Part 10

1018 Words
___¥¥¥¥¥¥¥__ Mereka berdua diam sejenak. Naufal bisa melihat betapa coklatnya mata Kila. Baru pertama kali ini Naufal sedekat ini dengan perempuan. Jantungnya berdetak 2x lebih cepat. Pipinya merona sekarang. Kila yang buyar dari tatapannya langsung berdiri. Matanya mencari murid yang sudah menabraknya. "Lain kali kalau jalan liat-liat dong!" dongkol Kila pada murid kelas sepuluh itu. "Maaf, Kak. Tadi aku enggak sengaja," balas murid cewek itu. "Kila," panggil Dasha yang muncul di balik pintu. ***** Mulut semua murid ngedumel menggosip ketika menyaksikan Dasha sedang duduk bersama Kila. "Kemarin mereka berantem," "Loh, mereka akur? Bukannya mereka berdua suka cowok yang sama ya?" "Mungkin setelah ini ada peperangan bacot," "Abiannya mana? Dia enggak dateng? Kalau dateng, kayaknya bakal seru." "Liatin aja dulu, gais. Nanti kalau udah ada sesi berantemnya baru kita ambil tindakan buat ngedukung," "Ekspresinya Kila datar, gaiss." "Gue ramal, enggak lama kemudian bakal ada perang baratayudha." Mendengar perkataan itu, Kila tidak nyaman jika dekat-dekat dengan Dasha. "Lo mau ngomong apa?" tanya Kila. Dasha mengambil coklat di sakunya kemudian memberikan coklat itu ke Kila. "Buat lo," ujarnya dengan senyum merekah. Kila mengambilnya dengan ekspresi bingung. "Ini sebagai bentuk terimakasih gue karena lo udah nyelamatin gue kemarin. Kalau enggak ada lo, mungkin gue sekarang udah di kuburan." lanjut Dasha. "Iya. Sama-sama," ujar Kila dingin. "Udah ya, gue mau lanjut belajar." Kila berdiri. "Tunggu." cegah Dasha. Kila merotasikan bola matanya kemudian menoleh. "Apa?" Dasha menjulurkan tangan. "Lo mau jadi temen gue?" Kila dibuat ragu. Mengingat tulisan Dasha di buku Diary membuat dirinya setengah membenci Dasha dan juga setengah mengasihani tunangan Abian itu. Perlahan tangan Kila terulur dan menjabat telapak tangan Dasha. Walaupun Kila tak berkata apapun, Dasha sangat senang. Gadis itu kemudian memeluk Kila dengan erat. Mereka berhasil mematahkan dugaan negatif semua murid. "Alhamdulillah," gumam Dania kala melihat mereka berdua. *** "Naufal!" panggil Lusi dari arah belakang. Naufal berpaling ke sumber suara tersebut. "Pulang bareng yuk!" seru Lusi semangat. "Enggak bisa," Mendadak raut muka Lusi berubah datar. "Gue disuruh ke rumahnya Kila habis ini. Maaf ya," "Gue ikut!" Lusi merangkul lengan Naufal. "Enggak bisa. Nanti kalau dimarahin ayahnya Kila gimana?" elak Naufal secara halus. "Biarin. Yang dimarahinkan aku bukan kamu," Lusi bersikukuh. "Bolehkan?" lanjut Lusi bertanya. Naufal menggeleng. "Sekali ini aja. Aku mau ikut kamu," "Ayolah," "Pliss," "Satu kali doang. Nanti setelah itu, aku enggak bakal ikut lagi. Aku janji," "Ya udah iya," Naufal akhirnya menyetujui. Lusi melonjat kesenangan. *** "Kenapa lo bawa dia?" tanya Kila usai membukakan pintu untuk Naufal. Dia terkejut melihat Lusi yang ada di sana. "Dia minta ikut." Kila mendecih. "Ngapain lo ikut? Untung aja enggak ada ayah di rumah. Kalau ada, gue jamin lo bakal diusir." ujar Kila dengan nada ketus. "Siapa yang datang, Kak?" Alden tiba-tiba muncul dari balik badan Kila. "Adik lo?" tanya Naufal. Kila berdeham. "Masuk," lanjutnya memerintah. Lusi terpana dengan kemegahan rumah Kila, sedangkan Naufal gemas melihat Alden. Kila duduk di sofa sembari menyilangkan paha. "Rumah gue mewah kan?" "Jangan sombong kamu," sahut Lusi. Kila memicingkan mata sembari mendecak kesal. "Kenapa kamu pakai kacamata?" Alden dengan lugunya bertanya. Mendudukan diri di sofa, Naufal tersenyum pada Alden. "Karena matanya sakit," jawabnya. "Heh, tolong ambilin minum yak," perintah Kila sembari memegang pundak Alden. "Minuman yang jenis apa, Kak? Kan ada minuman rasa manis, tawar dan pahit." kata Alden penasaran. "Yang satu manis kalau yang dua, pahit aja ya. Oke?" Naufal dan Lusi saling menatap heran. Minuman macam apa yang rasanya pahit? Alden menurut. Dia menuju ke dapur. "Eh, tunggu." Naufal muncul di hadapan Alden. Menghentikan anak kecil yang akan menuruti perintah laknat kakaknya. "Kenapa?" "Minumannya jangan pahit ya," Naufal mengangkat sudut bibirnya. "Berarti manis atau tawar?" Alden masih belum mengerti. "Tawar aja karena kalau liat muka kamu, minumannya jadi manis." dengan rasa gemas, Naufal mencubit pelan pipi Alden. Pletakk! "Aww..." Naufal meringis. "Kenapa sih, lo?" dongkolnya. "Kalau mau homo, jangan sama adik gue!" damprat Kila. "Kasihan Naufalnya. jangan main pukul dong," tegur Lusi yang masih duduk di tempat semula. Beberapa menit kemudian, Alden kecil datang membawakan nampan yang isinya 3 gelas sesuai perintah. Usai meletakkan nampan di meja, Alden yang manja langsung berlari kepangkuan Kila. "Ngapain lo liatin gue? Minum tuh!" ucap Kila sinis tentunya pada Lusi. Lusi mengambil salah satu gelas itu dan meminumnya perlahan. Namun belum habis minuman itu, Lusi mengerutkan dahi. Kila yang melihatnya merasa penasaran begitupun Naufal. "Ini airnya belum dimasak ya?" Lusi bertanya. "Ya... enggak tau." Kila menggedikkan bahu. Pandangannya kemudian mengarah pada Alden yang sepertinya menahan tawa. "Kamu ngerjain kakak itu?!" tanya Kila tegas. Alden mengangguk. Anak kecil itu berdiri seraya berkata, "Ngambil air itu dari kamar mandi," sebelum berlari, Alden memeletkan lidah. Raut mukanya menjengkelkan bagi Lusi. "Kakak sama adik enggak ada bedanya," gumam Naufal. "Lo enggakpapa kan, Lus?" Lusi perlahan mengangguk. "Makanya jangan ngintil lo," ujar Kila. "Kena karmanya kan." lanjut Kila. Detik kemudian, ia tertawa terbahak-bahak. "Lo jangan kaya gitu. Enggak kasihan sama Lusi?" tanya Naufal. Kila memegangi perutnya yang sakit. "Enggak. Buat apa gue kasihan sama dia," jawab Kila jujur. *** Waktu berlalu dengan cepat. Tak terasa sudah 1 jam Naufal mengajar Kila. Sedangkan Lusi? Dia ikut menjelaskan materi-materi untuk meringankan beban Naufal. "Dahlah. Gue capek!" seru Kila seraya meregangkan badannya yang pegal karena terlalu lama duduk. "Tinggal dua halaman lagi ini," ujar Naufal. Kila menggeleng kuat. Dia sudah lelah. "Yah, masih ada waktu satu jam. Apa gue balik aja ya?" Naufal yang hendak berdiri tiba-tiba dicegat oleh Kila. "Jangan. Temenin gue di rumah. Gue gabut," mohon Kila. "Kita main truth or dare yuk!" lanjutnya. "Kaya anak keci lo," "Ayoo lah," pandangan Kila beralih ke Lusi. "Lo mau kan, Lus?" "Tergantung Naufal. Kalau Naufal mau, ya aku ikut." balas Lusi. "Naufal?" Lusi melihat ke arah Naufal. Matanya menyiratkan pertanyaan. "Enggak." "Sekali ini aja. Kalau enggak mau, gue potong gaji lo!" ancam Kila. Naufal menggedikkan bahu seraya berkata, "B.o.d.o a.m.a.t." katanya mengeja setiap kata. "iihhh! Lo nyebelin banget sih!" gemas Kila. Lusi nampak berdiri dan kembali membawa tas mininya, bersiap-siap untuk pulang. "Pergi sana. Jangan kembali sekalian. Semoga sela-" Ting Tong Ting Tong Suara bel yang memburu mengejutkan mereka bertiga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD