4. Sepupu

2419 Words
Chapter ini memiliki adegan yang mungkin kurang nyaman dibaca oleh sebagian pembaca. Kebijaksanaan pembaca disarankan pada chapter ini. Semua kejadian yang ada hanyalah fiktif semata dan tidak berhubungan dengan dunia nyata. 8 tahun yang lalu...... Enzo memperhatikan rumah besar yang ada di depannya dengan tatapan malas. Kedua orang tuanya terus saja memaksanya untuk datang ke acara yang diadakan salah satu sanak saudara mereka. Acara yang membosankan, sudah Enzo tebak. Ibunya yang melihat Enzo terus merengut hanya bisa tertawa pelan. Dia diam-diam menyentuh tangan suaminya, memberi kode agar pria itu bisa melihat anak mereka yang nampak kesal di kursi belakang. "Ada banyak waktu jika kau ingin latihan menembak disana Enzo. Ini acara langka yang dilangsungkan pihak keluarga ibumu, ada yang ingin kami bereskan disana." Enzo tampak tidak tertarik mendengar rayuan yang diutarakan oleh ayahnya. Apa yang bisa dianggap menyenangkan dari membunuh seseorang yang jelas tidak bisa melawannya sama sekali? Dia sedang tidak mood untuk membunuh siapa pun. Dia masih harus menghadiri beberapa jadwal lesnya. Merelakan waktunya hanya untuk menghadiri acara pamannya, jelas terlihat tidak berguna dan buang-buang waktu di mata Enzo. Tidak berguna. Semuanya mulai terlihat membosankan di mata Enzo. "Tapi aku sungguh kasihan pada keponakanku, Sayang. Selama aku berkunjung ke sana, aku belum pernah melihat anak itu sekalipun sepanjang hidupku. Mata-mata yang kusimpan di rumahnya melapor bahwa anak itu sudah dikurung di ruang bawah tanah sejak dia masih sangat muda. Anak itu tidak tahu apa pun, namun tiap hari harus menanggung siksaan yang dilakukan oleh ayahnya sendiri tanpa bisa meminta tolong pada siapa pun. Aku sudah tahu Kak David itu memang pria yang gila sejak wanita itu bunuh diri saat itu. Tapi melampiaskan kegilaannya pada anaknya sendiri jelas tidak lagi bisa kumaafkan saat ini. Bahkan seorang binatang pun tidak akan menyiksa anaknya sendiri seperti apa yang dia lakukan." Enzo sedikit menyimak saat ibunya mulai mengobrol dengan ayahnya. Pamannya itu orang gila kah? Jadi dia diajak untuk mengurusi orang gila saat ini? "Sayang, apakah kamu yakin anak itu benar-benar ada di rumah itu? Terakhir kali kita berkunjung ke rumahnya, tidak ada tanda-tanda bahwa dia merawat anak yang kau bilang itu di rumah itu bukan? Lagipula, jika anak itu benar-benar ada sekali pun, anak itu adalah hasil hubungannya dengan wanita yang begitu dia puja. Kenapa dia harus menyia-nyiakan anak itu dengan mengurungnya di bawah tanah Sayang? Bukankah jika istrinya telah meninggal, dia seharusnya bisa menjaga anaknya seperti dia menjaga istrirnya sendiri?" Sang Ibu nampak kesal mendengar jawaban santai dari suaminya. Wajah cantiknya merengut, saat wanita itu menatap suaminya kesal sekali saat ini. "Kamu masih bertanya apa anak itu benar-benar ada atau tidak?! Ya Tuhan! Anak itu ada dan tengah disiksa oleh ayah kandungnya sendiri Sayang! Anak itu tidak pernah diberi makan selain makanan sisa sepanjang hidupnya. Dia tidak diijinkan bicara apalagi bertemu dengan ayahnya sendiri jika Kak David tidak datang untuk mengunjunginya. Kaki dan tangannya dipasung, dan Kak David akan memukuli anak itu setiap kali dia mengingat istrinya sendiri bunuh diri karena dia kurung selama hidupnya. Dan gilanya lagi, mata-mataku melapor bahwa kakakku itu tidak segan-segan memukulinya sampai dia pingsan jika anak itu sampai berteriak kesakitan. Dia hanya seorang anak kecil Sayang........ Aku masih diam saat dia menculik seorang wanita entah darimana untuk dia paksa menjadi pasangannya. Tapi kali ini, aku bersumpah akan menghentikannya sekalipun itu berarti aku harus melawannya kali ini," tegas wanita itu mutlak. Ayah Enzo terlihat berpikir, sebelum akhirnya ikut mengangguk setuju. "Kalau begitu, aku yang akan mengurus masalah hak asuhnya Sayang. Kamu tidak perlu marah, aku kan tidak pernah tahu ada anak yang hidup di rumah besar tersebut. Tapi, sejak awal untuk apa kau mengawasinya Sayang? Lalu bagaimana bisa kau memasukan mata-mata di rumah mereka? David itu pria yang sangat berhati-hati bukan?" Wanita itu tersenyum bangga mendengar pertanyaan suaminya. "Aku tahu Kak David selalu menyukai wanita-wanita yang cantik semenjak kematian wanita itu. Kebetulan aku memiliki pekerja yang benar-benar sesuai tipe Kak David sebelumnya. Sekarang, dia telah bekerja di samping Kak David selama bertahun-tahun lamanya. Aku beruntung setidaknya Kak David tidak curiga ada mata-mata di kelompoknya selama bawahanku selalu patuh padanya. Jadi sejauh ini, dia sepertinya belum menyadari apapun," jawabnya bangga. Si suami tersenyum. "Istriku sudah mulai pintar hm?" godanya lembut. "Tentu saja! Aku belajar itu darimu. Kamu juga, awas saja kau berani bermain di belakangku. Akan kuhancurkan kau," ancam sang istri galak. Pasangan itu tertawa kecil, tidak sadar sama sekali bahwa anak yang semula terlihat bosan di dalam mobil kini telah tertarik akan sesuatu. Sepupunya huh? Enzo ingin tahu siapa yang tengah orang tuanya bicarakan saat ini. Enzo hanya bisa berharap, sepupunya itu tidak akan sama dengan saudara-saudara membosankan yang selama ini dia temui. ***** Mobil mewah orang tua Enzo berhenti di halaman besar rumah milik adik ibunya Enzo yang hanya dihuni oleh beberapa wanita berparas cantik. Hanya ada sedikit pria di rumah besar tersebut. Walaupun begitu, bahkan para wanita tidak terkecuali membawa senjata yang mereka bawa ketika mereka berkeliling dengan santai di halaman rumah. Begitu turun dari mobil, ayah Enzo segera menuntun anaknya untuk berjalan dekat dengannya. Seorang wanita cantik segera mendekati mereka saat Ruby ikut turun dari mobilnya, menunduk kecil saat tahu kakak dari Tuan mereka datang berkunjung sekali lagi. "Selamat datang Nona Ruby, dan juga keluarganya. Apa ada masalah serius sampai Nona harus datang kemari tanpa mengatakan apapun pada Tuan David?" tanya wanita cantik yang menyambut mereka. Diam-diam, alis Enzo sedikit berkerut saat dia melihat pakaian wanita tersebut. Memberikan seragam bunny suit pada wanita dewasa, pamannya itu pasti memiliki selera yang buruk sekali. "Aku akan bicara langsung dengannya. Kak David selalu ingin bertemu dengan anakku bukan? Aku juga membawanya kali ini. Kami hanya akan membicarakan urusan keluarga dan berbincang bersama sebagai keluarga." Wanita itu melirik ke arah Enzo saat ibu Enzo, Ruby telah berkata demikian. Wanita itu tidak tahu apa yang sebenarnya direncakan Ruby, jadi dia hanya bisa meminta pelayan lain masuk ke dalam untuk bertanya langsung pada David terlebih dahulu. Tidak butuh waktu lama sebelum pelayan itu kembali dengan sebuah jawaban. Wanita cantik itu akhirnya mengangguk, ketika Enzo beserta orang tuanya dibawa masuk ke dalam rumah besar yang hanya berisi para wanita berpakaian seksi sekali lagi. Enzo sedikit merengut saat kakinya melangkah semakin jauh ke dalam rumah tersebut. Rumah ini memiliki selera yang sangat buruk menurut Enzo. Anak itu bahkan tidak bisa menahan rasa jijiknya, saat matanya menangkap sosok sang paman yang tengah dikerumuni oleh wanita-wanita seksi tersebut di satu sofa panjang. "Kamu yakin telah menyiapkan semuanya Sayang?" Dari jarak dekat, Enzo dapat mendengar suara ibunya yang berbisik pelan pada ayahnya. Pria tersebut tetap berwajah tenang, namun dia diam-diam membalas bisikan istrinya. "Mereka telah menyusup diam-diam ke rumah ini. Kapan pun kamu mau Ratuku, kita bisa menangkap orang-orang ini." Enzo mendengar pembicaraan orang tuanya dengan ekspresi tenang. Matanya kini hanya terpaku pada sosok pamannya, yang tersenyum miring ketika melihat kedatangan mereka. "Aku terkejut kamu akhirnya mau membawa anakmu untuk menemuiku, Ruby. Dia memang anak yang sangat tampan, wajahnya benar-benar mirip dengan Clark." David berkomentar dengan santai saat matanya menatap Enzo yang terlihat terganggu dengan perilakunya. Pria dewasa itu tertawa kecil, sebelum tangannya dengan kasar menarik wajah wanita di dekatnya untuk dia belai dengan halus setelahnya. "Jadi, kamu ke sini hanya untuk memamerkannya? Aku tidak keberatan menjaganya jika kamu mau. Di sini, aku bisa mengajarinya banyak hal yang mungkin tidak pernah kalian berdua ajarkan padanya selama ini." "Di mana anak itu, Kak David?" Senyum David mendadak luntur saat Ruby tiba-tiba melontarkan pertanyaan yang di luar topik pembicaraan mereka. Usapannya pada pipi wanita di sebelahnya terhenti seketika. Tatapan mata David sempat menajam, sebelum ekspresinya kembali ke wajah tenang yang terkesan malas mendengar omong kosong yang dilontarkan sang adik. "Anak apa yang sebenarnya kamu bicarakan Ruby?" tanya David pura-pura bodoh. Mendengar jawaban itu, wajah Ruby benar-benar terlihat seperti dia tengah menahan amarah sekarang. Ruby menatap dingin David, yang dibalas tatapan tidak peduli oleh kakaknya tersebut. "Jangan pura-pura bodoh Kak. Aku hanya diam saat Kakak menculik wanita yang entah Kakak culik dari mana untuk Kakak paksa dalam hubungan Kakak. Aku masih diam saat Kakak membeli banyak wanita untuk Kakak jadikan sebagai pelayanmu. Tapi Kak, jangan pernah Kakak berpikir bahwa aku akan tetap diam jika Kakak mulai melibatkan seorang anak dalam kegilaan Kakak itu. Ibu dari anak itu mungkin Kakak anggap bersalah, tapi anak kalian tidak pantas menanggung kesalahannya Kak! Dia anak Kakak juga, bagaimana bisa Kakak menyembunyikan keberadaannya dariku selama ini? Apakah Kakak akan tetap mengurungnya di tempat mengerikan itu, jika aku tidak pernah tahu keberadaan anak itu Kak?" Brak "Kamu berani memata-mataiku selama ini....." Suasana berubah mencekam saat David tiba-tiba saja memukul meja di depannya dengan sangat keras. Matanya mulai menatap Ruby penuh peringatan. Namun Ruby tidak bisa dengan mudah terpengaruh semua itu. Dia tetap berdiri tegap, saat suara tegasnya terdengar kembali. "Berikan anak itu padaku dan masuklah ke rumah sakit jiwa dengan tenang Kak. Kakak butuh perawatan, biarkan aku membantumu atau-" "Atau apa?" tanya David sengaja menantang. Ruby menatap kakaknya itu lama, sebelum wanita itu akhirnya membulatkan tekadnya sendiri. "Atau aku terpaksa menghancurkan kekuatanmu dengann tanganku sendiri, Kak David. Aku akan menyeretmu sendiri untuk melakukan pengobatan. Kakak adalah anggota keluargaku satu-satunya saat ini. Menyelamatkanmu dari kegilaan ini adalah belas kasih terakhir yang bisa kuberikan sebagai seorang adik." "Belas kasih kamu bilang?" Suasana semakin mencekam saat David akhirnya bangkit dari posisi duduknya. Para wanita di dekatnya akhirnya ikut bangkit sambil mengeluarkan pistol mereka masing-masing. Ruby dan keluarganya terkepung, hingga suami Ruby terpaksa mengirim sinyal pada para bawahannya yang telah bersiap di sekitar rumah David selama ini untuk segera memulai rencana mereka. Belum sempat keduanya memulai konfrontasi, lampu di dalam rumah tiba-tiba padam sementara suara berisik orang-orang yang bertarung tiba-tiba memenuhi ruangan yang gelap tersebut. Enzo ikut menghabisi beberapa orang yang berusaha mendekatinya, semua ini juga sudah menjadi bagian dari rencana sang ibu yang diberitahukan padanya dari jauh hari. Lampu kembali menyala saat ruangan telah kembali sepi. Enzo memandang lautan darah di depannya dengan tatapan biasa. Ada bibinya yang terbaring tanpa bisa bergerak sedikitpun di lantai rumahnya sendiri, serta ibunya yang duduk di atas tubuh pria itu dengan pistol yang dipegang di salah satu tangannya. Mereka tampaknya sempat bergulat di ruangan tanpa cahaya sebelumnya. Ruby juga tidak luput dari beberapa luka. Nafasnya terengah-engah, saat dia akhirnya menyingkir dari tubuh adiknya ketika anak buah suaminya berhasil memasangkan borgol di kedua lengan pria itu. "Kakak yang memilih jalan ini sendiri Kak David. Aku harus menyelamatkan anak itu, dan membebaskan Kakak dari masa lalu yang tidak bisa lagi aku perbaiki. Maafkan aku, kita bisa bertemu lagi setelah Kakak mau merenungkan perbuatan salah Kakak selama ini." Ruby berucap pelan saat matanya mengikuti David yang dibawa pergi oleh beberapa anak buah kepercayaannya. Setelah tubuh kakaknya tidak lagi terlihat, baru lah matanya memperhatikan lingkungan di sekitarnya yang hancur berantakan dengan beberapa tubuh yang terbaring bersimbah darah di beberapa bagian rumah. "Kalian baik-baik saja?" tanya Ruby pada anak dan suaminya. Keduanya mengangguk, membuat Ruby sekali lagi mengembuskan nafas penuh kelegaan. "Kalian, bereskan semua ini," titah Ruby pada beberapa bawahannya yang semula menerobos masuk untuk membantu mereka. "Baik Nona!" jawab mereka serentak sebelum satu per satu mulai kembali bekerja. Ruby memilih untuk masuk ke bagian dalam rumah sebagai gantinya. Enzo mengikuti langkahnya, disusul oleh suami Ruby ketika seorang pria dari kelompok David yang tiba-tiba muncul setelah selama ini bersembunyi di kamar lantai kedua rumah itu. "Bos, anak itu berada di ruang bawah tanah." Mendengar dari caranya bicara, Enzo akhirnya tahu bahwa wanita cantik yang baru keluar itu adalah salah satu bawahan ibunya yang ditempatkan di rumah ini sebagai seorang mata-mata. Mereka dibawa masuk ke ruang bawah tanah yang pengap, dimana terdapat satu pintu besi yang berada di ujung lorong yang minim pencahayaan. Clek "Ya ampun!" Ruby sering mendengar bahwa anak dari adiknya itu berada dalam kondisi yang menyedihkan. Namun sosok yang dia lihat saat ini, jauh melampaui kata menyedihkan yang selama ini bisa dia bayangkan untuk ukuran seorang anak yang disiksa oleh ayah kandungnya sendiri. Sosok gadis kecil yang dia cari kini duduk meringkuk di pojok ruangan, menatap mereka takut dengan tubuh yang sedikit bergetar. Kulitnya terlihat gelap karena tertutup sempurna oleh kotoran dalam ruangan gelap dan pengap itu. Gadis kecil itu hanya menggunakan pakaian sobek yang terlihat terlalu kecil sebagai pakaiannya. Tubuh gadis itu kurus kering dengan beberapa luka di bagian tubuhnya. Ada luka yang terlihat kering, ada juga luka basah yang merobek kulitnya dari mata kaki sampai ke lutut. Keluarga mereka memang terkenal kejam di dunia bawah. Namun dari semua kekejaman yang Ruby saksikan, belum pernah dia melihat kekejaman pada gadis kecil yang separah ini. Seluruh darahnya bergejolak marah, saat dia ingat yang melakukan kejahatan sekeji ini pada anak yang tidak bersalah tidak lain adalah kakaknya sendiri. "Jangan takut, kami tidak akan melukaimu." Semua orang yang ada di sana terkejut saat melihat Enzo yang tidak pernah peduli pada orang lain adalah orang yang akan pertama kali mengulurkan tangannya pada anak itu. Enzo seakan tersihir ketika dia melihat mata bulat polos mengintipnya ketakutan dari sela-sela rambut panjang berantakan yang dimiliki anak itu. Enzo awalnya hanya diam, namun tanpa disadari tangannya mulai terulur untuk menyentuh anak itu sebelum ibunya bisa mengatakan apa pun. Untuk pertama kalinya, gadis kecil itu tampak takut dan semakin meringkukan badannya pada dinding dingin di belakangnya. Namun ketika Enzo terus maju untuk mengusap pelan rambut gadis itu, gadis kurus tersebut akhirnya mendongkak untuk menatap wajah lembut Enzo yang sangat langka. Dengan tangan bergetar, gadis itu akhirnya berusaha menyentuh tangan Enzo yang terus terulur padanya. Matanya yang polos sedikit berbinar saat gadis itu melihat Enzo tersenyum lebih lebar lagi. Ruby yang jarang menangis hampir menitikan air matanya saat gadis kurus itu akhirnya menujukan senyum polosnya. Gadis kecil itu bergumam tidak jelas, suaranya yang serak seakan mencoba memberitahu Enzo bahwa dia sudah menyukai Enzo di pertemuan pertamanya ini. "Halo manis......" Wajah senang anak itu segera digantikan dengan raut wajah takut saat Ruby mencoba bicara pada anak itu untuk pertama kalinya. Ruby melirik anaknya, mencoba memberitahu Enzo bahwa mereka harus segera pergi untuk mengobati luka di kaki kurus anak itu yang masih mengeluarkan sedikit darah. Menerima sinyal ibunya, Enzo mengangguk sebelum mengusap rambut anak itu sekali lagi. Enzo tersenyum lembut, saat dia berjongkok untuk berbicara pada anak itu. "Kamu ikut dengan kami dulu ya? Kita harus mengobati luka di kakimu itu. Lupakan semua yang terjadi di sini. Kamu akan bersama dengan kami mulai sekarang. Aku berjanji, kamu akan bahagia begitu kamu keluar dari tempat ini," ucap Enzo lembut sambil mengambil anak yang segera melengketkan diri dalam pelukan remaja tersebut. Baik Ruby maupun suaminya berjanji sejak itu, bahwa mereka akan melindungi anak malang itu dari segala bahaya dan kesedihan mulai saat itu. To be continued
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD