A MISSION

1176 Words
Danur, Reksa dan Genta merupakan tiga sekawan. Mereka terlampau hafal dengan sifat serta karakter satu sama lain. Sedari kecil, ketiga pemuda tersebut tak terpisah. Yah! Orang tua dari para pemuda itu, bersahabat. Persahabatan yang terjalin antara orang tua, berhasil melahirkan hubungan akrab pada keturunan mereka juga. ****** Suatu hari. Tepatnya, pada saat mereka bertiga duduk di bangku perkuliahan yang sama. Yakni, sewaktu masa KKN hampir tiba. Haish! Genta berdecak kesal. Sesaat usai kedua teman kuliahnya memutuskan wilayah yang cukup jauh sebagai lokasi KKN. “Wahai, Danurdana Panca Estiawan? Mengapa dirimu memutuskan lokasi KKN di wilayah antah berantah seperti itu?” Genta berujar. Menunjukkan gurat enggan mengiyakan. Tak lupa, memberi penekanan pada kalimat. “Lo kan tahu sendiri, gue paling nggak bisa hidup jauh dari wilayah perkotaan. KKN sih, ke desa sih, tapi nggak harus ke wilayah antah berantah jugalah, bro,” Genta bersikeras untuk menolak. Namun, Danur enggan mendengar protesan yang Genta tujukan kepada dirinya baru saja. “Udah, lo diem aja! Lagian, nilai kuliah lo itu bergantung sama gue dan Danur. Jadi, lo terima aja kesepakatan kita berdua,” Reksa menyahut. “What? Kesepakatan lo berdua? Jadi, gue cuma orang ketiga diantara lo dan lo, gitu?” Genta berujar sembari menunjuk sosok kedua sahabat secara bergantian. Cih! Reksa berdecik. Berkata, “Bukan orang ketiga, tapi lo itu cuma boneka.” “Sialan! Gue dikatain boneka. Awas aja kalian, sewaktu KKN nanti pasti bakal banyak memedinya di sana. Gue sumpahin, lo berdua kencing di celana,” Genta menyahut dengan cibiran kesal. “MEMEDI?” Suara Danur dan Reksa melengking. “Iya, memedi. Hantu! Lo tahu kan, hantu? Temen si mak lampir, mbak kunti, pak grandong, dek tuyul sama si pocong.” “Anjaay! Lo berlebihan banget, bro. Mentang-mentang penggemar film horor. Lo sebutin semua karakter yang mirip sama lo,” Reksa menyahut. Terbahak seusai berhasil melontarkan bahan ejek. Sementara itu, “Sudah! Sudah! Kalian ini, nggak capek apa berdebat terus?” Danur melerai adu mulut yang sedang terjadi diantara kedua sahabat. Ia beralih menunjukkan hasil pencarian di dalam sebuah layar elektronik berukuran lebar. *Kampung Lelegean, Jawa Tengah* Tulisan tersebut tercetak dalam ukuran besar dan sengaja dipertebal. Dan, “Anjir! Nama kampungnya aja kampungan banget. Antah berantah pastilah, Nur,” Genta menyahut. Sedangkan, Reksa terlihat antusias dengan nama kampung, yang sudah mereka putuskan untuk disinggahi saat KKN tiba. “Ampun, gue mundur aja lah,” Genta menambahkan. Danur menepuk keras sisi bahu Genta. Berkata, “Gentamas Nugroho, asal lo tahu aja! Kampung ini adalah kampung keramat. Dan, selagi kita KKN di sana, lo bisa bikin konten. Lo kan, suka sama yang horor-horor begitu.” “Horor sih, horor. Tapi, nggak di antah berantah juga kali, Nur. Memang, lo udah pastiin kalau di sana penerangan cukup? Lalu, listrik memadai? Kebutuhan air untuk makan, minum, mandi,” Genta menyerocos. “Lo tenang aja. Kalau soal itu, Reksa ahlinya. Biar dia yang urus segala hal yang lo butuhin,” Danur menyahut. Reksa menyanggupi. Meski, Reksa dan Genta lebih sering berselisih paham. Sejatinya, kedua pemuda tersebut cukup saling memperhatikan. Terutama, Reksa. Ia amat tahu, jika Gentamas Nugroho adalah seorang anak metropolitan yang paling enggan hidup di pedesaan. “Iya, Ta. Lo tenang aja. Entar gue yang urus keperluan lo. Kalau perlu soal popok bayi lo juga,” Reksa menyahut. Bergurau seperti biasa. “Sialan! Popok bayi lo kata,” Genta berdecak. Melempar benda apa pun yang dapat ia raih di depan mata. Namun, seketika Genta terdiam. Sesaat usai manik pada mata tak sengaja mengedar pada judul bacaan yang sedang diperbesar oleh Danur. *Seorang Mahasiswi Universitas Terkenal di Jakarta Telah Dikabarkan Meninggal dalam Keadaan Mengenaskan* Postingan tersebut, diunggah pada beberapa waktu silam. Tepatnya, sebelum bulan menggenapkan waktu menjadi setahun. Parahnya, lokasi kejadian perkara kasus tersebut, adalah tempat Danur, Reksa dan Genta hendak melakukan KKN. “Wah, ini sih parah. Mereka memang tak menyebutkan nama universitas. Tapi, gambar di dalam unggahan mereka; memperjelas jika universitas itu adalah kampus tempat kita kuliah sekarang,” Genta berkomentar. “Dan—” Genta melebarkan bola mata. “KAMPUNG LELEGEAN?” Ia melanjutkan kalimat dengan nada lantang. Danur memanggutkan dagu berulang. Berkata, “Jadi, gimana? Lo antusias, bukan?” “Sialan! Lo memang sengaja cari tempat KKN, yang bisa bikin gue nggak ada alasan panjang kali lebar buat nolak,” Genta mengiyakan ucapan Danur yang penuh kebenaran. Bagaimana tidak, channel pada salah satu situs yang Genta kelola, telah memiliki banyak subscribers. Sehingga, Genta tak boleh mengecewakan mereka. “Baiklah, gue sepakat sama kalian,” Genta memutuskan. Reksa menyengir bersamaan dengan sudut bibir Danur, yang juga tertarik ke arah atas. Dasar, Genta-Genta! Danur menggeleng tak heran. “Kalau begitu, kalian sudah siap berangkat, kan? Akhir pekan?” Danur mengimbuhkan pertanyaan. “Akhir pekan?” Genta kebingungan. Mengingat, KKN baru akan dimulai pada dua minggu ke depan. “Iya, Ta. Danur pengen survei lokasi dulu. Akhir pekan ini, dia ngajakin kita buat naik mobil ke sana. Kalau jalur ke kampung tersebut aman, dua minggu ke depan, kita bakal laju naik kendaraan pribadi aja. Lo tahu sendiri kan, gue suka ribet kalau harus naik kereta,” Reksa menyahut. Menjelaskan maksud dan tujuan dari ucapan Danur. Genta manggut-manggut. Mengisyaratkan pandang, jika ia setuju dengan rencana sang kedua sahabat. Mengingat, Reksa memang selalu tak tahan akan rasa mual ketika menaiki alat transportasi umum; berjenis kereta. Pada saat bersamaan. Seorang mahasiswi berparas cantik, menghampiri mereka bertiga. Memecah perbincangan yang semula berlangsung cukup panjang pada sebuah gazebo sisi barat fakultas. “Hei, Nur?” Nayla menyapa. Danur lagi, Danur lagi. Genta bergumam. Merasa diabaikan oleh seorang mahasiswi yang sudah lama ia incar. “Hei, Nay,” Danur menyahut sapaan. “Kalian lagi ngobrolin soal lokasi KKN, ya?” “Iya nih, Danur sama Reksa ngajakin gue KKN di antah berantah,” Genta menimpali. Sedangkan, Reksa terlihat terdiam dalam sekejap. Yah! Reksa memang pintar, tampan dan popular. Namun, Reksa juga terkenal sebagai seorang mahasiswa, yang bisa mendadak tergagap ketika sedang berada di depan para perempuan. “Wah, keren nih? Ke mana?” Nayla bertanya antusias. “Kampung Lelegean, Nay,” Danur menginformasikan. “Serius? Kalian mau ke kampung Lelegean?” “Iya, Nay. Lo mau ikut? Lagi pula, tim kita masih kekurangan satu anggota,” Genta berujar. Memberi penawaran tanpa berdiskusi lebih dulu dengan Danur dan Reksa. Sontak, Danur berkomat-kamit pada Genta. Menahan gerutuan yang sedang ia simpan; selagi Nayla masih berada di sana. “Jadi gimana, Sa? Apa gue boleh satu tim sama kalian?” Nayla spontan bertanya pada Reksa. Seraya, ia sudah tahu, jika ketua tim KKN si tiga sekawan, adalah seorang pemuda yang selalu berlaga pendiam di depan banyak perempuan. “Me-menurut gu-gue—” Reksa tergagap. Puk! Genta menepuk sisi punggung belakang Reksa. Sontak, “Bo-boleh aja,” Kalimat itu, akhirnya terlontar dari mulut Reksa. Tapi, “Nay, lo yakin? Tadi, gue cuma bercanda,” Genta berujar. Sesaat usai tak menyangka, jika Reksa akan memberi ijin pada Nayla, untuk menjadi satu tim dengan mereka. Nayla mendekatkan wajah pada sisi samping telinga Genta. Ia berbisik, “Nggak apa-apa, Ta. Gue memang sengaja ikut kalian, karena gue sedang punya misi rahasia.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD