Raymond POV
Raymond tiba tepat pukul 7 Malam,Temannya yang baru pulang dari OZ mengajak kumpul mendadak, di mana mereka, pikirnya sambil mengeluarkan HP dari saku celananya, mencari nomor temannya, kemudian meletakkannya di telinga, ia memandang sekelilingnya yang merupakan lobby sebuah hotel dengan desain dan penataan yang apik, semua tampak mewah, seketika menyadari pandangan yang ditujukkan padanya dari kaum hawa yang ada di sekitaran lobby. Yaa.. penampilannya bisa dibilang oke, cukup tinggi, proposional, wajah putih bersih, bahkan teman- temannya mengakui, dialah yang paling ganteng di antara mereka semua. Apalagi dengan kemeja biru dan celana jeans yang menampakkan kegagahannya.
Begitu mendengar nada telepon diangkat, “Di mana?” tanyaku singkat.
“Kita udah di resto, mon. Di ujung ya deket outdoor. Rada rame sih ini, kayaknya lagi ada acara kantor.”jawab suara di ujung sana dengan latar suara yang cukup berisik.
“Oke.” Kumasukkan kembali HP ke saku belakang celana, dan Kulangkahkan kaki jenjangku ke arah restoran yang terletak di ujung kanan lobby tempatku berdiri tadi.
Memasuki restoran yang memang terlihat ramai hari itu, tampak meja - meja yang disusun menjadi beberapa meja panjang di tengah2 resto, dipenuhi karyawan- karyawan yang asyik ngobrol satu sama lain.
Kulanjutkan langkah kakiku perlahan, Sambil setengah mengamati kumpulan karyawan – karyawan itu dan sembari mencari Ben dan kawan – kawan, ada yang menarik perhatianku sejenak, yang kemudian teralihkan begitu melihat Ben melambaikan tangannya dengan semangat. Segera kuhampiri mereka.
Segera kusambut tangan Ben dengan semangat dan kupeluk erat sejenak,” Gila, Man, akhirnya inget balik juga.”
Ben hanya cengengesan, “hahaha.. Yoi, bro… pesen gih, kita udah, barusan,” mengangguk pelan sambil mengambil posisi duduk, dan menyapa yang lainnya yang sudah tiba lebih dulu.
Selanjutnya percakapan kami diisi interogasi2 dan catch up kehidupan masing – masing selama 2 tahun gak bersua.
Sedari tadi ada yang menarik perhatianku, dengan posisi dudukku yang menghadap ke tengah restoran dan membelakangi jendela outdoor, membuat pandanganku mau tak mau tertuju pada kumpulan karyawan yang asik mengobrol, sekelebat kurasakan pandangan karyawati- karyawati yang duduk mengarah ke kami, sesekali mencuri – curi pandang sambil berbisik dan tersenyum penuh arti, tapi bukan itu, pandangan macam itu sudah biasa banget kami dapatkan, terutama kalau berkumpul gini, a feast for the eyes, dan biasanya ya kita cuma acuh tak acuh aja.
Yang sedari tadi menarik perhatianku adalah si wanita dengan rambut sepanjang pinggang, wajah mulus agak bulat dengan kulit kuning langsat, yang hanya focus menikmati makanannya, ia seolah – olah tenggelam dalam kenimakatan sajian di depannya, sesekali tersenyum sopan ke temannya yang mengatakan sesuatu padanya, dan kembali menikmati makanannya, nampaknya ia tak terbiasa, bahkan tidak nyaman dengan acara kantor yang sedang berlangsung meriah itu.
Kufokuskan kembali pandangan pada pembicaran di meja kami, Ben sedang diiterogasi Andy dan Mike.
“Bro, jadi lu udah balik for good nih?” timpalku
“Yah.. rencananya sih begitu,Bro, hahaha…kita lihat aja nanti gimana,”Jawab Ben asal, emank nih anak kayak angin, bilang pulang, tiba – tiba udah pulang aja, ennn… besok bisa udah entah di mana, ngabarin kalau inget aja. Si free spirit satu ini.
“Dapet bule cakep gak di sana,Bro?” tanya Andy lagi.
“Lah.. kalo ada mah mana mungkin dia balik, bro…” timpal Kenny yang sedari tadi sibuk dengan Hpnya, terpingkal mengejek Ben.
“Tuh tau.. haha.. Man, g habis diputusin, sedih banget, hibur gue doonk..” Canda Ben sambil memeluk Kenny.
“eit… jauh – jauh sana, geli lo!” Canda Kenny, membebaskan diri dari pelukan erat Ben. Tingkah mereka membuat kami terbahak – bahak.
“Udah,ah… Toilet dulu,Man” Ben bangkit dan ngeloyor pergi.
“Hushh… gak usah pake laporan.”
Andy dan Kenny tenggelam dalam percakapan mereka tentang usaha Kenny yang baru – baru ini ia jalankan, sedang Mike sedang sibuk menjawab telepon, ia berdiri agak jauh, kuarahkan kembali pandangan ke kerumunan karyawan tadi, Nampak seseorang berbisik ke wanita yang sedari tadi sibuk makan itu, ia kemudian menoleh ke arahku, sedetik, hanya sedetik dan dengan tatapan kosong, menggeleng pada temannya, kemudian kembali melanjutkan kesibukannya menikmati sajian di depannya. Hmmm.. apa hari ini gue kurang oke? Kataku dalam hati kemudian melirik tatapan wanita – wanita lain dalam kelompok itu, ah enggak deh harusnya, buktinya yang lain aja terpesona kok. Pasti matanya minus deh tuh cewe, kudu ganti kacamata kayaknya.
Perlahan kulihat beberapa karyawan mulai pamit dan membubarkan diri dari meja meja, di ujung kanan restoran, tampak Ben yang berjalan ke arah kami, namun tertahan salah seorang wanita dari gerombolan yang membubarkan diri itu.
“Siapa, Bro?” Tanya Mike penuh arti saat Ben kembali duduk di kursinya. “Gercep amat lu baru balik juga,”
“Haha.. temen kuliah gua, Bro.” Ben terbahak.
Akhirnya kami berdiskusi masalah bisnis dan ekonomi saat ini, pembahasan berlangsung seru sampai sebuah suara menghentikan pembicaraan kami.
“Ben…” sapa sebuah suara soprano, membuat kami mengalikan pandangan ke arah asal suara itu.
“Eih, Hi, Kan…. Belum balik?” Jawab Ben, berdiri dari tempat duduknya.
“Iya nih, mao balik, kontek – kontek ya nanti.” Mereka nampak saling bertukar nomor Handphone.
“Siap, Bos… Lu baliknya gimana, kan?” “Eh, bentar, kenalin dulu nih temen – temen gue,” lanjut Ben yang akhirnya menyadari teman – temannya masih ada di sana, dan memperkenalkan si cantic yang tadi menahannya kepada kami.
Andy, Mike dan Kenny sontak berdiri dengan semangat, cengiran tampak di wajah mereka,n memperkenalkan diri, emank paling gercep kalo liat cewe cakep, aku berdiri perlahan, memperhatikan wanita di belakang Kana, teman Ben, yang jalan mendekat, si wanita yang sibuk makan tadi, Kuperhatikan dengan saksama figurnya, menyadari meski wajahnya agak bulat, ternyata sama sekali bukan tipikal yang gemuk, justru sebaliknya, tipikal tubuh yang padat berisi, lekukkan – lekukkan tubuhnya terlihat jelas dari blouse pink tua dan rok pensil hitam selutut yang dipakainya.
“Raymond,” kataku menyalami Kana.
Kana kemudian memperkenalkan wanita mungil di sebelahnya, ”Nih temen kantor gue, Shella,” perkenalan berlanjut, dan si gadis misterius ini bahkan cuma melihat mereka 1 detik, menyalami mereka dengan sedikit tidak nyaman, dan tersenyum kecil, “Shella,” gumamnya. Tampaknya tak terbiasa dengan orang baru.
“Gua balik bareng Shella, Ben, sekali – kali hang out bareng ya…” ajak Kana.
“Beres… atur aja.. hati – hati Kana, Shella,” Jawab Ben, sambil melambai ke dua sosok yang melangkah pergi.
“Beneran cuma temen lu, Bro?” tanya Mike penasaran.
“Hah? Iyaa… udah lama gak ketemu sih, jadi cakep banget tuh si Kana, hampir gak ngenalin gue tadi,” jawab Ben, mengalihkan perhatian dari kedua sosok yang melangkah pergi itu.
“Kayaknya dy tertarik tuh sama lu,” Timpal Kenny.
Ben cuma geleng – geleng sambil terbahak,” Ya… kita lihat aja gimana nantinya.”