bc

Takdir Cinta Kekasih Rahasia [ Ekadanta Family ]- Sekuel Kamini

book_age16+
82
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
HE
heir/heiress
tragedy
bxg
mystery
loser
addiction
naive
like
intro-logo
Blurb

#eroticlovestory

#dewasa

#21+

Cinta, kadang kala bisa membuat orang menjadi bodoh dan gelap mata. Cinta bisa bersaing dengan harta, bisa juga berteman baik. Hingga mampu, menghancurkan ikatan suci atau pun semakin menguatkan takdir.

Patah hati karena pengkhianatan Yang Terkasih, membuat Asoka semakin menyadari bahwa dia akan selamanya hidup sendiri di dunia ini. Apalagi keadaan fisiknya yang tidak sempurna, dia paham jika para wanita mendekatinya sebab harta dan nama belakang yang disandangnya.

Ditambah lagi vonis Dokter bahwa dirinya mandul. Ya, kemungkinan Asoka akan bisa memiliki keturunan akan sangat kecil sekali akibat kecelakaan yang dialaminya.

Anehnya, meski memiliki keluarga yang sanggup membantu kepolisian mencari DPO kelas kakap. Pelaku terror yang terjadi pada dirinya sejak kecil belum tertangkap sampai hari ini.

Asoka seolah sudah pasrah akan nasibnya, fokusnya hanya pada apa yang dia bisa lakukan demi anggota keluarganya tidak terpuruk dan selalu berada dalam kecemasaan akan keadaan dirinya.

Sampai akhirnya Erni datang dan wanita itu kembali menorehkan luka teramat dalam. Akankah Asoka memberikan maaf atau dia justru menuntut Erni untuk bertanggungjawab atas kerusakan yang sudah diakibatkan oleh wanita itu?

chap-preview
Free preview
Menaikkan derajatnya
Tujuh tahun sebelumnya. “Dua minggu lagi acara wisuda kita. Masa iya kamu mau di rumah terus. Ayolah sekali-sekali clubbing,” bujuk Hans Emanuel yang masih dalam posisi jongkok seraya menikmati rokok. Asoka Ekadanta terkekeh, “Percuma juga aku datang, hanya akan menjadi bahan tontonan. Apalagi Eriska nggak ada. Bisa diomelin aku, kalau sampai ketahuan clubbing.” Fano Yuwono tergelak mendengar alasan Asoka. Dia yang awalnya bersandar pada mobil sedan hitamnya segera beranjak dan ikut berjongkok agar bisa berhadapan dengan Asoka langsung yang duduk di jok belakang mobil dengan pintu terbuka. “Jadi kamu teh, lebih takut sama Eriska daripada Ambu?” Asoka menghela napas panjang. “Bukan takut, tapi aku menghargai mereka.” “Dengar Asoka, Eriska itu bukan istrimu nggak usah takut. Lagian apa yang akan terjadi coba?” ujar Hans. “Iya atuh, kamu nggak minum juga nanti. Kami akan pesankan moktail yang non alkohol. Kamu pikir, kami berani macam-macam sama si Kembar. Duh … bisa keok aku kalau sampai Janu ngamuk,” tukas Fano seraya begidik dan menunjukkan bulu halus di tangan yang berdiri karena teringat bagaimana dulu Janu menghajar habis orang-orang yang berani menyakiti Asoka. Asoka mengulum senyum memahami hal itu. Kedua saudara lelakinya yang lain tidak akan membiarkan dirinya tanpa pengawasan. Meski dirinya sudah dewasa tetapi sikap protektif keduanya bukannya berkurang tapi semakin menjadi. “Apa kamu tidak merasa terkekang, selalu diawasi begitu? Sampai sewa bodyguard segala?” tanya Hans yang sangat penasaran padahal kedua orang tua Asoka bukan orang politik dan jelas bukan salah satu orang terkaya di negeri ini. Meski dirinya pun tahu, Asoka yang berada di hadapannya adalah orang yang sama sering mendapatkan terror dari orang-orang sinting yang sangat licin dan susah ditangkap. “Kamu ini b**o atau gimana? Gitu aja ditanyain, seperti baru kemarin aja kenal Asoka,” tegur Fano seraya memberikan tatapan sebal dan merebut bungkus rokok di tangan Hans. Asoka tersenyum kecut, dia menyadari memang rasa penasaran Hans ada benarnya. Semua jika dilihat dengan kacamata orang awan akan sangat berlebihan. Memang siapa dia, sampai harus dijaga beberapa orang berbadan besar dengan tato sangar dan tampang tidak ramah meski mereka terlihat tak kalah tampan dari orang yang dijaga. Itu sebab, Asoka dianggap lemah. Tidak bisa menjaga diri sendiri seperti saudara-saudaranya yang lain. Meski dirinya kadang ingin hidup seperti pemuda lainnya yang bebas ke mana saja sendirian. Belanja sendirian dengan uangnya sendiri, tidak harus dibuntuti banyak orang. Namun rasanya tidak memiliki privasi, apalagi saat ini dirinya sudah memiliki kekasih. Eriska Mahadewi, wanita yang lebih tua dua tahun darinya tapi bisa menerimanya dengan baik. “Ayolah Ka, besok hari ulang tahunmu juga. Masa kamu mau merayakan di rumah saja?” Hans masih gigih membujuk sahabat karibnya sejak dulu. “Eh … iya ya. Ayolah ultah ke dua dua gitu loh, masa iya mau di rumah, bae,” cetus Fano yang baru teringat. Asoka menggeleng. “Aku akan merayakan nanti, bersama Eriska saat dia sudah kembali,” katanya. Asoka lalu menoleh ke kiri, menyadari dari ekor matanya melihat Erni Elawati yang seperti berjalan cepat cenderung tergesa-gesa, tanpa menoleh ke arah mereka yang masih berada di halaman parkir mahasiswa. Asoka yakin Erni tahu, tapi sepertinya perempuan itu sengaja menjauh dan tak ingin berhubungan lagi. Hans dan Fano mengikuti arah pandang Asoka dan keduanya lalu saling melempar pandang. Mereka berdua tahu, sejak Asoka memiliki kekasih. Satu-satunya sahabat perempuan mereka kini semakin menjauh. Tidak hanya dengan Asoka tetapi dengan ketiganya sekaligus. Erni seperti sengaja membuat jarak dan berlaku seperti orang asing. Asoka mengikuti arah perempuan itu berjalan menuju parkiran sepeda motor seraya mengusap dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri. Rasa sakit bukan sebab fisik tetapi karena kelakuan Erni. Kini matanya membulat begitu melihat Erni ternyata tidak membawa motor butut merah 4 tak miliknya tetapi gadis itu dibonceng oleh seorang pria dengan motor sport. Hans lantas bersiul melihat bagaimana Erni yang memeluk perut pria yang entah siapa itu sebab wajahnya tertutup helm full face hitam mengkilap seperti warna motornya. “Wah … pantas saja, Erni nggak mau dekat-dekat kita lagi. Seleranya anak balap motor.” Asoka kesal karena tidak mengenali pengendara motor itu. Apalagi dia baru kali ini melihat motor itu ada. Suara knalpot mahalnya memecah keheningan parkiran pada siang ini—hanya tersisa dua mobil milik Fano itu saja dan mobil milik pengawal Asoka yang berjarak cukup jauh tapi masih dalam jangkauan penglihatan jika ada sesuatu kejadian yang tidak mengenakkan terjadi. Namun perkataan dari Hans membuat Asoka memusatkan perhatian pada temannya, yang seperti kereta batubara zaman dulu itu—dari tadi tak berhenti merokok sambil mengoceh. “Memangnya kamu tahu, siapa orang itu?” tanya Asoka. “Orang siapa?” Hans malah bertanya balik seraya melongo. “Yang boncengin, Erni lah,” tukas Fano seraya geleng-geleng tak habis pikir dengan Hans yang tampak b***t hari ini. “Kamu kenapa sih? Pasti kebanyakan makan brutu deh … atau mabok jengki?” “Sembarangan. Mana ada semur brutu bikin lupa ingatan!” protes Hans. Asoka menghela napas panjang menyaksikan kedua temannya yang mulai berdebat tidak jelas dan keluar dari pokok pembicaraan mereka saat ini. Asoka sangat penasaran dengan pria pembawa motor sport itu. Jelas terlihat seperti orang kaya, motor yang dimiliki pria itu sama dengan milik Janu yang baru saja tiba minggu lalu. “Guys … stop. Siapa dia?” tanya Asoka lagi seraya menepuk bahu Hans supaya kembali fokus kepadanya. Hans menghela napas dan kemudian mematikan rokoknya. “Aku nggak tahu, tapi waktu Erni wisuda minggu lalu, orang itu ada. Dia sepertinya mewakili keluarga Erni.” “Bukannya Erni anak yatim piatu, ya? Dia sudah lama tinggal di panti asuhan setahuku,” sanggah Fano. “Mungkin cowok itu kakak angkat di panti,” balas Hans. Masuk akal, tapi Asoka tidak percaya begitu saja dengan argument itu. Apalagi hatinya yang merasa jengkel. Ingin mengejar tapi sadar diri ,jangankan naik motor sport bawa motor saja dia tidak bisa. Ke mana-mana selalu diantar sopir atau merepotkan kedua temannya ini dan saudaranya yang lain tentu saja. “Menurutmu siapa, Ka?” tanya Fano menghentikan lamunan Asoka. “Emmh?! Oh … itu. Entahlah, saat wisuda kemarin saja aku tidak diundangnya. Apa kalian datang?” Hans dan Fano pun menggeleng. “Kami juga tidak diundang,” ujar Hans. “Iya, betul,” kata Fano seraya manggut-manggut. “Ada apa dengannya? Aku pikir dia marah karena aku sudah punya pacar,” celetuk Asoka yang kemudian mendapat hadiah timpukan bungkus rokok yang sudah kosong. “Ge’er sekali … mana mungkin dia marah sama kamu. Mungkin dia lagi menikmati pacaran dengan orang kaya saat ini. Kasihan juga, paling nggak dia bisa naik derajat karena menikahi orang kaya,” kata Hans. “Mulutmu ya, nggak mungkin Erni begitu. Sejak dulu dia nggak pernah mata duitan,” balas Fano. “Bisa jadi. Segalanya mungkin saja. Apalagi zaman sekarang, ya kali mau dapat yang modal napas doang tanpa punya karir bagus dan keuangan yang oke. Aku salut sama Erni, paling tidak dia punya kekasih yang bisa menaikkan derajatnya. Logika paling masuk akalnya ya … itu, selain mungkin memang cowok itu kakak angkatnya di panti yang sukses,” terang Hans. “Bagaimana menurutmu, Ka?” tanya Fano dan kemudian menambahkan, “Tapi memang masuk akal juga kalau dia pacaran dengan orang lain. Nggak mungkin juga, dia memilih salah satu dari kita yang—” “Kenapa tidak?” tanya Asoka memutus ucapan Fano.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
3.6K
bc

CINTA ARJUNA

read
12.6K
bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.2K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.3K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.2K
bc

Ayah Sahabatku

read
22.1K
bc

Dipaksa Menikahi Gadis Kecil

read
21.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook