••
" Ka..Ka..Kamu...???!!" - ucap Levia terbata
" Iya.. Aku.." - jawab Nizar santai senbari memberikan senyuman paling manis dari bibirnya.
" Kok bisa?.. Ha..Ha..Ha... Dunia ini sempit sekali ternyata.."
" Ha..Ha.. Ya begitulah..."
" Jadi kak Nizar bekerja disini? dan aku sekarang akan melewati proses Interview dengan kakak?.."
" Hemm.. kurang lebih seperti itu..?"
" Baiklah..." - Levia menatap Nizar dengan senyuman manis yang merekah, membuat Nizar tentu saja menjadi salting.
" Bisakah jangan terlalu manis kalau tersenyum? Rasanya aku bisa terkena diabetes jika berlama-lama melihat senyummu itu.."
" Ha..Ha.. Kak Nizar bisa saja.."
" Baik, Kita mulai yaa interview basa-basi nya..."
" Hah? Basa-basi? maksudnya...?"
" Ya.. Basa-basi, karena tanpa interview pun sudah ku pastikan kamu akan diterima bekerja disini."
" Oh ya..? Bagaimana bisa begitu?"
" Levia.. Bagaimana aku bisa menolak seorang yang menjadi lulusan terbaik di Humboldt Berlin University??.."
Levia memutar bola matanya.
" Hah.. Kak, jangan meledek ku seperti itu.."
" Ha..Ha.. kamu ini, meledek bagaimana? memang betul kenyataannya seperti itu kan?.."
" Ya..Ya..Ya..."
" Pertanyaanku cuma satu.."
" Apa itu Kak?.."
" Kenapa kamu lebih memilih melamar pekerjaan di tempat lain? Padahal semua orang tahu banyaknya perusahaan Samantha Grup. Mengapa kamu tidak bekerja di salah satu perusahaan milik ayah mu?"
" Ahh.. Ya, aku jelas ingin mencari pengalaman ku sendiri, dan aku tidak suka berada dibawah bayang-bayang Ayah. Lagipula, sekalipun aku adalah anak dari Bramantyo Samantha, tetap saja aku ini belum memiliki pengalaman bekerja. Aku berniat untuk berdiri sendiri, jika memang sudah saatnya nanti, barulah aku akan memimpin salah satu perusahaan milik Ayah..."
Nizar terkesan mendengar penjelasan Levia, terlihat jelas bahwa wanita yang kini di hadapannya adalah wanita mandiri dan dewasa.
" Aku cukup terkesan dengan penjelasan mu.."
" Terima kasih Pak Nizar Askara Mahendra.." - Levia nyengir kuda saat menyebutkan nama lengkap Nizar.
" Darimana kamu tahu nama lengkap ku?" - Nizar menatap Levia curiga.
" Dari papan nama yang tercetak jelas diatas meja ini..." - Levia menunjuk papan nama di atas meja.
Nizar hanya terkekeh.
" Oke, Levia. Selamat bergabung dengan Tim Produksi di Mahendra Corporate.." - ucap Nizar mantap sembari mengulurkan tangan untuk berjabat tangan dengan Levia.
" Serius Kak..? Aku diterima?.."
" Yup.. betul, kamu diterima.."
" Terima kasih banyak Kak Nizar.. Aku senang sekali bisa bekerja di Perusahaan Advertising ternama di Indonesia...!" - Levia tersenyum bahagia dan menerima jabatan tangan dari Nizar.
Nizar hanya geleng-geleng dan terkekeh.
" Kamu terlalu berlebihan Levia.."
" Via.. just Via.. "
" Ok.. Via.."
Keduanya saling tatap dan tersenyum dan tatapan keduanya pun sangat sulit diartikan.
Nizam berdehem, dan membuat Via sedikit salah tingkah.
" Oke, kapan kamu bisa mulai bekerja disini..?"
" as soon as posible Pak, saya pun siap kalau harus memulai hari ini.." - jawab Via dengan tegas dan lugas.
" good! Oke kalau begitu mari ikut aku, aku akan membawa kamu ke ruang divisi produksi dan memperkenalkan kamu kepada mereka..."
" Baik Pak..."
" Via..!"
" Humm?..."
" Jangan panggil saya Pak, panggil saja nama saya tanpa embel-embel apapun..."
" Ah.. tapi, apa itu tidak apa? terkesan seperti aku kurang sopan.."
" Tidak, sudah biasa saja. Oke..?"
" Hmm.. tidak-tidak! aku tidak mau! Kalau aku tidak boleh memanggil mu dengan embel-embel Bapak, bagaimana kalau aku memanggilmu Kak Nizar? seperti saat aku memanggilmu di supermarket kemarin..? Boleh ya...?" - Via berbicara memohon dengan menunjukkan wajah baby face nya.
Nizar menghela nafas berat..
" Ya. Baiklah. Terserah kamu saja..."
Via pun tersenyum dan mengangguk.
Keduanya kini berjalan berdampingan menuju ruangan divisi produksi.
Banyak pasang mata yang menatap kearah keduanya. Tidak sedikit yang terlihat sedang berbisik-bisik.
Via menyadari akan hal itu, hanya saja Ia tak mau ambil pusing, Ia lebih memilih melemparkan senyuman paling manis ke arah mereka saat melewatinya.
Hal itu tak luput dari penglihatan Nizar.
Nizar pun diam-diam menyunggingkan senyum tipis di bibirnya.
Kini mereka telah sampai ke ruangan yang dituju.
Karyawan yang melihat kedatangan Nizar pun sontak berdiri seraya sedikit membungkuk dan memberi hormat.
Nizar berjalan ke arah meja Kepala Divisi Produksi yang kini tengah berdiri dan menghampirinya.
" Selamat Siang Pak Nizar..."
" Siang Bu Eveline, saya kesini untuk memperkenalkan karyawan baru.."
Nizar menoleh ke arah Via dan Via pun tersenyum hangat ke arah Eveline sang Kepala Produksi seraya mengulurkan tangan untuk bersalaman.
" Perkenalkan, Saya Via..."
" Oh Hai, Via. Saya eveline.. Senang berkenalan denganmu.."
Via mengangguk dan...
" Terima kasih Bu Eveline..."
" Oke Bu Eveline, Via akan mulai bekerja di bagian produksi mulai hari ini.. "
Bu Eveline mengangguk tanda paham.
" Dan.. Via, kamu bisa bekerja di meja sebelah sana.." - Nizar menunjuk satu meja yang letaknya tak jauh dari meja Bu Eveline.
Mata Via membulat, bagaimana tidak. Di meja tersebut jelas terpampang tulisan " WAKIL KEPALA DIVISI PRODUKSI".
" Hah?.. Apa Kak? maksud kakak bagaimana? Itu meja wakil kepala divisi produksi, bagaimana bisa aku bekerja di meja itu..?" - Via menampilkan wajah yang kebingungan.
Melihat wajah Via yang bingung, membuat Eveline dan Nizar saling lirik dan sedikit terkekeh.
" Ya Betul Via, itu memang meja Wakil Kepala Divisi Produksi. Dan kamu memang diterima disini untuk mengisi jabatan Wakil Kepala Divisi Produksi." - jelas Eveline.
" Hah..? A...Aku..??" - Via masih dengan muka kebingungan sambil menunjukkan jari telunjuknya ke arah dadanya.
" Iya Via, sudah cukup jelas kah penjelasan dari Bu Eveline..?" - tanya Nizar.
" Eh... Jelas kak, sangat jelas..."
" Oke kalau begitu, Bu Eveline yang akan menjelaskan tentang jobdesk kamu.. Bu Eveline saya permisi.. Via, good luck. have a wonderfull day at Mahendra Corporate. " - ucap Nizar seraya berlalu.
" Terima Kasih kak..." - Via menatap punggung lelaki itu yang kian lama kian menghilanh dari pandangannya.
Nizar kembali ke ruangan kerjanya.
Menyandarkan diri di kursi kebesarannya.
"ternyata sangat cantik.." - batin Nizar.
Entah mengapa Nizar dapat melupakan segala sikap dan sifat dinginnya saat melihat Levia. Wanita itu sungguh mampu membuatnya lupa akan sakit hati dan kekecewaan yang dirasakan selama bertahun-tahun belakangan ini.
Tanpa Nizar sadari sikapnya terhadap Levia sangatlah ramah, tidak dingin seperti yang Ia lakukan kepada wanita-wanita lainnya.
Setelah kepergian Shella tunangannya itu, bukan tidak pernah Nizar mencoba menjalin hubungan dengan wanita lain, Ia pernah beberapa kali menjalani kencan buta yang dirancang oleh sahabat-sahabatnya. Namun tetap saja itu tidak membuahkan hasil apapun.
Nizar tetaplah Nizar yang dingin dan kaku, yang bersikap seolah hanya Shella lah wanita di dunia ini.
Sebetulnya Nizar pun tidak mengerti mengapa Ia sampai saat ini masih belum bisa berhenti memikirkan wanita itu, apa mungkin Nizar hanya ingin meminta penjelasan darinya, ataukah Ia sebetulnya masih memiliki rasa terhadap Shella. Entahlah, satu hal yang pasti terjadi kini, sejak awal pertemuannya dengan Levia, Nizar langsung mampu mengungkapkan kata "cantik" sekalipun hanya di dalam hati.
Akankah Levia mampu membuat Nizar jatuh hati terhadap wanita lagi setelah sekian lama Ia merasa hampa..?
" ah.. tapi Via kan sudah punya kekasih, berpikir apa aku ini.. mana mungkin aku jatuh cinta dengannya.?" -Nizar.
DRRT DRTTT
Getar ponsel Nizar diatas meja membuyarkan lamunannya.
Terlihat nama Bastian di layarnya.
" Bastian..?"
Nizar menggeser tanda hijau di layar ponselnya.
" Halo Bas..."
"...."
" Ya.. Kenapa dengan Reza...?"
"...."
" Apa..?! Lo yakin apa yang lo lihat itu beneran dia?.."
"...."
" Tapi Bas..! Sepertinya itu gak mungkin...!"
"..."
" Oke-oke share lokasi nya sekarang ke gue..."
"..."
" thanks Bas.."
TUTT TUTTT.
Panggilan terputus.
Raut wajah Nizar berubah menjadi merah, kentara sekali bahwa Ia sedang menahan amarah. Tangannya mengepal erat.
" Reza..!!" - gumamnya.
••