RENCANA VICTOR

1240 Words
“Sudah kamu ketahui rumahnya, Leon?” tanya Victor di dalam mobil ketika Leon masuk dan duduk di sebelah supir. “Sudah, Tuan. Dia tinggal di kosan seperti yang tertulis di kertas yang saya berikan pada Tuan.” “Bagaimana keadaannya?” “Tidak begitu baik. Dia tadi tersungkur ketika keluar dari bus. Kedua lututnya berdarah.” Victor menegakkan tubuhnya dan terlihat tidak suka dengan kondisi yang menimpa Bella. “Apa kita perlu membawanya ke rumah sakit?” tanyanya datar. Leon berdehem untuk membersihkan tenggorokannya. Bagaimana caranya membawa Bella ke rumah sakit jika ditolong saja tidak mau? “Kelihatannya dia baik-baik saja. Dia bisa berjalan pulang ke rumahnya tanpa terlihat kesakitan.” Tentu saja Leon berbohong. Bella hanya pura-pura tidak sakit untuk mengelabuinya dan ketika dia berbelok di tikungan, Leon tahu jika Bella mengaduh dan berjalan sedikit pincang menahan perih di kakinya. Namun jika dia mengatakan yang sebenarnya pada Victor, Leon takut tuannya itu akan mengacaukan semuanya dan dia akan menyerobot masuk ke kosan Bella lalu menggendong dan membawanya ke rumah sakit. Jika sampai hal itu terjadi, bisa-bisa Bella akan menghilang dari hadapan mereka karena ketakutan. Victor tak bisa bertindak halus karena dia tidak tahu bagaimana caranya. “Belokkan mobil kembali ke tempat dia. Aku mau lihat keadaannya,” perintah Victor pada supir. Mendengar perintah mendadak seperti itu, otomatis supir berbelok mendadak di depan u-turn untuk kembali ke tempat Bella. “Tuan! Jangan lakukan itu. Bagaimana Tuan akan menjelaskan pada Nona Bella kalau Tuan tiba-tiba muncul di hadapannya. Nona Bella tidak mengenal siapa Tuan dan dia baru saja patah hati. Kehadiran seorang lelaki akan mengingatkannya pada rasa sakit yang diperbuat mantan kekasihnya.” “Jangan samakan aku dengan lelaki tukang selingkuh itu, Leon! Aku tidak pengecut seperti dia!” bentak Victor. Leon memutar otak untuk meredam keinginan tuannya. Victor tidak boleh tiba-tiba muncul di hadapan Bella. Perempuan polos seperti Bella tidak akan tahu kondisi Victor yang penuh tekanan. “Tuan jauh lebih gentle dari Anton. Tapi Bella belum mengenal Tuan. Percaya sama saya, untuk mendapatkan hati Nona Bella, terlebih dulu Tuan harus meraih kepercayaannya. Tidak bisa memaksa dan main kasar.” Victor mendengkus. “Huh! Bagaimana akau bisa percaya sama kamu. Pacaran saja kamu belum pernah,” ejek Victor tanpa perasaaan. Leon mendesah tak kentara. Bagaimana juga dia bisa mendekati gadis-gadis jika harus menjaga majikan seperti Victor. Namun walau belum pernah pacaran, setidaknya Leon punya perasaan dan dia mengerti apa itu cinta dan bagaimana rasanya jatuh cinta. “Kita pulang saja, Pak,” Perintah Leon pada supir. Mobil pun bersiap memutar di u-turn berikutnya. “Siapa kamu berhak membatalkan perintahku, Leon? Tetap ke tujuan semula. Kembali ke halte itu dan antar aku ke rumahnya.” Kepala Leon benar-benar sakit sekarang. Jika Victor sudah tidak bisa dibujuk seperti ini, biasanya senjata terakhir adalah meminta bantuan Nyonya Loraine. Sayangnya kondisi mereka saat ini tidak memungkinkan. Percuma jika meminta Nyonya Loraine menelepon Victor, tuannya itu pasti tidak mau mengangkat. “Beri tahu saya apa yang akan Tuan lakukan jika bertemu dengan Nona Bella?” tanya Leon akhirnya. “Aku akan memastikan lukanya tidak serius dan membawanya ke rumah sakit untuk diobati.” Leon menyerah. Dia memilih membiarkan Victor melakukan keinginannya dan melihat hasilnya. Dia pun memberi kode kepada supir agar tetap melajukan mobil sesuai keinginan Victor. Sesampainya di tepi jalan menuju kosan Bella, Victor buru-buru turun dan memerintahkan Leon untuk memimpin di depan menuju tempat Bella. Dengan tampilan mereka saat ini, Victor dan Leon menjadi pusat perhatian orang-orang di gang sempit itu. Mereka berdua seperti pimpinan organisasi gelap yang tampan dan hendak melakukan bisnis ilegal di gang kumuh. Victor menyadarinya. Dia sedikit terganggu dengan tatapan ibu-ibu yang berkerumun di beberapa tempat menjelang magrib dan anak perawan yang baru pulang dari aktivitasnya. “Apa masih jauh?” tanya Victor ketika memiringkan tubuh saat berpapasan dengan penjual siomay. “Beberapa puluh meter lagi di depan.” “Kenapa dia harus tinggal di tempat seperti ini, sih?” tanyanya lagi ketika harus mengalah pada pengemudi motor. “Nona Bella bukan berasal dari keluarga berkecukupan. Di sini juga dia tinggal dengan berbagi kamar dengan temannya.” Victor mencekal bahu Leon. “Maksudnya satu kamar ditinggali berdua?” Leon mengangguk. “Nah, kita sudah sampai. Nona Bella tinggal di lantai dua. Apa kita mau masuk sekarang?” Victor memandangi bangunan berlantai dua di hadapannya. Bukan bangunan yang bagus. Terlihat kumuh dan tidak terawat dengan pagar besi yang catnya terkelupas dan dinding bangunan yang temboknya retak-retak. Victor mengernyitkan kening. Sebelum Victor memutuskan akan melakukan apa, seorang lelaki berbadan besar muncul dari salah satu kamar di lantai dasar dan memandang Victor dan Leon yang terlihat mencolok dengan kondisi bangunan. “Cari siapa?” tanyanya galak dan memandangi kedua lelaki itu curiga. “Kamu siapa?” tanya Victor balik. Tidak pernah ada orang yang boleh memandangnya seperti lelaki bertato di hadapannya ini. Melihat gelagat tidak baik, Leon segera menengahi. “Apa Bapak pemilik kosan sini?” tanyanya ramah dan tersenyum. “Iya. Terus kenapa? Kalian mau apa? Cari kamar kosong? Di sini nggak ada kamar yang cocok buat orang kayak kalian!” usir lelaki besar bertato itu. “Saya mau beli kosan ini seharga satu milyar,” ujar Victor datar. Dia memandang lurus pada lelaki itu. Mendengar sejumlah uang yang ditawarkan, mata lelaki itu langsung berbinar. Namun otak liciknya langsung bekerja. Jika sedemikian mahal harga kosan buruk ini pada penawaran pertama, mungkin ada sesuatu di kosan ini dan pasti harga jual sebenarnya jauh lebih tinggi dari satu milyar. “Tidak perlu repot-repot menghitung untung. Harga kosan ini nggak lebih dari tiga ratus juta. Saya lagi baik makanya saya kasih uang segitu. Mau syukur kalau tidak mau tidak jadi masalah, mungkin saya bisa memberi penawaran itu kepada kosan di sebelahnya. Bangunannya jauh lebih baik.” Victor bersiap pergi meninggalkan lelaki yang sedang berpikir dan menimbang. Dengan uang sebesar itu dia bisa membeli tanah di tempat lain dan membangun rumah petak beberapa pintu yang jauh lebih baik dari kosannya saat ini. “Saya terima,” ujar lelaki itu cepat sebelum Victor benar-benar meninggalkannya. “Leon, atur perjanjiannya dan pastikan dia angkat kaki dari sini hari ini juga,” perintah Victor. Leon yang sudah terbiasa dengan tindakan ekstrim tuannya hanya mengangguk dan menghubungi ahli hukum perusahaan mereka untuk segera menyiapkan berkas-berkas. Uang satu milyar bukan jumlah yang besar bagi tuannya. Yang jadi pertanyaan, akan dia apakan kosan b****k ini? Pertanyaannya terjawab ketika ahli hukum sudah datang untuk mengurus perjanjian dan Victor kembali ke mobil. “Mulai besok, kamu data siapa saja penghuni kosan itu. Kalau ada lelakinya suruh mereka pindah. Kasih uang kalau perlu. Kosan ini khusus perempuan saja. Pelan-pelan lakukan renovasi sehingga kosan itu jadi tempat yang layak untuk ditempati.” Victor memberikan instruksinya dan Leon mencatat semua dalam ingatannya. “Satu lagi, atur bagaimana caranya agar aku bisa punya kamar yang bersebelahan dengan kamarnya. Dan pisahkan Bella dengan teman sekamarnya. Jangan naikkan harga khusus untuk mereka.” Leon mengangguk. Dia memahami jalan pikiran tuannya. Yang penting Victor tidak jadi menemui Bella. Sepertinya kini Victor mulai menemukan cara bagaimana dia bisa tetap memperhatikan Bella tanpa mendekatinya dengan terburu-buru. “Tidak jadi ketemu Nona Bella, Tuan?” tanya Leon memancing. Victor bertopang dagu dan memandang keluar jendela mobil. Sejujurnya dia ingin merasakan kembali perasaan seperti di dalam lift tadi. Namun dia paham jika tidak boleh terburu-buru. Bella tidka bileh lari dari genggamannya dan dia harus menyerahkan diri pada Victor karena kemauannya. Bukan karena paksaan. “Besok saja. Aku akan mampir ke minimarketnya.” (*)
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD