“ehmmmm…”
Ku kerutkan otot-otot wajahku saat kurasakan sesuatu yang sepertinya tengah membakar atau menusuk mataku saat ini. sampai ku tarik selimutku untuk menutup kepalaku.
‘oh.. tunggu.. ini.. gak kaya yang aku pikirinkan kan?..ah.. engga.. ini masih pagi, alarmku juga belum bunyi…pasti karena lampu kamar aja’
Aku terus bergumam dalam hati, dengan mata terpejamku, dan masih tergulung selimut di atas tempat tidurku.
‘eh, tunggu… aku kan tidur matiin lampu..terus berarti ini??!!!’
Akhirnya dengan sangat sadar, kubuka mataku dengan cepat sampai terbelalak. Dan apa yang kulihat di depanku saat ini adalah semua sudah terang, hari sepertinya sudah di mulai sejak berjam-jam lalu meninggalkanku yang masih lelap tertidur. Ku lirikan mataku ke arah jendela, dan matahari sudah berada hampir di atas.
“AAAAAA!!!!!!! KENAPA UDAH SIAAANG!!!!”
Jeritku, Aku langsung membangun diriku dengan sangat panik dan kini tengah mencari handphoneku.
“aduhh.. kok alarmnya gak nyala siii.. sebel deh, padahal semalem udah aku set ke jam 7!! Aaahh Irene bodoh banget siiii ya ampun!!!”
Gerutuku.
“ini udah jam 10.14 lagi.. OMG!”
Aku langsung melarikan diri ke kamar mandi dan mengambil sikat gigiku.
“ooh.. ini hari.. rabu, berarti aku udah kelewat satu sks mata kuliah psikologi social, tunggu itu berarti jatah bolong absenku udah abis untuk semester ini..ahhhh…”
Memang dalam mata kulihah psikologi social di kelas Bu Angel, mahasiswa hanya akan di luluskan dengan syarat absen yang bolong itu hanya tiga kali dalam satu semester. Jika lebih dari itu kemungkinan akan akan mendapat D. meski nilai mahasiswa itu bagus tapi tetap saja karena absen itu mengambil peranan penilaian sampai 65% dari keseluruhan.
“hhh.. gak papa, yang penting kedepannya gak boleh bolos lagi”
“lah.. sikat gigi aku di mana?”
Mataku mencari-cari sikat gigi berwarna biru dengan garis-garis putih di bagian pegangannya di tempat biasanya kutaruh. Dan kini tak terlihat ada di sana.
“ahh..kok gak ada? Masa ada yang ngambil si?”
Mataku mencari sampai ke bawah karena siapa tahu ku jatuhkan. Kemudian mencarinya ke area belakang lemari kecil tempat penyimpanan skincare dan sabun mandiku.
“aahh.. gak ada!! Masa gak gosok gigi… jorok banget deh!”
Tapi kemudian aku teringat pada souvenir hotel yang memberikan perlengkapan mandi kit untuku saat bekerja part time dua bulan yang lalu.
“ini dia”
Kutemukan. Dan begitu akan ku ambil dengan tanganku, ternyata selama ini sikat gigiku yang kucari-cari itu ada di tangan kananku dan sudah genggam sedari tadi.
“aaaa!!!! IRENE BEGO!! Ini sikat giginya di pegang! Mata kamu kemana aja sih! Ini udah siang malah nyari-nyari sikat gigi yang jelas-jelas udah di pegang di tangan!!! Aarhggggg…”
Kesalku, akhirnya dengan cepat ku olesi pasta gigi pada sikat gigi yang dengan bodohnya tak ku sadari sudah berada di tanganku itu, langsung ku gosok gigiku secepat kilat. entahlah aku ini mungkin mencari tukang sikat gigi bukan sikat gigiku kali. Hhfftttt
Dengan cepat ku urusi drama membersihkan diriku dan bersiap untuk menuju kampus.
“gara-gara drama sikat gigi aku jadi makin telat deh”
Aku masih menggerutu dan merasa sangat bodoh sekali soal sikat gigiku itu sambil ku pakai sepatuku saat ini.
Setelah itu kemudian aku berangkat menaiki bis untuk pergi ke kampus. Tak butuh waktu lama hanya dalam sepuluh menit saja aku sudah berada di area kampus. Aku berkaca dan merapihkan diri dulu sebelum akhirnya aku turun.
“…”
“hhh.. sebenernya mahasiswa-mahasiwa cowok itu tuh ngapain sih suka ngumpul di area parkiran motor kaya gitu..”
Gumamku, aku sesungguhnya tak begitu suka melihat mereka yang selalu berkerumun dan tak jarang mereka juga selalu mengganggu dengan jahilnya sampai menggoda mahasiswa-mahasiswa yang melewati mereka itu.
“Irene.. kok siang banget si datengnya”
Goda salah satu mahasiswa saat melihat aku berjalan akan melewati parkiran itu. sesalku, kenapa juga tadi tak lewat pintu utama saja dan malah masuk pintu samping. aku jadi harus melewati parkiran yang ramai oleh mahasiswa saat ini.
“kesiangan ya? Pasti gak ada yang bangunin kannn? Besok-besok aku bangunin kamu deh.. hahahahha”
Mereka menggodaku seperti itu. kucoba untuk mengabaikan mereka, dengan mengambil earphone dari tasku dan langsung aku menggunakannya. Kukencangkkan volumenya agar tak usah mendengarkan apa kata mereka itu.
Dengan langkah kaki yang cukup cepat ku lewati mereka. dan segera memasuki ruang kelasku hari ini.
karena ini sudah terlalu terlambat untuk mengikuti kelas psikologi social, jadi aku akan langsung masuk saja ke kelas sosiologi komunitas. Dan begitu aku sampai di ambang pintu, aku di sambut oleh dosenku yang bediri menatapku dengan sedikit terheran, mungkin karena melihat kedatanganku yang lebih awal hari ini untuk mengikuti kelasnya.
“loh.. sudah datang? kelas masih 20 menit lagi baru akan di mulai”
Aku menundukan kepalaku sebentar bermaksud untuk menyapa dosen sosiologi komunitasku, yang bernama Pak Tio itu.
“ah.. seharusnya saya di kelas psikologi social Pak, tapi karena ada kendala jadi tak bisa ikut kelas, makanya langsung masuk ke kelas ini”
Balasku, ia mengangguk-angguk saja sambil tersenyum padaku.
“oh.. silahkan masuk ke dalam, dan tunggu. Saya masih harus memeriksa beberapa materi hari ini. ah, Irene Kim nanti kita akan ada observasi komunitas yang ada di kampus ini, jadi mungkin kelas hanya akan berlangsung satu jam di kelas untuk materi dan satu jam lainnya kalian bisa mencari komunitas untuk di wawancari lalu membuat laporan sebagai tugas harian”
“baik Pak, nanti saya beri tahu mahasiswa lainnya di grup chat kelas SOSKOM 11B3”
“okey.. thank you”
Ku balas saja dengan tersenyum padanya.
Pak Tio, termasuk dosen yang sangat baik dan bisa di bilang cukup pengertian juga fleksible pada mahasiswanya. Ia tak terlalu pelit soal nilai, dan kebetulan aku juga cukup dekat denganya karena pernah menjadi salah satu panitia seminar yang di adakan olenya.
Setelah itu, kemudian kelas berlangsung.
….
“bhahahah.. seriuss??? Hahahah lucu banget sii hahahah”
Wendi menertawakanku dengan sangat keras saat ku ceritakan kejadian tadi pagi.
“Wen.. berisik!! Sutttt ih.. orang-orang tuh masih pada wawancara, ini malah bikin berisik kaya gini”
“ya lagian.. ini tuh lucu banget masa pasang alarm jam 7 pagi di set di alarmnya 7.00 PM, ya jelas gak akan bunyilah tu alarm pagi tadi… nunggu nanti sampe jam 7 malem baru bunyi hahahah”
Wendy benar-benar tertawa puas mendengarkan kisah cerobohku yang membuat pagiku jadi kesiangan. Aku hanya diam dan jadi sedikit kesal padanya yang terlihat begitu bahagia padahal aku kelimpungan tadi pagi. jadi alasan pagi tadi alarmku tak bunyi adalah karena aku salah mengatur jamnya, seharusnya ku atur di 7.00 AM tapi malah jadi 7 PM yang pastilah itu akan menyala pukul tujuh malam nanti. Aku benar-benar sangat ceroboh.
“nyebelin ah”
Kataku sambil bangun dan berjalan meninggalkannya.
“hey.. Ren! Mau kemana?? Ini laporannya emang udah selesai”
“hhh.. udah, makanya jangan ketawa terus, bantuin kek..”
Kataku, Wendy memang sedari tadi hanya menjadi pendengar ceritaku, sementara aku sendiri mengerjakan laporan yang berbetuk tugas kelompok yang di mintai Pak Tio sebagai hasil wawancara salah satu komunitas yang ada di kampus ini.
“tunggu aku”
Wendy kemudian menyusulku yang kini berjalan di koridor, menuju ruang dosen untuk memberikan hasil laporanku dengan Wendy yang sudah ku selesaikan.
“Wen ayoo..”
Dukk
“AAA!!!”
Kepalaku terkena pintu yang baru saja di buka oleh seseorang sampai aku hampir terjermbab, namun untungnya ada tangan yang terasa begitu kokoh tengah menahan tubuhku yang hampir jatuh kini.
“aaah.. sakit”
Aku meringis sambil memejamkan mataku dengan tangan yang kuusapkan pada keningku yang baru saja mencium pintu dengan cukup keras itu.
“hey.. bisa berdiri.. ini lumayan berat”
Ingatnya padaku saat aku masih bersandar padanya yang menopang tubuhku dengan tangannya itu. ku buka mataku kemudian.
“ooh??!!”
Kagetku, saat ku buka mataku dan kulihat wajah siapa yang ada begitu dekat di depanku saat ini. dadaku langsng berdegup tak karuan dan gulp.. rasanya seperti de javu. Aku seperti pernah mengalami kejadian seperti saat ini dengannya. Bahkan sekilas bayangan wajahnya yang sedang tersenyum hangat menatapku, terlintas begitu saja.
“hey”
Panggilnya padaku, dan itu menyadarkanku bahwa ternyata bukan senyum manis yang ada di hadapanku saat ini, tapi wajahnya yang sedang menatapku dengan ekspresi datar dan dinginnya itu.
“aah.. maaf Pak”
Aku langsung mengembalikan keseimbangaku setelah tadi lama bertumpu pada tangannya dan malah hanyut dalam bayanganku.
“kalau berjalan itu lihat-lihat makanya, biar gak ke jedot kaya gitu”
“maaf Pak Jackson”
Kataku sekali lagi padanya.
“sakit?”
tanyanya sambil memperhatikan keningku yang terasa berdenyut itu. jari telunjuknya kemudian menyentuh keningku itu. dan aww!!!! sensasinya benar-benar seperti tersengat aliran listrik yang entah dari mana asalnya itu.
“ah!”
Aku meringis,
“apa harus ke unit kesehatan?”
Tawarnya, ia mungkin merasa sedikit bersalah telah membuat kepalaku terbentur pintu.
“uhukk uhukkk”
Wendy tiba-tiba mengeluarkan suara batuk yang terdengar sangat di buat-buat olehnya itu. aku dan Pak Jackson jadi melihatnya.
“aah.. gak usah Pak, ini gak papa kok, nanti juga sakitnya ilang”
Kataku. Kulirik Wendy sekilas, ia tengah mengulum senyumnya saat ini. cih.. menyebalkan sekali dia itu.
“ya sudah kalau begitu, ah, satu lagi besok temui saya di ruangan ini pukul 14.00 kita bicarakan soal penelitian”
“baik pak”
Balasku, Pak Jackson kemudian berjalan pergi menjauh dariku.
Wendy kemudian menghampiriku.
“cieeee… aduh, sweet banget si, kaya drama deh kalian”
Goda Wendy padaku dengan bahunya yang di senggol-senggolkannya di tubuhku.
“apa sihh.. ayo masuk, terus kasihin ini ke Pak Tio”
“hihihi.. jadi itu Pak Jackson? Ganteng banget!! Udah sedeket apa kalian?”
Tanyanya.
“udah ihh jangan bicarain dia lagi..”
“Pak Jackson orangnya gimana?”
“WEN!! Udah!”
Akhirnya aku masuk saja kedalam ruangan dosen itu, mengabaikan Wendy yang penasaran soal Pak Jackson dan mencari meja Pak Tio.
“Ren, tunggu..”
Wendy jadi ikut masuk dan mengekoriku dari belakang,
“Pak Jackson gimana orangnya”
Tanyanya sambil berbisik, bahkan setelah berada di ruangan dosen.
“hhhfftttt”
Aku mulai kesal padanya, untung saja langsung ku temukan wajah Pak Tio yang sedang duduk di mejanya, dan dengan cepat ku hampiri dirinya.
“Pak Jackson ini-“
Aku langsung menutup mulutku yang dengan bodohnya salah memanggil nama dosen yang ada di depanku saat ini.
“ehm? Pak Jackson? Waah.. apa saya makin ganteng ya, sampe kamu salah panggil nama saya jadi Pak Jackson yang ganteng banget itu”
Godanya sambil terkehkeh, aku menunduk malu.
“maaf Pak, tadi salah. Pak Tio maksud saya… ini laporannya”
Kataku sambil menyerahkannya dengan tak enak hati karena sudah salah memanggil namanya. Ku lihat Wendy lagi-lagi sedang menertawakanku dengan tangan yang menutup mulutnya agar tawanya tak sampai lepas dan membuat kegaduah di ruang dosen itu.
“ya sudah, ini saya terima”
Ucapnya.
“makasih Pak, sekali lagi maaf Pak Tio”
“gak papa”
Aku membungkukan tubuhku sampai dua kali karena tak enak sebelum pergi meninggalkan mejanya. Ah, ingin sekali aku menggali lubang dan bersembunyi di dalamnya.
‘Malu banget.. kenapa pakek acara salah manggil nama si.. ah bego! Bego! Bego!!!’
Kutukku dalam hati sambil ku ketuki keningku yang tadi mencium pintu ruangan dosen.
“bhahahah aduh.. sampe salah manggil gitu, kenapa? terpesona ya sama Pak Jackson? Hahaha sampe di inget terus namanya hahahhahh”
Begitu keluar ruangan dosen dan sudah berada cukup jauh jaraknya, Wendy langsung tertawa dengan lepasnya setelah sebelumnya sempat di tahannya. ia memegangi perutnya dan matanya sampai terlihat berair menertawakan kecerobohanku barusan itu.
“itu sih gara-gara kamu Ween!! Pakek acara nanyain terus Pak Jackson tadi.. jadi salah manggil Pak Tio deh”
“hahahahh..”
Ia tak mendengarkannku, dan hanya terus saja tertawa.
“eh, tapi itu penelitian apa si? Besok jadi ketemu lagi sama Pak Jackson?”
Tanyanya tak henti-hentinya menghujaniku dengan pertanyaan seputar Pak Jackson itu.
“tau ah.. sebel, stop bahas Pak Jackson!”
Kataku sambil berjalan lebih dulu.
“IRENE tunggu!!”
…..
…
“hhh.. akhirnya bisa rebahan juga..”
Memiliki waktu senggang hanya untuk sekedar merebahkan diri dan meminum segelas ice latte adalah sebuah kemewahan bagiku. Biasanya pukul empat sore seperti sekarang ini aku masih sedang menjaga perpustakaan atau mengelapi meja-meja di restoran, bersiap untuk menyambut tamu yang akan makan malam.
Aku benar-benar sangat kelelahan setelah selalu bekerja keras selama empat semester perkuliahan ini. tapi jika tak begitu aku tak bisa melanjutkan pendidikanku. Aku sudah tak memiliki keluarga, jadi aku harus membiayai hidupku sendiri. Jika aku ingin hidup dan mendapat gelar sarjanaku ya tentu saja aku harus bekerja keras untuk menghasilkan uang.
Terkadang aku selalu iri pada mahasiswa lainnya yang setelah selesai kelas, mereka selalu bisa menghabiskan waktunya untu bermain di sebuah mall, berbelanja, atau sekedar menghabiskan waktu untuk nongkrong sambil tertawa membicarakan banyak hal. Aku tak bisa seperti mereka, aku tak memiliki waktu untuk bersenang-senang dan harus sibuk mencari uang.
Tapi kalau di ingat kembali, bulan lalu aku berjalan-jalan di Mall berkat Wendy yang memintaku untuk membantunya mengerjakan tugas statistika diferenisalnya. Saat itu Wendy mengajakku untuk mengerjakannya di sebuah kafe di Mall yang cukup cozy tempatnya. Jadi aku bisa menikmati waktu untuk bersantai di sana sekaligus membantu Wendy mengerjakan tugasnya itu. memang hanya dialah dan Roy yang selalu menghiburku. hidupku jauh berbeda dengan mereka yang bisa menikmati masa perkuliahannya tanpa harus susah payah dan bingung memikirkan bagaimana biaya, karena mereka terlahir dari orang tua yang cukup berada. Aku selalu di perhatikan oleh mereka, kadang mereka mentraktirku makan, dan menonton di saat aku sedang free seperti sekarang ini. tapi sungguh aku tak bisa dan tak mau jika harus menerima bantuan berupa uang dari mereka, entah itu karena harga diriku atau egoku, aku tak tahu itu. yang pasti aku ingin masalah keuanganku harus aku sendiri yang menanganinya.
…
Kini aku sedang bersantai santai sambil melihat-lihat akun i********: seorang artis yang tengah memamerkan antingnya yang menurutku terlihat begitu anggun, klasik dan cukup elegan.
“ini.. bagus banget”
“ssttt.. aku juga punya satu yang kaya gitu, yang di kasih Roy waktu ulangtahunku kemarin.. tapi aku simpen di mana ya”
Aku jadi bangun dan mulai mencari anting mutiara pemberian Roy itu. tanganku sibuk membuka kotak aksesorisku.
Brakkkk
Kotak skincareku tak sengaja tersenggol dan kini jadi jatuh membuat semua isinya tumpah berserakan di lantai.
“oh Noooo!!!! Ah Irene bisa gak sih sebentar aja gak bikin ulah??? Tangannya tu di jaga gitu.. ada aja yang di rusakin, di jatohin!! Aarghhhh!!!”
Gerutuku, mau tak mau aku harus membersihkan semua itu. aku berjongkok dan langsung kupunguti satu persatu semua isi kotak itu. Tapi kemudian mataku tertuju pada mutiara putih yang sedari tadi sedang kucari.
“Ah! Ini ketemuuu…”
Kutemukan sebelah.
“ah.. tapi yang satunya lagi mana ya?”
Ku edarkan pandanganku ke kanan dan ke kiri, mencari kesekitar. Aku memundurkan langkahku.
Drekkk
“ahhhhhh.. jangan bilang aku remukin sesuatu”
Kataku, tapi jelas kurasakan bahwa ada satu benda kecil di bawah sandalku yang sudah terinjak.
“aaaaa!!!!!”
Jeritku, begitu kuangkat kakiku lalu kutemukan sebelah anting mutiaraku sudah remuk.
“aaaah… IRENEEE!!!! You’re trouble maker!!!!”
Kesalku, aku sampai meneteskan air mataku melihat anting mutiara malang yang telah kuinjak dan kuremukan itu. padahal aku sendiri tak sanggup untuk membeli anting cantic seperti itu. tapi saat akhirnya aku punya itupun hadiah dari Roy, aku malah dengan begonya menghancurkannya.
“aahhhh sebel sebel sebelll!!!”
Ini adalah satu dari banyaknya barang kecil yang sudah ku hilangkan, ku rusakan, ku jatuhkan dan ku remukan. Aku paling tak hebat mengurus benda kecil seperti itu. ceroboh sepertinya sudah mendarah daging dalam diriku.
“apa tangan sama kaki aku ini mesin penghancur ya? Kenapa kerjaannya selalu saja hancurin sesuatu”
…..