Pagi itu, Dara berdiri di depan cermin. Wajahnya tampak lebih tenang. Tapi ada sesuatu di matanya yang tak sama: bukan luka, bukan marah—tapi keputusan. Zahra yang baru bangun, duduk di tempat tidur sambil mengucek mata. > “Bunda, kita gak sekolah hari ini?” “Enggak, sayang. Hari ini kita mau main... ke rumah Uti di kampung.” Zahra langsung bersorak kecil. Dara tersenyum, lalu diam-diam mengepak baju ke dalam tas ransel butut miliknya. Hanya dua stel, cukup untuk menginap satu malam. Tapi bagi Dara, itu adalah jeda penting dari semua kekacauan rumah tangga. Tanpa pamit, Dara mengendap-endap keluar rumah. Rafi masih tertidur karena semalam habis begadang menyusun laporan kerja. Bu Lilis juga belum bangun, tapi TV sudah menyala—seperti biasa, tontonan sinetron pagi dengan volume maks

