya akan lebih efektif. Jelas Saluna kesal kalau Saruna membawa temannya ke rumah begini. Karena Saluna lah yang harus beres-beres after scene nanti. Saruna yang berbuat kekacauan, Saluna tukang membereskan. "Eh, Run? Lo nggak pernah cerita punya adik cantik begini," kata teman Saruna yang berkemeja denim. Saluna memilih abai dan menemui Jinjin yang menunggu di teras. Jinjin tidak sendiri, ada seorang anak perempuan kecil bersamanya. Sedang memegang erat tangan Jinjin. Ajinara Aditya Pusaka alias Jinjin ini adalah tetangga sekaligus teman main Saluna sejak bayi. Mereka lahir cuma terpaut satu bulan dan dibesarkan berdekatan. Bukan cuma itu, mereka bahkan selalu satu sekolah sejak TK. Sudah seperti soulmate yang tidak terpisahkan. "Kenapa, Jin?" tanya Saluna. Jinjin nyengir, memperlihatkan gingsulnya yang dia klaim bisa bikin bidadari lupa diri. Kalah parfum Axe. "Titip Thala bentar, Sal. Gue mau main PS di rumah Robi, " katanya. Saluna mendengus. Kalau Saruna suka memerintah, maka Jinjin doyan minta tolong. Tiap hari ada saja yang dimintanya. "Dasar buluk! Main nggak pernah ngajak-ngajak gue, malah titip Athala mulu. Kasihan Athala punya kakak kayak lo," cibir Saluna. Jinjin nyengir lagi. Kemudian memindahtangankan Athala beserta tas berisi perlengkapan s**u ke gandengan Saluna. Athala sih nurut-nurut aja, soalnya Jinjin memang bukan sekali dua kali nitipin Athala. Sudah langganan. "Ya gimana lagi, Nyokap sama Bokap gue lagi dinas ke luar kota! Kakak gue juga belum pulang kerja! Gak ada yang bisa jagain Athala selain elo. He-he," tuturnya memberikan alasan. Saluna memutar bola matanya. Muak dengan alasan Jinjin yang itu-itu saja. "Duh, Saluna Sayang ... jangan gitu dong mukanya. Nanti Abang beliin martabak keju deh." Jinjin mencubit gemas pipi Saluna. "Sakit, Jin!" Jinjin tertawa dan melesat secepat angin ke rumah Robi sebelum Saluna menolak mentah-mentah. Pasrah, Saluna akhirnya mengajak Athala masuk ke dalam rumah. "Pacarnya, Dek?" teman Saruna berkemeja denim itu bertanya lagi. Dia tersenyum. "Bukan, temen," kata Saluna singkat. "Bagus deh. Kenalin, Adipati Darashfala. Adipati yang lebih ganteng dan pacar-able dari Adipati Dolken. Panggil Dipa aja, tapi kalau mau panggil sayang juga boleh," katanya sambil cekikikan geli. Buaya rawa. "Ngardus mulu, Di. Nih ketik," titah laki-laki di sampingnya. Kemudian Saluna dan Athala masuk ke kamar, mengabaikan Dipa yang bahkan belum tau nama Saluna. "Run, adek lo namanya siapa?" tanya Dipa. "Saluna." *** "Kak Sal, buatin cucu," pinta Athala yang sedang berbaring. Keringatnya bercucuran karena memang dari tadi Athala nggak bisa diam. Lari kesana kemari dan buat Saluna pusing. Heran aja Saluna, kok bisa Jinjin dan Athala sama percis pecicilannya. Seperti satu manusia yang dikloning jadi dua. Beda jenis kelamin dan umur saja. Saluna sampai berpendapat kalau kemungkinan ada genetik yang mengatur tingkat pecicilan seorang manusia. Saluna lalu mengambil botol s**u dan toples kecil berisi s**u bubuk di dalam tas bergambar Winnie The Pooh itu. Dia melesat ke dapur. "Ehm," seseorang berdeham mengejutkannya. Ternyata teman Saruna. Laki-laki yang berbaju serba hitam. "Toilet-nya dimana ya?" tanyanya. Saluna menunjuk tempat yang tidak jauh dari dapur. Laki-laki itu lalu mengangguk dan mengucapkan terima kasih sebelum beranjak. Tak lama berselang, dia keluar dari kamar mandi dan menghampiri Saluna. Saluna menatapnya heran. "Susah, ya, jadi adeknya Saruna?" tanyanya. "Gitu deh, disuruh-suruh mulu. Suka ngamuk tiba-tiba kayak orang kesetanan lagi," jawab Saluna, sekalian mengeluarkan uneg-uneg. Lumayan, buat obat stres. Sebenarnya Saluna curiga, mulai dari baju yang sama-sama serba hitam sampai nanya beginian. Apa maksudnya? Jangan-jangan ini beneran pacar Mbak Runa? Pikiran Saluna hancur ketika Athala tiba-tiba muncul dan berteriak, "Kak Sal! Cucu Thala mana? Kok lama?" Saluna berdecak, satu lagi yang bikin Athala percis Jinjin, sama-sama bawel kalau kelaparan. Saluna kemudian tersenyum asal dengan maksud berpamitan dan membawa Athala masuk ke kamarnya. Hidupnya sudah pusing menghadapi Saruna dan Jinjin. Tak punya waktu lagi untuk mengurusi buaya rawa. *** "Saluna, bangun! Mau hujan, angkat jemuran!" pekik Ibu--sepertinya baru sampai--dari luar yang rasanya langsung membuat jiwa Saluna terguncang. Untung jiwa Athala nggak ikut terguncang. Saluna langsung berlari secepat kilat dan mengamankan baju-baju yang ada di belakang rumah. Secepat kilat pula dia berniat kembali ke kamarnya. Saluna mendengus begitu mendapati Saruna yang mondar-mandir di depan meja makan sambil memeluk telepon selulernya. Mata Saluna menyipit kesal. Heran saja kenapa ibunya selalu berpihak pada Saruna yang bahkan sedang tak melakukan apa-apa itu. Mbak Runa nganggur gini nggak disuruh, gue yang enak-enak tidur malah dibangunin! Saluna kadang merasa diperlakukan seperti anak tiri. Dia seringkali kesal dan menangis sendiri di kamarnya karena selalu jadi bahan suruh-suruhan. Kadang dia merasa tak ada yang bisa paham perasaannya. Dia rasanya ingin mengucap sumpah serapah keras-keras sampai marahnya puas. Tapi dia tahan. Bapaknya yang super konservatif itu bisa-bisa marah tak terhingga kalau dengar Saluna berucap yang tidak-tidak. "Ngapain mondar-mandir kayak seterikaan, Mbak?" tanya Saluna, nadanya jelas kesal. "Udah pulang semua temen lo?" Saruna mengangguk tapi aktivitas mondar-mandirnya itu sama sekali tak berhenti. Hingga dia tiba-tiba melepas kacamata yang bertengger di hidungnya dan menatap Saluna tajam, "Chan mau ke sini lusa. Menurut lo dia mau ngapain?" Saluna menaikkan alis, Chan? Sinchan? Dakochan? "Chan siapa?" "Chan temen gue. Yang baju jeans Dipa, yang tadi pakai baju item Chandra," kata Saruna. "Lah terus?" tanya Saluna. Aneh aja ya Saruna, temannya mau ke rumah aja was-was setengah mati. Sudah seperti mau menghadapi ujian hidup tingkat tinggi saja lagaknya. "Masalahnya, Chan mau dateng sama orang tuanya. Menurut lo aja dia mau apa!" "Hah?"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.8K
bc

My Secret Little Wife

read
97.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook